Eks Teroris Khairul Ghazali Menjadi Pengajar di Ponpes Al-Hidayah, Begini Kisahnya…

Hadirkan Galeri Perdamaian

“Mengingat untuk mengenang semua tragedi-tragedi akan aksi teroris yang pernah melukai bangsa ini, perlu rasanya saya mengajukan ke pemerintahan untuk membangun suatu Galeri Perdamaian untuk mengingatkan kita kembali akan bahaya teroris dan pemahaman radikal itu seperti apa,” kata Buya Ghazali.

Galeri Perdamaian diresmikan oleh Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol. Agus Andianto pada November 2018, letaknya kurang lebih 300 meter dari pondok pesantren dan masjid Al-Hidayah. Di dalam Galeri Perdamaian tersebut ada beberapa gambar yang memiliki unsur sangat penting untuk diketahui.

Seperti tragedi Bom Bali 1 yang memakan korban ratusan orang, para teroris menolak sistem demokrasi dan menganut ideologi mengenaikan penerapan negara Khilafah yang mengemban dakwah Islam. Melalui Galeri Perdamaian, Buya Ghazali juga menyampaikan nilai-nilai edukasi akan bahaya besar jika berada di lingkaran teroris.

Galeri tersebut juga menyimpan berbagai dokumentasi foto dan video mengenai jihad yang menyimpang, bekas serpihan-serpihan bom aksi teroris 1985 yang dilakukan di dalam pesawat Garuda, sampai yang terbaru, bom di gereja Surabaya dan pembakaran pos polisi di Padang.

Menariknya, saat ini sedang dibangun mural Umar Patek pelaku Bom Bali 1 yang divonis selama 20 tahun, yang kini mulai sadar bahwa apa yang dilakukannya selama ini salah dan mulai mengakui kecintaannya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada mural tersebut tampak tangan Umar Patek memegang bendera Indonesia sambil menjulurkan tangannya untuk bersalaman, sehingga setiap pengunjung yang datang ke galeri tersebut seakan-akan sedang berjabat tangan dengannya.

Baca Juga:  JW MARRIOTT Medan Hadirkan Menu Prime SteakHouse Oleh Chef Areza

Deradikalisasi Cegah Penyebaran Terorisme

Dengan adanya materi deradikalisasi, stigma yang bertentangan harus diluruskan dengan ajaran-ajaran Islam yang mengeksploitasi perdamaian bukan dengan peperangan hingga membuka cakrawala para anak bahwa apa yang sudah diajarkan oleh orang tuanya untuk melukai, membunuh, mengebom adalah pemahaman yang salah. Lantas bukan karena menolak pemahaman yang diajarkan oleh orang tua adalah bagian dari anak tidak berbakti, melainkan dari hal tersebut mereka diharapkan bisa menengahi orang tuanya sendiri dan menjadi duta damai untuk keluarganya.

Kasus terorisme yang terjadi di Indonesia sudah menjadi PR yang harus dikritisi, mulai dari hal-hal kecil seperti mensosialisasikan tindak tegas terorisme. Sebagai mantan teroris dan juga pendiri Yayasan Pondok Pesantren Al-Hidayah, Ghazali menegaskan cara mendidik anak-anak dari tersangka terorisme sebagai upaya pencegahan dini adalah hal yang paling efektif untuk memutus mata rantai pemahaman terorisme dan radikalisme. “Anak-anak yang sudah dibekali pemahaman deradikalisasi nantinya mampu menyadarkan orang tua dan lingkungannya bahwa Islam yang keras bukanlah ajaran Islam sesungguhnya, Islam mengajarkan perdamaian,” katanya.