Eks Teroris Khairul Ghazali Menjadi Pengajar di Ponpes Al-Hidayah, Begini Kisahnya…

Jatuh bangun sangat dirasakan dalam pembangunan pesantren ini. Mulai dari mendapatkan legalitas izin pembangunan sekolah yang dirasa menyita waktu, keterlibatan masyarakat agar turut aktif, mencari donatur, dan relawan pengajar. “Awal mendirikan pondok pesantren ini saya benar-benar mengalami hambatan yang luar biasa dari masyarakat sekitar, walaupun saya sudah meyakini ke masyarakat, bahwa kegiatan yang saya lakukan ini sudah melalui prosedur dan izin pemerintah. Tapi masyarakat di sekitar pondok pesantren masih ‘kekeuh’ menolak pendirian bangunan pondok pesantren tersebut karena takut dijadikan sarang kelahiran anak teroris yang baru,” ucapnya.

Pesantren teroris, begitu masyarakat sekitar menyebutnya, merupakan salah satu role model pendidikan deradikalisasi oleh pemerintah karena sudah mengikuti pedoman kurikulum pendidikan nasional dan kementerian agama Republik Indonesia. Semua santri yang tamat mendapatkan ijazah dari Kementerian Pendidikan. Relawan yang mengajar di sini berjumlah 7 orang dari berbagai kalangan dengan pendidikan yang berkualitas.

Baca Juga:  JW MARRIOTT Medan Hadirkan Menu Prime SteakHouse Oleh Chef Areza

Bahan ajar juga seperti biasa, tambahannya hanya pembelajaran life skill seperti beternak, bertani dan berkebun. Kegiatan dimulai pada pukul 04.30 WIB untuk pelaksanaan salat subuh, lalu dilanjutkan materi khusus deradikalisasi islam rahmatin lil alamin yang disampaikan oleh pendiri yayasan, kemudian disusul dengan kegiatan mengaji. Kegiatan belajar mengajar materi umum berlangsung pada pukul 08.00-16.00 WIB, setelah itu santri sudah dibebaskan untuk melakukan kegiatan masing-masing seperti mencuci baju, merapikan kamar, dan lain sebagainya.