Penulis: Indriyana Octavia
Fotografer: Aldi Reynaldi
Kehadiran The Nuna di belantika musik Indie Indonesia khususnya kota Medan, memberikan nuansa segar dengan genre Digital Ballad Music (DBM) yang mereka kreasikan sendiri.
Instrumen tradisional berpadu dengan gaya balada dikemas apik oleh dentuman musik elektronik masa kini menghasilkan lagu mutakhir yang easy listening ala The Nuna.
The Nuna yang dibentuk pada April 2018 ini berawal dari keseriusan Wisnu dan Hanna menggeluti musik. Wisnu yang memang seorang komposer, setelah menciptakan musik bergenre Eletronic Dance Music (EDM) ia pun menghubungi Hanna, solois yang kemudian menjadi pengisi vokal sampai akhirnya mereka sepakat berkolaborasi dalam The Nuna.
Single Pasti Terganti
Meskipun tergolong baru, The Nuna tidak main-main soal musik. Duo yang digawangi oleh Sri Hanna Lya Frina Tarigan atau yang lebih dikenal dengan Hanna Pagiet sebagai vokalis dan Wisnu Alif Tesalonika Bangun atau yang akrab disapa Wisnu Bangun selaku keyboardist ini sudah merilis satu single yang berjudul Pasti Terganti pada 20 Oktober 2018 lalu.
“Menurutku Pasti Terganti menceritakan tentang move on dari sesuatu yang menyakiti hati, enggak selalu berhubungan dengan pasangan, apa pun itu pasti akan terganti,” ungkap Hanna. Wisnu memiliki pandangan yang sedikit berbeda. “Banyak orang yang mengira lagu ini tentang politik, mungkin karena lagi musim kampanye, padahal kita enggak sengaja buatnya,” ucap Wisnu sambil tertawa.
Single Pasti Terganti sudah memiliki videoklip yang diracik dalam waktu tiga minggu untuk persiapan dan satu hari untuk produksi dengan mengambil lokasi di Berastagi. Talent dalam videoklip ini merupakan anak sekolahan yang berdomisili di Kabanjahe. Pasti Terganti juga bisa dinikmati secara streaming melalui digital platform seperti Spotify dan Joox.
Roadshow 5 Kota
Dalam rangka mempromosikan single perdana, The Nuna menggelar roadshow ke lima kota di Sumatera Utara yakni Medan, Tebing Tinggi, Kisaran, Siantar, dan Aek Kanopan. Kota-kota tersebut dikunjungi secara bergantian dalam waktu satu minggu.
Siantar menjadi yang teristimewa karena antusias masyarakat menyambut The Nuna sangat baik. “Paling heboh ya di Siantar. Mereka solidaritasnya tinggi, datang lihat kami perform, support-nya tinggi, acaranya kalau enggak diberhentikan enggak bakal selesai, seru lah,” tutur Hanna.
Selama tampil di berbagai panggung, The Nuna selain menyanyikan lagu sendiri, juga membawakan lagu dari musisi lain dengan gaya khas The Nuna. “Kalau cover gitu bisa. Pernah live di Danau Toba, kami bawain lagu bahasa Batak, ya disesuaikan dengan acaranya,” pungkas Hanna.
Ciptakan Genre DBM
Berbeda dengan jenis musik pada umumnya, The Nuna mengusung genre Digital Ballad Music (DBM) pada setiap lantunan lagunya. “Genre kami buat sendiri karena gaya nyanyiku ada baladanya, enggak bisa hilang walaupun dikasi musik disko. Jadi kami buat genre baru, DBM, gaya bernyanyinya ballad musiknya elektronik,” kata Hanna.
Dalam musik elektronik tersebut juga disisipi instrumen tradisi seperti ‘kulcapi’ alat musik khas Karo dan ‘taganing’ alat musik Batak Toba. Hal ini membuat khazanah musik yang dihasilkan The Nuna layak diapresiasi tinggi.
“The Nuna enggak ikut-ikutan. Baru kami yang pakai genre itu, elektronik dikombinasi dengan musik tradisi dan vokal ballad-nya. Ada beberapa DJ di Medan atau orang yang bergerak di musik elektronik, tapi enggak semua bikin karya lagu sendiri,” tambah Wisnu, pria kelahiran Deli Tua, 7 Februari 1994 ini.
Target Buat Album
Sampai saat ini The Nuna sudah memiliki tiga single dan sedang memasuki tahap pengerjaan single ke-4. Single perdana Pasti Terganti sudah dirilis tahun lalu, tahun 2019 ini The Nuna akan segera merilis single ke-2.
“Rencana launching single selanjutnya mungkin setelah pemilu. Kami lihat pasar juga, apa yang lagi hangat, perhatian orang enggak kemana-mana baru kami rilis,” ujar Hanna, wanita kelahiran Pancur Batu, 14 Agustus 1983 ini.
The Nuna pun menargetkan untuk merampungkan satu album yang nantinya akan menjadi amunisi untuk menggelar pertunjukan musik. Dengan adanya album, The Nuna juga berharap standarisasi fee menjadi semakin baik terutama di kota Medan.
Harapan Musisi Indie
Sebagai salah satu pelaku musik indie, The Nuna menyayangkan kemunculan RUU permusikan yang membelenggu proses berkarya. Menurut mereka, RUU dirancang karena ketakutan major label terhadap industri kreatif terutama home recording.
Seperti yang diketahui, major label biasanya memiliki aturan-aturan berdasarkan kepentingan komersil, oleh karena itu banyak musisi yang memilih berkarir secara independent. Sebagai salah satu musisi indie, The Nuna pun menuturkan harapannya.
“Harapan kami pemerintah lebih memperhatikan musisi indie karena karyanya jujur menyampaikan keresahan. Wadah bermusik di Medan juga kurang. Mestinya ada gedung pertunjukan yang layak untuk menampilkan karya. Buat taman kesenian atau kampung seni mungkin,” ucap Hanna dan Wisnu bersamaan.