Penulis: Vicky Siregar
Fotografer: Vicky Siregar & Dok. Pribadi
Bagi pencinta dan penikmat musik, pasti mengenal kelompok musik ‘Suarasama’ yang sudah eksis sejak 1998, baik di dalam maupun luar negeri.
Suarasama didirikan oleh Irwansyah Harahap dan Rithaony Hutajulu di tahun 1995 setelah keduanya kembali dari studi Ethnomusicology di University of Washington Seattle USA (1991-1994) dengan tujuan menjadikan musik sebagai medium lintas peradaban dan membangun kesetaraan pandangan tentang kebudayaan musik tradisi maupun modern atau kontemporer dalam proporsi yang semestinya.
“Menjadikan musik sebagai salah satu budaya ekspresif manusia, dengan tidak hanya menggambarkan aspek estetik musikal semata, akan tetapi menjadi jembatan membangun ruang dialog kemanusian itu juga salah satu tujuan Suarasama,” ucap Irwansyah.
Mendengar paparan tujuan Suarasama didirikan, tak heran jika apa yang mereka impikan sejak dulu akhirnya terbayar lunas dengan sejumlah prestasi gemilang yang dituai dalam tinta perjalan mereka di pentas musik. Seperti kata pepatah, berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, sesuai dengan kondisi yang dirasakan Suarasama saat ini.
Terbukti dengan diterbitkannya album pertama Suarasama, Fajar di Atas Awan oleh Radio France Internationale, France 1998, diterbitkan ulang oleh Drag City, Chicago 2008 dan Space Rec 2014. Lagu Fajar di Atas Awan sendiri juga telah diterbitkan dalam kompilasi Music of Indonesia Vol. 20 (1999) oleh Smithsonian Institution dan oleh Uncut Magazine (2008).
Irwansyah Harahap selaku komposer utama Suarasama sudah banyak melakukan sintesis berbagai idiom tradisi musik dunia, seperti Asia Selatan (India–Pakistan), Timur Tengah (Turki–Arabic), Eropa Timur serta pengaruh dari pengalaman studi etnomusikologi yang digelutinya. Karya-karyanya pada dasarnya mencerminkan akar kebudayaan dan kearifan lokal tempat ia tumbuh, sebut saja budaya Melayu, Batak dan lainnya.
Kelompok musik Suarasama juga telah melakukan pertunjukan musik, baik di dalam maupun luar negeri, di antaranya adalah Sufi Soul 2nd World Music Festival in Pakistan, Sharq Taronalari Festival in Uzbekistan (2001), Bali World Music Festival (2002), North Sumatera Traditional Music and Dance in Guangzhou, China (2001), North Sumatera Traditional Music in Singapore (2002), Asean Composer League and International Puppet Festival, New Zealand (2007), Second International, Second International Rondalla Festival, Philippines (2007), Riau Hitam Putih World Music Festival (2008), Asian Music Forum, Thailand (2009).
Bandung World Jazz Festival (2009), WARE (Wellington Asian Residency Exchange) Suarasama Farewall Concert (2009), Minpaku Museum of Ethnology Osaka in Japan (2010), Rondalla Festival, Philippines (2011), Art Summit, Indonesia (2013), Frankfurt Bookfair Germany (2015), “Festival Pasar Hamburg” Germany (2017), Europalia Festival (2017) bersama kelompok Mataniari di Belanda dan Belgia sekaligus Beyond Europalia di Asturias, Spanyol. Festival Kebudayaan Indonesia (KKI) di tahun 2018, Jakarta dan terakhir Toba Caldera World Music Festival 2018, Balige Tobasa, Indonesia.
Berkat ketekunan Irwansyah Harahap, akhirnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia memberikan “Anugerah Kebudayaan dan Penghargaan Maestro Seni Tradisi 2017” kepada pria kelahiran 21 Desember 1962 ini.
Rithaony Hutajulu juga angkat bicara terkait pencapaian-pencapaian luar biasa yang diperoleh Suarasama selama ini.
“Sebelumnya memang tidak mudah bermain genre musik yang kita usung di Suarasama, tapi karena kita konsisten, bermain dengan menggunakan perasaan dan ikhlas, serta selalu terus belajar-belajar jenis musik yang ada di dunia ini, sehingga wawasan kita pun kaya akan musik,” pungkasnya.
Saat ini, Suarasama sudah menjadi lembaga formal secara administrasif yang dibentuk sejak 2018 kemarin melalui akta notaris nomor: 56/Lm/PEND/208. Hebatnya lagi, Lembaga Suarasama saat ini menaungi tiga divisi kegiatan, pertama sebagai Kelompok Musik Suarasama dengan genre World Music dan World Jazz. Lalu yang kedua sebagai Rumah Musik Suarasama, yang mana di sini lahir para komunitas musik dan budaya.
Serta yang ketiga adalah sebagai Kelompok Mataniari karena kebanyakan para anggota Mataniari ingin mendalami ilmu musik dan tari tradisi Batak Toba. Sungguh tak heran, perjalanan panjang yang berliku ini, akhirnya sukses menjadikan Suarasama diperhitungkan di industri musik nasional dan internasional.