Pada saat pertandingan Men’s Single Grand Slam Wimbledon 2021 antara Novak Djokovic melawan Jack Draper di London, Inggris 28 Juni lalu, announcer lapangan mengumumkan kepada semua orang yang hadir di Centre Court Wimbledon untuk memberikan standing ovation yang meriah untuk seluruh Layanan Kesehatan Nasional (NHS) Inggris dan paling special untuk seorang perempuan hebat yang sedang mengenakan coat merah, namanya Professor Sarah Gilbert. Selama satu menit penonton memberikan tepuk tangan yang meriah kepada pahlawan yang dunia butuhkan untuk saat ini selama masa pandemi Covid-19.
Mungkin kawan-kawan banyak mendengarkan celotehan di tongkrongan anda seperti “Wah, untung kali lah orang yang ciptakan obat Covid-19 ini nanti ya..” Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa budaya kapitalis yang merembak di dunia saat ini berlomba-lomba untuk menguasai hak paten demi meraup kekayaan yang di luar nalar. Bayangin aja coba puluhan juta manusia akan membayar vaksin yang sudah anda patenkan, pundi-pundi yang terbayang di kepala anda pasti sudah over the limit, kan!
MELEPAS HAK PATEN
Tetapi banyak yang tidak mengetahui sebuah keputusan yang sangat mulia yang dilakukan oleh Professor Dame Sarah Catherine Gilbert untuk menjawab tudingan dari celoteh yang disebutkan di atas. Peneliti asal Negeri Ratu Elizabeth ini memutuskan untuk melepaskan hak paten atas vaksin yang ia ciptakan, AstraZeneca, yang dibuat oleh hasil kerjasamanya dengan peneliti dari Oxford University for the sake of humanity.
“Saya tidak ingin mengambil hak paten penuh, agar kita bisa berbagi intelektual. Siapapun bisa membuat vaksin mereka sendiri demi mengatasi pandemi ini,” tuturnya dikutip Reuters. Sesuai dengan keinginannya, Oxford dan AstraZeneca juga telah sepakat untuk tidak mengambil untung dari vaksin yang diciptakan hasil dari jasa perempuan hebat ini.
BBC menyebutkan bahwasanya vaksin AstraZeneca hanya memakan biaya senilai US $4 atau senilai Rp57,947 per dosis vaksin. AstraZeneca memiliki sejumlah keunggulan seperti tidak perlu menyiapkan alat pendingin canggih untuk menyimpan vaksin. Ini membuat banyak negara memesan vaksin tersebut termasuk melalui skema COVAX, yang menjamin keadilan vaksin corona bagi negara menengah ke bawah. Menurut laporan Lancet, berdasarkan analisis interim hasil uji klinis tahap tiga di dua negara, yakni Brasil dan Inggris, efikasi AstraZeneca mencapai 70%. Standar efikasi minimal vaksin Covid-19 adalah 50%.
AHLI VAKSINOLOGI DARI INGGRIS
Profesor Sarah Catherine Gilbert merupakan seorang ahli vaksinologi dari Jenner Insttute & Nuffield Department of Clinical Medicine, Universitas Oxford. Dalam pengembangan vaksin corona, ia menjadi salah satu formulator vaksin Covid-19 dari Oxford dan AstraZeneca. Ia berasal dari Northamptonshire, Inggris dan lahir di kota yang sama pada April 1962. Ia meraih gelar sarjana ilmu biologi dari University of East Anglia. Ia melanjutkan program doktoralnya dengan mengambil jurusan genetika dan biokimia di University of Hull. Sebelum pengembangan vaksin corona, Gilbert juga terlibat dalam pengembangan vaksin-vaksin sebelumnya, salah satunya dalam pengembangan vaksin virus Ebola.
Gilbert memulai pembuatan vaksin Covid-19 usai membaca laporan tentang pasien dengan penyakit pneumonia yang aneh di Tiongkok pada 2019. Sejak itu, ia memulai penelitiannya. Ia merasa perlu mempercepat penelitiannya seiring angka kematian virus corona yang semakin tinggi tiap harinya. Dalam pengembangan ini ia bekerja sama dengan peneliti dari Universitas Oxford lainnya. Uji coba vaksin Covid-19 pada hewan ia mulai pada Maret 2020 dan pada manusia sebulan kemudian. Pada bulan itu, Gilbert mengumumkan vaksinnya akan segera keluar untuk manusia.
KEUNGGULAN VAKSIN ASTRAZENECA
Gilbert yang juga merupakan pemimpin penelitian vaksin AstraZeneca untuk melawan virus Covid-19 atau SARS-CoV-19 berhasil membuktikan kepada dunia saat vaksin AstraZeneca salah satu yang paling awal hadir di tengah pandemi corona.
Data dari Pusat Kesehatan Publik Inggris (PHE) menyebutkan, vaksin AstraZeneca memiliki efektivitas 60% sampai 66% untuk dosis pertama. Sedangkan di dosis kedua angkanya naik menjadi 81%. Efektivitasnya mencapai 92% untuk mengurangi pasien Covid-19 yang rawat inap setelah dua dosis. “Vaksin terus membantu memutuskan hubungan antara rawat inap dan varian Delta,” kata Menteri Vaksin Inggris Nadhim Zahawi (dari situs resmi PHE).
Vaksin AstraZeneca pun termasuk vaksin yang paling murah harganya dibandingkan vaksin sejenis. Hal ini tidak lepas dari keputusan sang penemu untuk melepaskan hak patennya, yang juga membuat negara-negara lain juga memiliki kesempatan dalam mengembangkan vaksin untuk melawan virus Covid-19. Luar biasa melihat keputusan Dame Sarah Gilbert dalam memilih kemanusiaan daripada keuntungan akan pundi-pundi yang bisa ia dapatkan.
Pada 30 Desember 2020, vaksin corona AstraZeneca yang dia kembangkan bersama dengan Oxford Vaccine Group telah disetujui untuk digunakan di Inggris. Pada Februari lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyetujui penggunaan vaksin tersebut. Tahun ini, atas kebesaran hatinya dalam melepaskan hak paten tersebut, Kerajaan Inggris menganugerahkan gelar kebangsawanan Dame Commander of the Most Excellent Order of the British Empire (DBE) kepada Sarah Gilbert atas jasanya pada ilmu pengetahuan dan kesehatan manusia banyak.
Penulis: Abram Sumber: katadata.co.id