MURAL DAN KISAHNYA DENGAN PERPOLITIKAN
Para sejarawan telah menelusuri akarnya kembali ke abad 1 SM, dan beberapa menyimpulkan bahwa sejak awal masyarakat Romawi memang senang mencoret-coret pesan di dinding bata-kering. Tetapi baru setelah sampai di era Revolusi Prancis, ketika pemberontak mulai menganggu seni kelas atas untuk melakukan protes terhadap hierarki yang membelenggu masyarakat Prancis, sejak itu, kebangkitan seni jalanan di seluruh dunia telah mencerminkan berbagai gelombang suara politik. Salah satu contoh paling ikonik dari seni jalanan politik adalah grafiti sepihak Tembok Berlin, pertarungan ekspresi publik versus totalitarianisme.

Grafiti tembok Berlin berjudul ‘Bruderkuss’ karya seniman Rusia, Dmitri Vrubel, menjadi paling terkenal dan fenomenal di dunia. Lukisan itu menampilkan Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet, Leonid Brezhnev, mencium Sekretaris Jenderal Partai Sosialis Jerman Timur, Erich Honecker.
Dengan iklim politik saat ini, tidak mengherankan bahwa beberapa mural baru yang terkenal bermunculan. Tahun lalu, publik diramaikan dengan mural ‘Donald Drumpf’ sebagai calon presiden yang layak. Kritik atas Donald Trump itu bukan dilukiskan oleh warga AS di tanah mereka sendiri, ternyata bukan hanya orang Amerika Serikat saja yang khawatir tentang Trump menjadi presiden (lagi), karena mural yang dilukis di Bristol, Inggris menampilkan Trump mencium politisi Inggris Boris Johnson, yang merupakan tokoh kampanye Brexit.
Tetapi ketika datang kebangkitan mural politik, Anda tidak dapat menyangkal pentingnya media sosial untuk membuat yang fana, permanen. Bisa dibilang aksesibilitas ke seni jalanan membuatnya jauh lebih ramah media sosial dan egaliter daripada galeri seni yang diatur. Faktanya, itulah keindahan seni jalanan, siapa saja dan semua orang dapat memilih untuk membuat mural karena Anda bahkan tidak perlu mengidentifikasi diri Anda sendiri. Baik di AS maupun Inggris, di mana seni rupa sering distereotipkan sebagai milik elit sombong, seni jalanan adalah domain dari semua. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa mural telah menjadi alat politik yang populer.
Bahkan tampak bahwa gambar-gambar seperti tokoh politik yang berciuman atau karya seniman lain seperti Banksy, tetap berada dalam kesadaran publik dengan lebih jelas. Saya kira pertanyaannya benar-benar, untuk semua efektivitas mural dan sejarah panjang mereka, mengapa masyarakat umum masih tidak memberikan reputasi serius seni rupa di galeri? Terlebih dari itu, mural ‘Http 404’, kenapa ya kok dihapus?
Penulis: Abram Sumber: Bisnis.com, Kompas.com, Widewall.ch