Medan memang sudah lama dikenal sebagai kota yang punya gaya tersendiri dalam bertutur kata, dalam bentuk kalimat apapun mereka punya gayanya sendiri. Seakan menjadi tradisi, merombak kalimat memang sudah mendarah daging di ibu kota Sumatera Utara ini. Entah sejak kapan kebiasaan mengganti kata baku dengan kata paling tidak baku atau biasa disebut bahasa tongkrongan ini menjalar di seantero Kota Medan, dan entah bagaimana pula cara orang-orang ini dapat mengerti kalimat yang dimaksud tanpa perlu dijelaskan arti kata tersebut. Tapi percayalah kawan, soal memahami kata yang rada nyeleneh anak Medan emang jagonya. Gak percaya? Coba aja terjemahkan kalimat ini kalau bisa.
“Wak, apakan dulu si kawan itu tapi jangan apa kali nanti apa pulak jadi apa-apa takutnya.”
Sebelumnya dengan tidak mendeskreditkan siapapun saya rasa ada dua etnis besar yang bertanggung jawab dalam menciptakan cara berbicara masyarakat Medan. Etnis Batak dan Melayu pelakunya. Perlu kita ketahui kebiasaan orang Batak yang kalau ngomong keras padat dan cenderung mengancam dipadukan kebiasaan orang Melayu yang bagus dalam membangun obrolan menjadikan dua etnis ini ujung tombak dalam gerakan perombakan kalimat di kota Medan.
Aspek efisiensi menjadi aspek penting dalam tradisi merombak kalimat di kota Medan karena kebanyakan masyarakat kota Medan senang memposisikan dirinya dalam keadaan terburu-terburu atau biasa disebut “kesetanan”.
Selanjutnya budaya nongkrong masyarakat Medan terutama anak muda disekitaran pusat kota juga tidak kalah penting dalam tradisi perombakan kata, seperti kata pepatah kuno dari gang bengkok kota Medan “tidak jarang kata-kata yang besar lahir dari tongkrongan yang kecil”.
Dalam aktivitas perombakan kalimat, nongkrong tak jarang menjadi seperti ajang pencarian hilal, jika pencarian hilal menuggu bulan sabit pertama, maka nongkrong menunggu kalimat “nyeleneh”. Perihal kondisi dan syarat pemakaiannya, belakangan, yang penting dipakai aja dulu, kalau udah cocok, baru sikat. Ya sebelas dua belas dengan sidang isbat lah. Nah, yang menarik peran besar aktivitas nongkrong dapat mengasah kreatifitas anak medan dalam menciptakan kata dan kalimat baru. Fakta ini didapat dari cocokologi dengan metode pencocokan gaya Lord Rangga.
Tulisan ini tidak akan menyerempet perihal penutur bahasa di kota Medan, karena apa? Ya kelen kira aku seniat itu mikirnya, apalagi kalau membicarakan faktor historis dan semiotika yang membentuk bahasa orang Medan, alah le baya kalau soal itu jadi urusan mahasiswa asal medan yang lain aja lah lekku. Maka dari itu saya lebih memilih membeberkan tips and trick agar Anda mudah bersosialisasi dengan warga medan.
Tips ketika ingin bertanya
- Jika anda ingin menanyakan posisi atau tujuan lawan bicara anda, gunakan kata “Menew” atau “Mana” sebagai kalimat pengganti dari “Mau kemana” “Dari mana” dan “Sedang dimana”.
- Jika anda ingin menanyakan keadaan lawan bicara anda, gunakan kata “Aman” “Acem” atau kalimat “apa cerita” sebagai kalimat pengganti dari “Apa Kabar”. Contoh; “Aman kau?” “Aman mamakmu?” “Acem tadi di sekolah?”
Tips ketika ingin berbelanja
Perlu diingat aspek efisiensi sangat penting untuk diperhatikan jika anda ingin membeli sesuatu di warung di kota Medan. Mengatakan langsung apa yang anda ingin akan lebih efisien daripada menanyakan ketersediaannya terlebih dahulu.
“Bang ada rokok gak?”
“Ada rupanya uangmu dek?”
Jika anda belum siap “diterkam” dengan kalimat diatas, ganti kalimat anda dengan “Bang sampurni sebungkus”.
Tips penggunaan kata “Kali”
Kata “kali” merupakan singkatan dari kata “sekali” yang bermakna amat atau sangat. Aspek efisiensi waktu membuat kata ini sering dipakai.
Contoh: “Manis kali kopinya”
Tips penggunaan kata “Bah”
Belum ada makna yang pasti perihal kata “bah” tapi yang pasti kata ini biasanya diucapkan ketika ingin meluapkan perasaan kecewa, bingung, terkejud, menyesal, kagum dan perasaan yang lain. Lagi-lagi aspek efisiensi bermain dalam kata ini, aspek efisiensi dalam upaya hiperbola dibantu dengan satu kata dalam hal ini. Tidak ada aturan yang jelas dalam penggunaan kata ini, yang jelas kalau emang cocok, tambahin aja di awal, di tengah atau di akhir kalimat kalian. “Bah” bisa dibilang bukan sembarang imbuhan karena dia bisa masuk ke dalam bentuk kalimat apa saja.
Contoh:
“Cantik kali bah kakak itu”, “kencang kali bah mobil dia”, “iya bah”, “Bah udah menang?”.
Pada akhirnya memang orang Medan tidak pernah kekurangan kata dalam membahasakan sesuatu, dari sudut ke sudut, dari meja ke meja, dari gelas ke gelas, dari tongkrongan ke tongkronga. “yang kurang itu cuman satu di Medan, orang jujur sama orang yang gak sok tahu”.
Penulis: Dimas Sibarani Editor: Elsa Malona