Merdeka Walk, Mulai dari pujasera sampai public space kekinian anak Medan

1689

Kiprahnya dalam menjelma menjadi daerah yang berstatus metropolitan, Kota Medan kini
semakin terus menggaungkan kemegahannya. Mulai dari bangunan-bangunan bergenre
milenialis dan infrastruktur yang perlahan terus ditingkatkan. Dengan adanya perkembangan jumlah penduduk kota Medan saat ini yang sudah mencapai angka dua jutaan penduduk turut pula membawa tingginya volume pembangunan gedung, perumahan, jalan raya, mall atau tempat perbelanjaan sebagai tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup penghuninya.sejalan dengan hal tersebut seakan tidak ada celah yang tersisa untuk dijadikan sebagai public space.

Upaya pemko Medan untuk menghadirkan public space seperti taman-taman kota yang
notabene dijadikan sebagai wujud kesehatan lingkungan juga tempat wisata keluarga atau
kerabat yang ingin bersilaturahmi sepertinya harus tersaingi dengan mall atau pusat
perbelanjaan sejenis yang lebih tersohor untuk menjadi public space. Namun sayangnya mall atau pusat perbelanjaan masih dikonotasikan sebagai tempat untuk mereka yang ekonominya menengah ke atas atau paling tidak dari segi usia, mall lebih identik dengan muda-mudi dan kaum sosialita. Maka tak heran mall masih terkesan private dibandingkan dengan ruang publik yang terbuka. Lantas bagaimana dengan public space bernuansa kafetaria. Ternyata sangat banyak warga kota Medan yang lebih menggemari public space seperti ini.

Public Space terkece di kota Medan

Berbicara lanjut tentang public space mana yang super kece dan nyaman, tampaknya tak bisa dipungkiri Merdeka Walk-lah jawaranya. Lokasi yang juga berdekatan dengan stasiun kereta api di sebelah utara lapangan dan diapit oleh hotel besar, Grand Aston dan Balai Kota serta Kantor Pos, menjadikan Merdeka Walk sangat mudah untuk dijangkau bahkan oleh pengunjung luar kota sekalipun. tak heran jika banyak orang menjadikan Merdeka Walk sebagai meeting point jika ingin bertemu di kota Medan.

Tak pandang bulu dan usia semua kalangan bisa menjadikan tempat kekinian ini sebagai sarana untuk bersenda gurau dengan saudara atau teman-teman komunitas.

Tak hanya itu, Merdeka walk juga sering menyajikan berbagai hiburan-hiburan seperti live music, kompetisi modelling, band, dan juga sarana unjuk gigi berbagai komunitas yang ada di Medan.

Tapak Tilas Merdeka Walk

Citra historikal kota Medan semakin lengkap karena keberadaan Lapangan Merdeka yang menjadi alun-alun kota yang dulu disebut dengan De espanade. Alun –alun kebanggaan kota Medan dikelilingi berbagai bangunan bersejarah pada masa kolonial Hindia Belanda, diantaranya Kantor Pos Medan, Hotel De Boer (Dharma Deli), Gedung Balai Kota Lama dan Gedung de Javasche bank (Bank Indonesia).

Pada tahun 1870, sejalan dengan perpindahan ibukota presidenan dari Bengkalis ke Medan, lapangan merdeka dijadikan alun-alun kota sebagai syarat pendirian ibu kota pada masa tersebut. Dan Pada tahun 1942, nama Esplanade berubah menjadi Fukuraido yang juga bermakna “lapangan di tengah kota”. Berbagai peristiwa bersejarah terekam pernah terjadi di Lapangan Merdeka, termasuk upacara penyambutan pilot pesawat yang mendarat pertama kali di Medan pada November 1924. pada 6 Oktober 1945 dilaksanakan rapat raksasa di Fukuraido yang menyiarkan secara resmi berita proklamasi Indonesia, yang dibacakan Gubernur Sumatera Muhammad Hasan. Pada 9 Oktober 1945, nama Fukuraido berubah menjadi Lapangan Merdeka dan disahkan Wali Kota Medan, Luat Siregar.

Jejak sejarah ini bisa dilihat dalam sebuah tugu di pinggir lapangan tersebut. Tugu dengan ukiran-ukiran yang menggambarkan situasi apel proklamasi pertama 6 Oktober 1945. Di atas tugu ini, terdapat lambang Pancasila yang kian pererat rasa kesatuan dan persatuan di lapangan ini.

Pemerhati Sejarawan Medan, Handoko, M.Hum. berpendapat tentang eksistensi nilai histori
lapangan merdeka dari dulu hingga saat ini sudah banyak perubahan.

“Lapangan merdeka sebagai salah satu jati diri perkembangan di kota Medan, lihatlah lapangan merdeka kini bukan lagi sekadar alun-alun kota. Dulunya berfungsi sebagai tempat upacara, tempat berkumpul dan juga sebagai sarana olahraga. Tapi kini kian beragam, ruang terbuka hijau sudah dipersempit karena di beberapa bagian sudah dijadikan lahan-lahan dagang buku dan tempat kuliner, belum lagi jejak peninggalan Belanda, Monumen Tamiang, sebuah prasasti yang berisikan nama-nama korban yang meninggal saat kejadian perang di
Tamiang yang dibuat oleh Belanda, tapi kini sudah dihancurkan. Hal inilah yang bisa menurunkan nilai histori kota Medan, terbukti hingga saat ini lapangan merdeka belum bisa
dijadikan sebagai salah satu cagar budaya di kota Medan,” katanya.

Ia juga mengemukakan bahwa ternyata Merdeka Walk itu tidak pernah ada dalam rentetan catatan sejarah, Drs. H. Abdillah, SE, Ak, MBA , yang menjabat sebagai walikota Medan tahun 2005 lalu mengagas lahirnya Merdeka Walk sebagai salah satu tempat wisata kuliner Medan yang dikabarkan kontraknya akan berakhir 2030.

Pujasera Malam kota  Medan

Sebagai kota yang juga dikenal dengan warna – warni kuliner multietnis, Jika ingin
berkunjung ke Medan, belum lengkap rasanya jika belum berkunjung dan belum mencicipi
segala hal makanan dan minuman yang ada di seputaran Merdeka Walk Medan, mulai dari
junk food hingga western food hadir untuk pecinta kuliner, tak ketinggalan juga, menu-menu khas Medan juga melengkapi kenikmatan yang dihadirkan oleh Merdeka walk.

Baca Juga:  Daftar Nominasi Baeksang Arts Awards 2024, Exhuma Mendominasi

Beberapa di antaranya adalah Nelayan Jala-jala, Warung Kopi Srikandi, Ayam Penyet Ria dan masih banyak lagi. Untuk memilih makanan yang ingin dipesan Anda bisa duduk di mana saja yang diinginkan, tak lama pramusaji dari berbagai tenant yang berhampiran akan datang menawarkan menu sesuai keinginan anda. Merdeka walk juga merupakan bagian penting khususnya untuk penikmat jajanan dan kuliner. Sebagai tempat wisata kuliner dulunya menghadirkan 50 tenant-tenant di bidang makanan, kini mengerucut menjadi 12 tenant saja, hal itu dilakukan agar penataan Merdeka walk bisa lebih nyaman untuk bisa dinikmati.


Warning: A non-numeric value encountered in /home/kovermag/public_html/wp-content/themes/Newspaper/includes/wp_booster/td_block.php on line 353