Kantor Pos Besar Medan adalah salah satu kiblat kota Medan yang tetap dipuja oleh warga Medan bahkan dunia. Bangunan peninggalan Belanda ini masih berdiri kokoh hingga saat ini dan tetap dirawat dengan baik.
Kantor Pos Medan didirikan dalam masa kepemimpinan Residen J. Ballot, dirancang oleh Ir. Snuyf dari Burgelijke Openbare Werken (BOW) dan dibuka pada tahun 1911, tulisan di dinding luar bangunan “ANNO 1911” adalah penandanya. Dengan demikian, bangunan ini berusia 110 tahun saat ini. For the record, Snuyf yang disebut sebagai Direktur Jawatan Pekerjaan Umum Belanda untuk Indonesia juga mendesain Balai Kota Palembang (dibangun 1928-1931).
Bangunan ini memiliki luas 1200 meter persegi, dengan tinggi mencapai 20 meter. Bangunan kantor pos ini didesain dengan nuansa arsitektur Eropa yang dikenal dengan nama Arsitektur Modern Fungsional (Art Deco Geometrik). Karakter utama bangunan didominasi dengan warna putih dan oranye. Bentuk kubahnya yang unik tetap dipertahankan walaupun kantor pos ini telah mengalami beberapa kali renovasi.
Jendela-jendela yang besar dan tinggi terletak pada sisi-sisi bangunan berbentuk setengah lingkaran, dengan tiang putih yang menyangganya, membuat bangunan tersebut terlihat seperti kandang burung merpati pos yang dahulunya dimanfaatkan sebagai sarana berkirim surat.
Pembangunan kantor pos dilatarbelakangi perkembangan ekonomi, terutama di sektor perkebunan yang dulunya adalah sumber mata pencaharian warga Medan dan sekitarnya. Ratna, sebagai sejarawan kota Medan mengungkapkan, tujuan utama pembangunan Kantor Pos karena perkembangan dunia perekonomian di bagian perkebunan.
“Pembangunan Kantor Pos itu untuk mendukung perekonomian. Namun tak bisa dikesampingkan, selain kantor Pos, hotel-hotel juga dibangun. Meroketnya perekonomian perkebunan, membuat Belanda harus membangun (Kantor Pos), karena orang Belanda yang di Jakarta dan di Belanda harus menerima laporan keuangan dan lain sebagainya. Terutama di Medan, penjajah Belanda memberikan report melalui surat kepada atasan mereka yang ada di Jakarta dan Belanda.
Sedangkan untuk Indonesia, tidak bisa mempergunakannya, kantor Pos pada masa Kolonial Belanda hanya bisa digunakan oleh orang Belanda itu sendiri,” ucap Ratna.
Menuju kemerdekaan Republik Indonesia, Kantor Pos peninggalan Belanda, tidak dipergunakan untuk menyebarluaskan kemerdekaan. Mayoritas rakyat Indonesia mengumandangkannya dengan mencoret-coret dinding, jalan, gedung, dan hotel. Sebaliknya, pada masa penjajahan Jepang, tentara Jepang memboikot seluruh peredaran media (elekronik, radio, surat kabar, dan Kantor Pos). Pemboikotan tersebut dilakukan untuk meredam penyebaran kemerdekaan, termasuk Kantor Pos Medan.
“Dulu, setelah detik-detik kemerdekaan, tentara Jepang memboikot seluruh media apapun termasuk kantor pos. Tindakan tersebut dilakukan untuk menghentikan penyebaran berita kemerdekaan. Tak ada satu pun yang bisa menggunakan kantor pos.
Untuk mengatasi hal tersebut, warga Medan dan sekitarnya mencoret-coret dinding termasuk mencoret dinding Kantor Pos dengan tulisan kemerdekaan. Ekspresi tersebut dilakukan karena tentara Jepang membatasi akses penyebaran kemerdekaan, dan ini juga menjadi salah satu faktor, kenapa warga Medan tidak merasakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945,” ungkap Ratna. Kantor Pos diambil kendali oleh Jepang untuk mempersempit penyebaran kemerdekaan.
Kantor Pos Besar Medan juga ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya (CBC) berdasarkan Undang-undang Nomor 10 tahun 2010 dan Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 2 Tahun 2012. Gedung yang menyimpan nilai sejarah tinggi ini sekaligus menjadi salah satu landmark Kota Medan yang terkenal.