Layar Indie Project, Ajang Unjuk Gigi Pencinta Film

Perkembangan Industri perfilman Indonesia semakin menunjukkan taringnya. hal itu Terlihat dari film seperti Pengabdi Setan, Dilan 1990, hingga film The Raid  yang sukses menguasai bioskop, bahkan mampu menggusur film-film luar negeri yang rilis dalam waktu yang bersamaan. juga  jangan sampai di lupakan rekor penonton yang terus dipecahkan.

Ketika rekor positif ini terus dipertahankan, maka ini menjadi pertanda baik. Industri perfilman Indonesia terus tumbuh, sineas muda mulai bermunculan, komunitas-komunitas ekshibisi yang terus berlayar dan para penonton terpuaskan dengan karya yang mereka tonton. Salah satu komunitas ekshibisi yang juga mempengaruhi kebangkitan perfilman Indonesia adalah Layar Indie Project. Layaknya bioskop komersial, Layar Indie Project (LIP) hadir sebagai alternatif pertunjukan film di Kota Medan.

Sebagai sebuah komunitas ekshibisi film yang diinisiasi oleh kreator-kreator independen maupun profesional, Layar Indie Project juga dapat disebut sebagai wadah pencinta film untuk saling berdiskusi tentang proses kreatif film di Kota Medan.

Layar Indie Project dibentuk pada 31 Oktober 2017 tepatnya setelah Hari Film Nasional. Komunitas ini sudah menggelar enam kegiatan pemutaran film diantaranya tiga kali reguler, tiga kali premiere dan dua kali workshop perfilman. Kategori reguler merupakan empat film yang dibuat oleh empat kreator, sedangkan premiere adalah empat film yang dikreasikan oleh satu kreator saja. Kelahiran Layar Indie Project ini pun diawali karena keresahan rekan-rekan sineas atau kreator film Medan yang tak tentu arah untuk mempertunjukkan filmnya.

“Perkembangan komunitas film di Medan sudah sangat pesat, banyak kreator yang ingin menyalurkan hobi namun tak tahu mau dibawa ke mana setelah film ini dibuat. Dari keresahan tersebut, Layar Indie Project hadir sebagai wadah untuk memamerkan hasil karya mereka,” kata Roby Syaputra, selaku Kepala Divisi Programmer Layar Indie Project.

Baca Juga:  Perbedaan Lip Oil dan Lip Balm yang Jarang diketahui

“Diskusi, ekshibisi, kolaborasi” adalah moto atau tiga tujuan utama terbentuknya Layar Indie Project. Selain sebagai wadah untuk unjuk gigi melalui film, komunitas ini juga menjadi sarana berdiskusi dan berkolaborasi antarsineas.

Pada setiap kegiatan penayangan, jika film selesai diputar maka akan dibuka sesi diskusi terkait dengan proses kreatif pembuatan film hingga pada akhirnya para sineas bisa saling bertukar pikiran bahkan menciptakan kolaborasi guna menghasilkan karya film yang luar biasa.

Layar Indie Project juga mematok harga tiket jika ingin menikmati karya-karya film layaknya menonton di bioskop. Dengan merogoh kocek tiga puluh ribu, pencinta film sudah bisa menyaksikan empat film yang berbeda, sembari menikmati kudapan yang disuguhkan, dan melihat pertunjukan musik, puisi, monolog bahkan penonton dapat ikut serta sharing session tentang garapan dan proses kreatif film tersebut.

“Kami sengaja membuat price list untuk yang menonton agar film itu dihargai. Membuat film itu mahal, perlu biaya yang banyak. Dengan sifat membayar tiket, kreator dan penonton bisa sama-sama bertanggung jawab untuk menghargai filmnya,” kata Roby.

Selaku orang yang sangat aktif di dunia perfilman, Roby berharap kepada seluruh kreator film untuk dapat berjejaring dan tidak lagi menjadikan film sebagai ajang berkompetisi.

“Yuk kita realisasikan tagline ‘menuju kebangkitan film Sumut’ dengan saling bertukar pikiran antar pelaku film baik pemula atau yang sudah berkompeten. Hadirnya Layar Indie Project merupakan salah satu jembatan untuk hal tersebut,” katanya.

Layar Indie Project membuka kesempatan sebesar-besarnya kepada semua yang ingin berkolaborasi atau bergabung menjadi bagian Layar Indie Project. Untuk informasi segala kegiatan dapat dilihat di instagram @layarindieproject.

Penulis: Ade Syaputra

Foto: Dok. Pribadi