Baru-baru ini viral sebuah video yang memperlihatkan seorang ibu hendak melempar bayinya ke rel kereta api. Sontak hal ini mendapat banyak respon dari banyak warganet. Diketahui Perempuan tersebut tampak sedang tidak dalam kondisi yang baik ketika diamankan oleh petugas yang diketahui di Stasiun Pasar Minggu tersebut.
Sang ibu terlihat tidak bisa mengendalikan dirinya meski berusaha ditenangkan, sementara anaknya terus menangis di pelukan petugas. Banyak warganet yang menilai bahwa perempuan tersebut sedang mengalami Postpartum Depression.
Ciri-ciri Postpartum Depression
Ciri-ciri Postpartum Depression yang utama adalah perubahan suasana hati dengan cepat dari senang menjadi sedih. Sebagai contoh, Anda dapat merasa senang dan bangga dengan pekerjaan yang dilakukan sebagai ibu baru. Berikutnya, Anda menangis karena merasa kesulitan dan tidak mampu mengerjakan tugas sebagai ibu baru.
Selain itu, beberapa gejala Postpartum Depression mungkin termasuk:
- Kelelahan sehingga membuat ibu tidak mampu mengurus diri sendiri.
- Merasa mudah tersinggung, mudah marah, dan cemas.
- Kesedihan, kemurungan, kecemasan.
- Menangis.
- Kehilangan selera makan.
- Sulit tidur.
- Merasa kewalahan dengan tugas bayi.
- Kesulitan berkonsentrasi atau membuat keputusan.
Penyebab & Cara Penanganan Postpartum Depression
Melansir dari Hypeabis,, Psikolog Anak Alia Mufida menilai bahwa perempuan tersebut boleh jadi bukan mengalami baby blues, melainkan postpartum depression, suatu gangguan mental yang rentan menyerang ibu pasca-melahirkan.
Fida menjelaskan penyebab postpartum depression kebanyakan karena ketiadaan support system yang baik di lingkungan ibu yang baru melahirkan. Meski demikian, gangguan depresi itu tidak disebabkan oleh satu faktor penyebab saja. Biasanya kondisi ini disebabkan oleh kombinasi faktor fisik dan emosional.
Selain itu, masalah kesehatan psikis itu juga bisa terjadi lantaran sang ibu telah memiliki riwayat depresi, termasuk sejumlah situasi yang membuat mereka stres sejak masa kehamilan dan terus terjadi. “Sampai sekarang setahu aku tidak begitu bisa ditentukan penyebab utamanya apa,” imbuhnya.
National Institute of Health menyebutkan bahwa postpartum depression terjadi pada sekitar 6,5 persen hingga 20 persen perempuan melahirkan di dunia. Gangguan kesehatan ini dilaporkan lebih sering terjadi pada remaja putri, ibu yang melahirkan bayi prematur, dan perempuan yang tinggal di daerah perkotaan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang ibu mengalami postpartum depression mulai dari psikologis, risiko kebidanan, faktor sosial hingga gaya hidup. Faktor psikologis meliputi riwayat depresi dan pelecehan seksual, serta risiko kebidanan meliputi kondisi kehamilan yang rentan, bayi lahir prematur, dan hemoglobin rendah.
Sementara dari sisi faktor sosial meliputi kurangnya dukungan sosial dan trauma kekerasan dalam rumah tangga, serta dari segi gaya hidup meliputi kebiasaan makan, siklus tidur, aktivitas fisik, dan olahraga.
Fida menjelaskan jika berhadapan dengan ibu yang sedang mengalami postpartum depression, penting bagi orang-orang di sekitarnya tidak menghakimi atau menyalahkan sang ibu. Perlu ada pemahaman yang bijak bagi masyarakat bahwa ada penyebab yang membuat seorang ibu mengalami postpartum depression dan butuh mendapatkan bantuan.
“Jadi kalau itu terjadi di sekitar kita, sebisa mungkin carikan bantuan untuk bertemu dengan ahli, dokter, atau psikiater yang kira-kira bisa bantuin si ibu. Atau, kita juga bisa bantu edukasi keluarganya bahwa ini bukan tentang ibu yang mau melepaskan tanggung jawabnya,” terangnya.
Dia juga menerangkan bahwa gangguan mental postpartum depression bisa disembuhkan secara perlahan, baik gejalanya berkurang maupun hilang sama sekali. Namun, prosesnya bisa berbeda-beda bagi setiap orang, ada yang bisa cepat perlahan sembuh tapi tidak sedikit juga yang membutuhkan waktu cukup lama.
“Support system itu yang penting banget untuk bisa bantuin penyembuhan dan perkembangan si ibu yang mengalami postpartum depression,” ucapnya.