Medan, Kovermagz – Sebuah kultur yang berbeda kalau main buat konser musik/gereja/wedding/dll. Kalau buat saya, perpaduan skill yang diperlukan main Klasik (bisa baca not, mesti bisa conducting), main pop (mesti spontan menghadapi cast yang kadang kadang improvisasi), mesti mengerti Acting (ngejer cue, comedic timing, paham subtext), mengerti Produksi (karena mesti berhadapan dan bekerja sama dengan Set, lighting, Director, producer, dll) kata salah satu pendiri Teater Company di Jakarta.
Pria yang masih berusia 27 tahun ini merupakan salah satu composer muda asal Medan yang sudah dikenal di deretan para orchestra musician tanah air maupun mancanegara.
Kecintaanya pada dunia musik kemudian menghantarkannya untuk fokus menjadi seorang composer dan music director hingga saat ini. Ia juga turut membangun teater company yang akhirnya membuat pria ini sibuk melalang buana Medan–Jakarta untuk meng-composed maupun meng-conduct suatu orchestra pada suatu pertunjukkan drama teater maupun pertunjukkan musik.
Ditengah jadwalnya yang cukup padat, Redaksi Kover Magazine berkesempatan untuk berbincang santai dengan Ivan. Wawancara kali ini terasa sangat hangat, dan terkesan fun.
Hal ini mungkin dikarenakan karena saya sudah mengenalnya terlebih dahulu sebelumnya tapi hanya sebatas kerjasama partner on collaboration di atas panggung maupun di balik layar. Namun, sejujurnya banyak sekali hal yang tidak saya tahu mengenai seorang Ivan dibalik dari profesi ini. Yang terbenak difikiran saya adalah: Profesi ini adalah profesi yang sangat mengagumkan.
Boleh diceritakan dong sedikit tentang diri Anda, ya mungkin seperti asalnya darimana, pendidikan dan tahun kelahirannya ?
Ivan Tangkulung (IT) : Aku asli orang medan, lahirnya 5 November 1993. Dulu tuh aku sekolah di Methodist tamatnya tahun 2012. Terus lanjut kuliah musik di Singapore di Laselle College of The Arts. Ngambilnya itu dulu Musik. Komposisi. Jadi spesialisasinya itu nulis. Mengaransemen, nulis lagu ya buat buat karya gitu lah..
Kesibukan sekarang apa?
IT : Sekarang aku masih bolak balik Medan-Jakarta full time musician untuk komposering lagu, iklan, jingle, short film, series.
Oh ya.. sebelum saya tanya lebih lanjut mengenai karir musik, kebetulan saya juga menyukai dunia yang Anda geluti karena sebagian pekerjaan saya juga berkecimpug ke arah sana. Jadi saya penasaran dengan “TEMAN”. Saya sering melihat Anda publish ini di akun sosial media Anda dan itu benar benar hal yang sangat menarik perhatian saya bahkan mungkin anak–anak pecinta seni di Medan ini. Nah, ini coba diceritakan juga..
IT: Yup! Hahaha. Iya.. Jadi saya ada Theatre Company Theatre di Jakata. Namanya Teater Musik Nusantara (TEMAN). Kita produce shows, kita juga ada client-client corporate. Ini masuk tahun ke-3 tepatnya kita mulai di tahun 2017. Penampilan pertama kita itu di Jakarta Into The Woods is Broadway In Musical terus tahun lalu kita baru buat Musical temanya HairSpray.
Kenapa harus musik? apa yang menjadi ketertarikan Anda dalam memilihnya? apakah ada paksaaan atau tuntutan atau memang pure dari keinginan sendiri? Atau mungkin ada darah seni kah dari keluarga?
IT: Hahahaha. Kalau kuliah sih memang keinginan sendiri. Papa tuh dari keluarganya memang musisi semua. Jadi dari Kakek dulu tuh dia pemain terompet, Papa main drum tapi sekarang lebih menggeluti business sound. Kita ada rental namanya Happy Sound. Jadi mungkin menurunlah ya. Mungkin karena memang sudah melekat pada diri saya. Banyak orang kan bingung kan apakah musik bisa survive ke depannya dan saya rasa selama anda tahu caranya pasti bisa survive dan mau terus belajar. Itulah yang membuatku memilih musik. Dan karena memang itu sudah jadi panggilan. Talenta yang diberikan Tuhan, begitulah.
Alat musik yang dikuasai selain piano atau keyboard ada tidak ?
IT: Kalau main instrument saya memang Piano. Tapi kalau saya kan spesialisasiya komposisi. Jadi seorang composer itu harus mengetahui cara kerja instrument, jadi kalau saya ditanya bisa main biola engga? saya jelas engga bisa. Tapi kalau ditanya apakah saya tau cara kerjanya, saya tau. Saya bisa nulis instrumentnya dengan baik. Jadi lebih ke penguasaan teknisnya, seperti Range nadanya, tipikal suaranya, teknik bermainnya ada apa aja.
Jadi, profesi Anda ini bisa dikatakan Composerkah, Arranger, Writer atau mungkin Music Producer sekaligus? Ada tidak yang membedakan itu semua ?
IT: Gini, saya itu kadang–kadang mesti pintar-pintar menukar topi. Alias ganti-ganti topi. Soalnya kan skill dasar actually sama kan ya. Tapi istilah-istilah nya itu berbeda. Dan ini yang sering banget buat orang di Indonesia itu pada bingung, kayak penata musik itu apa sih? music director itu apa sih? music composer itu apa sih?.
Simpelnya gini, Composer itu genrenya lebih ke musik klasik karena sejarahnya itu datangnya dari musik klasik memang. Aku dulu belajar komposisi dari zamannya Bach, Mozart dan Beethoven sampai ke era yang modern. Jadi genrenya itu lebih ke klasik. Itu yang sebut dengan Composer. Terus kalau Song Writer itu genre lebih ke popular, pop music kayak Jazz, Blues, Rock.
Ada lagi yang namanya Film Composer, jadi itu composer yang khusus untuk film jadi ada media visualnya. Kemudian music director itu kalau di Indonesia kan berarti Pengarah Musik. Pengarah Musik itu kalau dalam theatre musial itu music director tugasnya untuk ngarahin musisi. Misalnya gini; Kita lagi main band ini, terus dia bilang “Eh, drumnya jangan gitu dong drumnya coba diganti gini, terus misalnya Bass nya kok bunyinya agak flat ya bisa engga dibenerin” That is Music Director. Elu direct deh tuh musik. Mengarahkan. Kalau penata musik sebenarnya lebih ke Skill Set yang disebut dengan Arranger itu mirip dengan Composer, tapi Arranger itu lebih kepada mengaransemen lagu yang udah ada. Karena Composer lah yang membuat suatu karya yang original. Kemudian ada yang disebut dengan Music Producer, ini lebih juga sangat banyak digunakan di musik pop juga. Jadi Produser Musik bisa meng-hire Music Arranger untuk mengaransemen lagunya, atau dia juga bisa meng-hire Song Writer untuk menulis lagunya tapi Music Producer juga bisa melakukan semua hal tersebut.
Jadi sebenanya tugasnya hampir sama tetapi ada detail yang membedakan, apakah begitu?
IT: Outputnya beda. Kalau Composer, Arranger kan nulis doang outputnya tuh kertas. Kalau Music Producer outputnya sudah berbentuk musik atau lagu
Sejauh ini pernah hanya menjadi Song Writer saja tidak tanpa ada embel sebagai music director dibelakangnya ?
IT: Sejauh ini dalam project-project saya kalau pure sebagai song writer belum karena selalu ada song writer, saya yang arrange atau saya yang jadi music director. Tapi kalau saya memainkan musik yang bukan saya yang tulis, pernah. Jadi kayak di HairSray kemarin kan bukan saya tuh yang nulis, bukan saya juga yang menata musiknya. Itukan disewa. Kita dikirimin sheetnya jadi saya yang jadi music directornya, jadi tinggal men-direct aja mengarahkan musiknya.
Jadi apakah boleh dikatakan, satu buah demo lagu bisa dibuatkan lebih dari satu aransemen oleh orang berbeda?
IT: Bisa. Boleh banget.
Lantas, itu bagaimana prosesnya? Apakah kita wajib membeli ijin dari pemegang Hak Cipta?
IT: Begini, kalau soal hak cipta di Indonesia yang sudah ada peraturannya adalah hak cipta bagi si penulis lagu. Sedangkan untuk Arranger, atau Musik Produser itu biasanya beli putus. Maksudnya beli sekali, kayak beli jasa. Nah, kalau Song Writer, misalnya ini ada Penyanyi A minta saya buat jadi song writernya, saya tulis lagunya, lantas saya punya hak cipta untuk lagu tersebut, saya akan mendapatkan royalty. Lalu lagu tersebut bisa saya daftarkan di lembaga-lembaga musik yang memang mengatur publishing dan pengumpulan royaltynya.
Saya pernah temui satu lagu yang sama, sebenarnya lagu ini cukup komersial pada zamannya, tapi dengan dua versi yang satu versi barat dan yang satunya versi korea dengan aransement yang berbeda pula, lantas itu bagaimana prosedurnya ?
IT: Prosesnya gini, misalnya saya penyanyi. Saya mau lagu A jadi saya cari tuh yang publish lagu ini siapa, yang ngurus hak dan royalty. Misalnya royaltynya berapa. Deal-dealnya seperti apa. Dan jika saya mau ganti lirik, saya harus minta ijin publishing tersebut.
Bagaimana dengan Song Writernya?
IT: Publishing biasa mewakili pencipta. Tapi ada juga sih para composer yang tidak ada publishing. Jadi dia mengurus semuanya, tapi uda pasti lebih repot ya…
Kesulitan apa yang pernah atau mungkin sering terjadi saat menjadi Conductor dalam memimpin sebuah orchestra?
IT: HAHAHAHAHAH
Atau mungkin tidak sulit sama sekali?
IT: Sulitlahhhh..hahahah. Conducting hal yang, kalau di Indonesia itu namanya Pengaba. Engga banyak kok yang sudah pernah saya conduct. Salah satunya saya pernah conduct suatu karya bernama Into The Woods Musical Theatre dan HairSpray. Di Into The Woods Musical Theatre saya menggaba sekaligus jadi music directornya. Soalnya musiknya memang perlu conductor saat itu. Sedangkan saat di HairSpray saya selain sebagai music director saya juga main piano, jadi kadang-kadang saya menggaba sambilan saya main piano tapi itu terjadi kalau memang musiknya tidak terlalu penting untuk di conduct. Karena conducting itu lebih kepada musik-musik yang ada elemen klasiknya. Kalau sulitnya sih kadang ada pemain musik itu yang tidak ngeliat conductornya. Jadi dia suka main sendiri. Asik sendiri. Hahahahaha.
Pengalamannya lebih sering memimpin sebuah orchestra yang dipertunjukkan atau diperlombakan?
IT: Kalau conducting itu lebih ke show. Kalau lomba paling saya nulis aja lebih ke composernya sih ya. Saya sering memperlombakan karya-karya saya tapi sebagai composer.
Karya tersebut dimana dipertunjukkan?
IT: Yang terakhir itu di Singapore International Band Festival. Harusnya lagu saya dimainkan dalam show itu tahun ini cuma karena covid dibatalkan. Terus saya perna ikutan Call For Scores. Sebuat platform dimana mereka buat announcement untuk mencari karya-karya baru. Jadi saya ngirim ke sana karya saya. Saya pernah masukin juga karya-karya saya ke beberapa ansamble lain di Singapur dan New York…
Saya pernah lihat di akun sosial media anda kalau karya anda pernah dimainkan di Eropa, apakah itu salah satunya?
IT: Yaa benar sekali. Jadi Call For Scores, kalau memang karya yang dikirimin itu bagus mereka akan mainkan. Terus ada lagi yang, by the way kamu nonton yang di Viena bukan? Nah, itu jadi gini. Aku kan in house composernya Trinity Youth Symphony Orchestra (TRUST Orchestra) di Jakarta. Aku memang sering meng-composed buat mereka sejak 2015 jadi kemarin itu mereka mengikuti festival orchestra di Vienna. Karya saya dimainkan disana. Saya kenal baik dengan music directornya mereka namanya Nathania Karina. Saya juga uda tahu orkestranya itu bagaimana bunyinya, jadi saya diberi kesempatan tersebut.
Saat menciptakan sebuah lagu atau sebuah arransement biasa idenya datang darimana saja?
IT: Proses penciptaan sebuah aransemen dengan karya original itu berbeda. Jadi kalau menciptakan sebuah aransemen biasa saya sudah mendapat referensinya dari produser, clientnya atau dari artisnya. Mereka bilang “saya mau bunyinya begini” itu berarti saya sudah dapat gambaran. Saya sebagai arranger tugas saya adalah bagaimana saya bisa menyesuaikan dengan referensi yang sudah ada tapi tetap fresh dan harus tetap ada sesuatu yang baru dari saya secara personel sebagai seorang musisi. Kalau soal komposisi ide awalnya bisa datang darimana saja seperti kehidupan sosial, kejadian personal. Saya sebenarnya lebih senang meulis untuk musical theatre, drama yang sudah ada scriptnya. Kenapa? Karena saya sudah ada bahan yang mau saya tulis. Sudah ada bukunya, sudah ada moodnya, sudah ada karakternya. Kayak dia lagi sedih. Sedihnya karena apa. Misalnya sedih karena diputusin pacarnya. Itu kan uda bisa dijadikan ide kan. Jadi saya tinggal melagukan.
Kalau begitu saat sudah meng-composed atau sudah mendapat referensi dari seorang produser maupun client ada nemu kesulitan lain engga ?
IT: Oh, banyak. Hahahah. Sejauh yang saya temui ada dua tipe neh kayak yang satu ada client yang banyak mau, ada yang engga tau dianya maunya apa. Dan tipe yang terakhir ini jauh lebih gawat. Justru yang saya temui yang banyak mau kayak ‘saya maunya kayak begini begini….” Oke. Jadi saya tau bagaimana untuk achieve apa yang dia mau sehingga jobnya lebih cepat gol. Bener kan..tapi kalau engga tau dianya maunya apa itu sih buat saya kayak gimana ya…jadi takut salah. Pas kita uda buatin terus dia bilang engga enak, tapi pas ditanya dimananya yang engga enak,engga tau. Dianya pun engga tau. Kan susah kan ya..hahahahaha itulah dua tipe client yang berbeda. Tapi harus siap kita hadapi sih sebagai musisi yang professional. Tapi tetep aja kok pada akhirnya kita nemu hasil yang cocok. Jadi clientnya juga puas saya juga puas. Kita harus tetep cari solusi sih.
Oke, sekarang saya balik ya pertanyaanya. Tadi kan dari sisi Anda. Sekarang saya tanya bagaimana dari sisi si clientnya sendiri. Ada pernah dengar pengakuan engga kalau mereka kayak, aduh sulit deh kerja sama dengan Ivan banyak maunya atau mungkin Anda dikenal seperti apa, cukup rewel kah atau bagaimana?
IT: (sambil memakan cemilan yang ada didepannya dia tertawa lama) Hahahahahah. Pertanyaan bagus ini. Sejauh ini saya engga pernah dengar yang aneh-aneh sih ya. Client juga belum pernah sih kayaknya. Tapi dari musicianya atau artisnya. Saya kan sering nulis untuk Youth Orchestra atau orchestra amatir yang baru-baru mulai. Saya suka ngasi part yang agak susah. Jadi kayak kamu. Kamu kan bisa nari kan ya. Tapi pas baru baru bisa nari di kasi part part yang agak susah sama gurunya. Nah, saya kadang kadang suka iseng gitu mereka langsung complaint. Tapi menurut saya itu penting supaya mereka belajar. Ilmunya engga disitu situ aja kan. Kayak yang festival yang di Vienna kemarin anak-anak itu musiciannya banyak ngomel “ko ..part nya badai banget, badai banget, cepat banget, ini itu segala macem” ya kan supaya lebih bagus kan ya, lebih keren pas ditampilin engga monoton.
Jadi karya Anda yang dibawakan oleh orang lain pernah tidak diubah oleh orang lain yang memainkannya ? Kalau pernah,harus ijin dulu kah dengan Anda?
IT: Pernah. Iya ijin. Misalnya kayak “Van, part ini boleh diganti engga. Soalnya terlalu sulit bagian yang ini” ya udah engga masalah sih. Ada lagi kayak mau ditambahin “Instrumentnya lagi kosong neh, boleh engga kita masukin instrument lain?” ya uda boleh. Gitu sih.
Ada perbedaan engga saat meng-conduct atau menjadi music director di musical theatre dengan di gereja maupun acara wedding ? Sensenya pasti beda kan ya? Sulitnya dimana dan senangnya dimana?
IT: kalau untuk wedding sebenarnya itu lumayan gampang karena masih ber-genre pop dan modern. Di gereja juga begitu. Uda sering ya. Kalau di theatre lebih jauh berbeda karena lebih banyak tantangannya. Di teater kan musiknya beda-beda yang jazz, rock n roll ada yang classic juga. Terus mesti berhenti kan saat mereka ber-dialog, bernyanyi. Kalau saya pribadi sih kalau untuk music director lebih challenging di musical theatre.
Pengalaman yang paling berkesan saat bekerja sama dengan siapa atau saat karyanya dipakai oleh siapa ?
IT: Wah, banyak sih ya pastinya. Tapi yang terakhir itu saat HairSpray kita berkesempatan mendatangkan sutradaranya itu langsung dari Broadway. Jadi kita bisa ngeliat sekaligus ngerasain cara kerjanya Broadway itu gimana melalui beliau gitu. Lalu saat rekaman di Budapest untuk album lagu gereja.
Menjadi bagian dari sebuah band pelayanan di gereja membuatnya jauh lebih mensyukuri talenta yang diberikan Tuhan. Bergabung sejak awal dibentuk tahun 2014 Symphony Worship sudah memiliki empat album hingga sekarang. Sebagai salah satu penggemar dari worship band ini setahun sebelum diadakannya wawancara ini saya pernah bertanya padanya melalui chat dan saya baru tahu saat dia jawab jika lagu favorit saya yang berjudul “Diam Di Hadiratmu” merupakan ciptaannya. Rasanya senang sekali bisa mengenal, bekerja sama dan sekarang bisa mewawancarainya.
Symphony worship sudah sangat dikenal sampai sekarang sebagai Christian Worship Band, bagaimana anda bisa berada disana?
IT : Karena dulu aku kuliah di Singapore jadi disana aku kebaktian di Bethany Church Singapore, disana gembalanya tuh Pak Djohan Handojo, saya ketemu dia, saya pelayanan disana. Terus ada wacana sendiri dari pak Djohan untuk buat band, itulah namanya Symphony Worhsip. Waktu itu tahun 2014, diajak sama teman namanya Ivan Handojo dimana anggotanya itu adalah anak-anak jemaat dari Bethany Church Singapore hingga sekarang tuh bareng anak anak pelayanan yang di GBI City Tower Jakarta.
Saat pandemik seperti ini kesibukannya apa jika tidak memungkinkan untuk bolak-balek Medan- Jakarta melakukan pekerjaan?
IT: jadi TEMAN (Teater Musik Nusantara) itu ngadain kelas setiap bulannya, baru bulan lalu itu aku selesai ngajar di kelas Online Workshop “ Composing For Musical Theatre “. Murid- murid yang ikut ada yang dari Singapore dan juga Jakarta bahkan anak-anak Indonesia yang di Boston juga ada yang ikutan. Dalam beberapa hari kedapan juga bakal ada online workshop tentang “Acting In Singing For Musical Theatre” jadi kita bisa pelajari berakting sambil bernyanyi di sebuah musical theatre yang benar itu bagaimana.
Pertanyaan terkahir, ada engga goals yang belum kecapai sampai sekarang atau adakah rencana di masa tua yang masih berhubungan dengan pofesi ini ?
IT: Hahahahaha. Banyak ! sebenarnya banyak. Tapi salah satunya saya ingin memberi beasiswa untuk anak-anak musik yang berbakat yang dalam keadaan ekonominya kurang mampu maupun yang engga punya kepercayaan diri padahal sebenarnya mereka memiliki bakat musik. Contohnya gini karena banyak banget anak-anak Indonesia yang berbakat tapi karena kurang biaya, kayak “ya udah deh kamu sekolah yang biasa aja, atau kamu sekolah bisnis aja engga usah sekolah musiklah” padahal bakat anaknya itu ada dan passionnya itu disana gitu. Saya mau bantu mengarahkannya kesana.
Semoga kedepannya akan lebih banyak lagi komposer muda dan berbakat yang lahir di tanah air agar Indonesia diberi lebih banyak kesempatan lagi untuk berkarya dan lebih dikenal lagi dalam kancah seni Internasional.
Penulis: Annette Thresia Ginting
Dokumentasi: Dok. Pribadi