Jika banyak orang yang berlomba-lomba merintis sebuah usaha, Jenny Ong memilih mendirikan rumah singgah Smiling Kids Foundation. Sosoknya peduli terhadap kesehatan, perhatian dengan anak-anak, serta senantiasa mengulurkan tangan bagi mereka yang membutuhkan.
Berawal dari ketertarikannya terhadap dunia anak, Jenny Ong berkecimpung sebagai relawan di Yayasan Onkologi Anak Medan (YOAM) selama delapan tahun mendampingi pasien kanker anak. Ternyata tak hanya kanker, banyak juga penyakit non infeksi lainnya yang menyerang anak-anak. Rasa kemanusiaan Jenny tergerak ingin membantu, maka ia memutuskan vakum dari yayasan tersebut dan merintis Smiling Kids Foundation.
“Waktu itu saya sebagai relawan di yayasan kanker merasa berbeda dengan visi misi yayasan tersebut, ya namanya yayasan kanker jadi fokus dengan pasien kanker anak saja. Di satu sisi saya harus menurut, di sisi lain saya pengin bantu anak-anak dengan segala penyakit juga,” ungkap Jenny.
Jika sebelumnya ruang gerak Jenny terbatas hanya mendampingi pasien kanker anak, kini ia merasa lebih lega karena bisa berbuat banyak. Namun karena sebelumnya berpengalaman menangani kanker anak, maka tak heran jika pasien yang datang 80% masih seputar kanker pada anak.
Bangun Smiling Kids Foundation
Mulanya muncul ketakutan saat ingin mendirikan rumah singgah Smiling Kids Foundation mengingat biaya yang dibutuhkan untuk menampung pasien tidaklah sedikit. Beruntung ada sahabat Jenny yang bersedia membantu meringankan beban dengan turut mendonasikan dana untuk mewujudkan Smiling Kids Foundation.
Desember 2014 Smiling Kids Foundation mulai beroperasional dan baru diresmikan pada 21 Januari 2015. Rumah singgah ini merupakan organisasi nirlaba yang bergerak di bidang kesehatan berupa sosialisasi, pendampingan, dan memfasilitasi tempat tinggal dan pengobatan pasien anak penderita kanker, kelainan darah atau pun penyakit non infeksi.
Niat tulus dan tekad kuat Jenny dalam mendirikan Smiling Kids Foundation menggerakkan banyak hati untuk ikut berpartisipasi. Ada saja yang menyumbang bahan kebutuhan rumah tangga seperti susu, beras, dan minyak sehingga biaya rumah singgah bisa dialokasikan untuk pembelian obat-obatan yang tidak ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Bagi orang tua yang ingin mendaftarkan anaknya yang mengidap kanker atau penyakit non infeksi dapat meregistrasikan sang anak di Smiling Kids Foundation secara gratis. Hanya ada satu syarat yakni diwajibkan sudah terdaftar di BPJS karena penanganan kanker pada anak memakan waktu 2 hingga 5 tahun untuk kemoterapi dan radioterapi. Biaya yang tidak ditanggung BPJS akan menjadi tanggungan Smiling Kids Foundation seperti obat-obatan, transportasi dan tempat tinggal.
Rumah singgah yang berada di Jalan H. M. Joni Perumahan Puri Teladan Blok Catelia No. 8 Medan ini berlantai dua dengan empat kamar tidur, satu kamar untuk ruang isolasi bagi kondisi anak yang tergolong parah terutama jika tidak mampu menaiki tangga. Setiap anak yang menginap di sini diperbolehkan didampingi oleh satu anggota keluarga. Rumah singgah juga menerapkan hidup sehat sehingga anak tidak dibenarkan mengonsumsi jajanan dari luar.
Dampingi Pasien Anak
Sebagian besar kasus yang ditangani Smiling Kids Foundation adalah kanker pada anak. Sebanyak 60% merupakan kanker darah (leukemia) disusul dengan kanker mata (retinoblastoma). Sebesar 80% kasus kanker sudah memasuki kondisi lanjut. Tentu hal ini sangat disayangkan, mengingat waktu pengobatan akan lebih lama dan biaya semakin mahal.
Para orang tua kadang kurang tanggap akan gejala-gejala kanker yang muncul pada anak sehingga lama-kelamaan jaringan kanker semakin menyebar luas. Ada juga orang tua yang mengetahui sang anak terkena kanker sejak dini namun begitu diinformasikan mengenai durasi pengobatan yang lebih dari satu tahun, banyak orang tua yang putus asa dan mundur. Kendalanya juga berbagai macam, ada yang kekurangan biaya dan ada yang tidak bisa mendampingi karena tinggal di luar kota. Rumah singgah Smiling Kids Foundation selalu mencoba mengedukasi dan membantu para orang tua tersebut.
“Masyarakat banyak yang tidak tahu bahwa kanker pada anak 80% bisa diupayakan sembuh. Di negara maju persentase untuk hidup bahkan sudah 90%. Mengapa di Indonesia hanya 20% saja? Karena ketidaktahuan, kurangnya waspada dan faktor ekonomi,” ujar wanita kelahiran Medan, 16 Juli 1973 ini menjelaskan.
Berbeda dengan penyakit lainnya yang bisa langsung sembuh jika sudah dilakukan operasi, para pasien kanker pada anak masih dikatakan remission selama lima sampai tujuh tahun, dan jika tidak melakukan pengobatan lagi barulah disebut survivor.
Hingga saat ini sebanyak 150 anak yang datang meminta bantuan, 40 anak sedang dalam pengobatan, 12 anak memasuki fase remisi, selebihnya sudah sembuh bagi penderita penyakit non infeksi, dan beberapa ada yang sudah berpulang.
Kasus yang ditangani juga bermacam-macam, mulai dari kanker darah (leukemia), kanker mata (retinoblastoma), kanker hidung (nasofaring), kanker otot (rabdomiosarkoma), kanker kelenjar getah bening, kanker otak, kanker saraf (fibrosarcoma), kelainan penis (hipospadia), hingga lahir tanpa anus (atresia ani).
Menjadi relawan yang setiap hari menemukan beragam kasus dengan stadium yang berbeda butuh kesiapan mental yang kuat. Tak jarang Jenny malah mendapat semangat dari anak-anak pasien rumah singgahnya. Kendati mengidap penyakit serius, para anak selalu ceria dan bermain layaknya anak normal. Hal tersebut menimbulkan decak kagum bagi siapa saja yang berkunjung ke Smiling Kids Foundation.
Perlu Perhatian Khusus
Banyak suka dan duka yang dialami Jenny selama mendampingi pasien anak. Kesan yang paling membahagiakan adalah saat melepas anak ke tahap remisi, sedangkan pengalaman nelangsa ketika harus menyampaikan kabar duka kepada keluarga pasien lantaran pihak medis sudah angkat tangan memberikan pengobatan.
Menurut Jenny dalam satu bulan, pertumbuhan kanker pada anak di Sumatera Utara mencapai 20-30 kasus baru, sedangkan jumlah rumah sakit yang memiliki fasilitas dan tim medis yang memadai hanya sekitar 15 rumah sakit se-Indonesia. Di Medan sendiri, hanya dua rumah sakit yang mampu menangani kanker pada anak yaitu Rumah Sakit Umum Pusat Adam Malik dan Murni Teguh Memorial Hospital. Hal ini tentu menimbulkan keresahan.
Belum lagi kebutuhan akan peran psikolog klinis bagi pasien kanker anak demi menciptakan mental yang kuat guna penyembuhan yang signifikan pula. Disinyalir penyebabnya adalah kurangnya minat dokter menekuni bidang onkologi yaitu ilmu mengenai kanker. Selain itu, campur tangan pemerintah juga diperlukan perihal penempatan dokter-dokter kompeten di daerah-daerah secara merata.
“Cuma ada tiga dokter hematologi, itu pun mencakup Sumatera Bagian Utara (Sumbagut). Nias enggak punya, Aceh ada fasilitas kemoterapi tapi tidak ada radioterapi. Padang Sidempuan juga enggak ada. Satu dokter harus bisa menangani ratusan pasien, antrian sangat panjang, kita ya terpaksa maklum karena kita yang butuh,” tutur Jenny.
Jenny dan relawan Smiling Kids Foundation lainnya juga kerap mensosialisasikan kanker pada anak baik itu gejalanya, pengobatannya hingga perawatan dan perujukannya. Bisa dibilang masyarakat awam banyak yang belum mengenal kanker pada anak. Jika pita pink identik dengan kampanye HIV Aids maka pita emas adalah kampanye untuk kanker pada anak.
“Pernah ke Sipirok buat sosialisasi melatih dokter puskesmas dan menginformasikan kapan seharusnya pasien dirujuk, kapan bisa dikerjakan sendiri dengan memberdayakan sumber daya manusia yang ada di daerah. Kalau tidak ada alat laboratorium bisa minta kirim. Jika kondisi sudah tidak memungkinkan baru kirim pasien ke pusat, jangan langsung merujuk atau sebaliknya sudah parah baru dirujuk,” tambah Jenny.
Lahirkan Anak Berbakat
Berbeda dengan kanker yang menyerang orang dewasa, anak-anak yang menderita kanker justru bisa pulih lebih cepat. Orang dewasa yang divonis menderita kanker biasanya langsung down karena pikiran mereka yang beranggapan kanker hanya akan merenggut nyawa mereka. Sedangkan anak-anak yang divonis kanker akan terlihat baik-baik saja dan tetap ceria karena pada dasarnya mereka belum mengerti tentang penyakit maka lebih mudah dibujuk berobat dan gampang disemangati sehingga daya tahan meningkat.
Banyak pasien Smiling Kids Foundation yang walaupun memiliki kekurangan fisik namun mempunyai kelebihan bakat. Sebut saja Ratih penderita kanker otot dan kanker getah bening stadium 4 telah menjalani 35 kali kemoterapi dan 40 kali radioterapi, sekarang sudah survive walau pun harus kehilangan payudara dan tangan kiri karena amputasi, mendapat beasiswa kuliah dari Tanoto Foundation dan kini menjadi relawan di Smiling Kids Foundation. Merry Christi asal Samosir yang sudah empat bulan tinggal di rumah singgah, sekarang ia mahir menggambar di kaos yang akan disablon dan dijual oleh Smiling Kids Foundation untuk penggalangan dana yang bahkan hasilnya juga akan dibagi ke animal lovers untuk membantu hewan terlantar. Kemudian ada Ahmad Prayoga korban sengatan listrik bertegangan tinggi yang kehilangan kedua kaki dan tangannya namun bisa melukis menggunakan mulut. Kini lukisan Yoga banyak dijual dan dipamerkan di berbagai acara.
Ciptakan Program Menyenangkan
Dunia anak identik dengan bermain. Maka tak heran program-program yang dirancang Jenny untuk Smiling Kids Foundation masih seputar hal-hal seru. Fun Therapy misalnya, adalah kunjungan ke luar daerah seperti Samosir dan menginap di hotel menggunakan kostum dengan tema tertentu serta diberi hadiah jika memenangkan perlombaan.
Tanggal 15 Februari yang diperingati sebagai hari kanker anak selalu diagendakan Jenny untuk berbagi bunga di jalan raya oleh 100 relawan mengenakan kostum superhero. Bulan September nanti rencananya Smiling Kids Foundation akan menggelar konser penggalangan dana yang melibatkan bakat para pasien anak seperti drama musical, baca puisi, melukis, dan menyanyi. Acara ini juga turut mengundang musisi lokal dan artis ibukota.
“Bulan Januari ini kami akan ke Bali, ada tiga orang yang ikut saya, satu survivor selama tujuh tahun, satu sudah amputasi kaki, dan Ratih yang kena 2 jenis kanker tadi. Di sana mereka akan meditasi bagaimana mencintai diri sendiri jadi nanti mereka bisa memotivasi anak-anak yang lain,” ujar alumni Universitas HKBP Nommensen ini.
Penulis: Indriyana Octavia
Fotografer: M. Fitra Afriansyah