Penulis Parada Al Muqtadir | Fotografer Vicky Siregar
MEDAN,kovermagz.com | Berawal dari kesukaan terhadap sesuatu yang identik dengan budaya wanita yang sempat tinggal di Bandung ini memang sudah jatuh hati terhadap adat Karo. jadi semua hal tentang Karo pun menjadi identity dirinya.
Uis adalah yang pertama mencuri perhatiannya, pakaian adat yang digunakan dalam kegiatan adat dan budaya Suku Karo dari Sumatera Utara. Selain digunakan sebagai pakaian resmi dalam kegiatan adat dan budaya, pakaian ini sebelumnya digunakan pula dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tradisional Karo.
Kata Uis Gara sendiri berasal dari Bahasa Karo, yaitu Uis yang berarti kain dan Gara yang berarti merah. Disebut sebagai “kain merah” karena pada uis gara warna yang dominan adalah merah, hitam, dan putih, serta dihiasi pula berbagai ragam tenunan dari benang emas dan perak.
Membangun Rumah UIS
Setelah lulus kuliah, ia memutuskan untuk kembali ke Medan, sempat bekerja di salah satu perusahaan media, hingga akhirnya melanjutkan studi di Universitas Sumatera Utara. ini pula menjadi awal mula ia mendirikan Rumah UIS.
Mulanya dari tugas salah satu mata kuliah, untuk membuat sebuah company, “teman-teman lebih memilih untuk menggunakan photoshop, tapi karena saya kurang mengerti jadi putuskan kenapa tidak buat perusahaan sungguhan,”ujar Averiana Barus.
Berawal dari tugas kuliahnya kini malah jadi peluang bisnis yang menghasilkan.
Apalagi, Ave panggilan akrabnya, menjadi pelopor produk tradisional berbahan uis Karo.
Dan produknya pun kian diminati. Bukan cuma gelang, kalung, clutch dan tas,
Ave juga mulai mengenalkan ragam uis Karo lewat busana-busana dress yang ia desain sendiri bersama adiknya.
Melihat peluang yang terbuka lebar, dibumbui dengan semangat melestarikan budaya Karo, Ave pun kian serius menekuni bisnisnya tersebut. Lewat sosial media sebagai alat pemasarannya, permintaan demi permintaan mulai berdatangan, tak hanya dari teman dekat dari berbagai pelosok daerah di tanah air juga sudah merasakan keindahan buah karyanya.
“Saat ini permintaan terus berdatangan dari beberapa daerah di luar Sumatera Utara, mungkin karena sering ikuti pameran di beberapa daerah jadi banyak yang tahu, tapi sosial media tetap paling aktif untuk mempromosikan produk,” tambahnya.
Jauh sebelum penggunaan nama Rumah Uis, sebelum tempat produksi berpindah ke Jalan Jamin Ginting, dan tentunya sebelum toko pluralisme Sofyan Tan menjadi costumer setia, Ave menamakan usahanya ini dengan nama Uis Detail. “Karena Kata Rumah lebih enak didengar dan lebih mudah untuk dilafazkan, aku ganti menjadi Rumah Uis,”ucap Ave.
Berjalannya waktu, tatkala costumer mulai banyak, mulai lah muncul hardikan sinis tentangnya, seperti kata pepatah lama, semakin tinggi pohon, semakin kencang juga angin berhembus. “Mulai banyak yang menghujat, bilang aku cuma memanfaatkan budaya adat Karo, lalu bilang seberapa banyak sih penyuka baju khas Karo, tapi tekad ku semakin bulat sejalan dengan banyak pesanan, sebab Rumah Uis ada karena adanya permintaan,”ucapnya.
Bersenandung Nyayian Karo
Bukan perempuan Karo namanya jika tak punya segudang talenta, selain ide cemerlang melahirkan Rumah Uis, Ave juga harum namanya sebagai penyanyi, akunya, sedari kecil ia sudah suka dengan dunia tarik suara. “Dari kecil memang sudah suka nyanyi, lagu-lagu pop yang paling dominan untuk dinyanyikan,” ucapnya.
Dari sekian banyak lagu yang sudah dinyanyikan, Pio-Pio lagu traditional Karo yang paling susah untuk dinyanyikannya, “ Pembuatan video klipnya makan waktu tiga minggu, lama memang tapi lagu itulah pertama kali saya masuk studio rekaman, pertama kali kenal industri musik dan bahasa karo saya masih berantakan, belum tepat pelafalan-nya,” tambah perempuan Karo tersebut.
Hingga saat ini, terhitung sudah ada 15 lagu berbahasa Karo yang ia telurkan, dan seluruh karya nya lebih difokuskan rekaman untuk konsumsi di sosial media saja, Parbual adalah lagu teranyarnya, yang sudah dinikmati 500.000 di chanel Youtube-nya. “Walau saat ini sedikit yang mau menyanyikan lagu karo, tapi banyak dari penyanyinya berkualitas, karena saya yakin musik Karo tidak akan mati, sebab orang-orang seperti saya akan terus lahir,”imbuh Ave.
Selain Rumah Uis, dengan bernyanyi pun ia coba tularkan pentingnya melestarikan budaya, “Berpikir Global bukan Berarti kita harus mengabaikan budaya kita, bahkan kita harus memikirkan bagaimana membawa budaya kita agar bisa dikenal secara global,”tambahnya.
Diakuinya juga, memang mempelajari sejarah adalah hal membosankan, untuk itu ia hadir dengan cara baru dengan kesan yang lebih up fashionable “Misalkan dengan memperkenalakan baju adat lewat sentuhan pakaian trendy, orang pasti akan lebih tertarik dan akan mencari tahu tentang sejarah baju itu,”ajaknya.
Jadi, ia menekankan bahwa dirinya hanya jadi pemicu untuk lahirnya kesadaran sendiri memilih jalan mereka, agar mau kembali mengenal budaya. Alumni Sastra Indonesia di Universitas Padjajaran. Juga punya mimpi besar untuk perempuan Karo lainnya.
“Harus lebih apresiasi terhadap apa yang kita miliki, yakni budaya. Juga perempuan itu harus berani eksplorasi dan unjuk diri, sebab saat ini tidak boleh lagi mengeluh tak bisa mengerjakan sesuatu karena alasan gender, malah sudah saatnya perempuan selangkah lebih maju,” tutur penerima penghargaan Perempuan Inspiratif NOVA (PIN) 2017 tersebut.