Atlet Disabilitas Berprestasi Tanpa Batas

Atlet Nurmala berpendapat, keterbatasan fisik tak menghalanginya meraih prestasi. Kekurangannya justru menjadi keunggulannya. Ia membuktikan bahwa kaum disabilitas memiliki potensi yang tak boleh dipandang sebelah mata.

Kegemaran Nurmala pada olahraga sudah melekat sedari usia dini. Sejak masih mengenyam bangku sekolah dasar hingga menamatkan SMA, Nurmala rutin latihan lari dan mengikuti berbagai event maraton.

Nurmala kecil yang suka berlari ini pun tak peduli dengan keadaan tangannya yang tak sempurna sejak lahir. Ia tak tahu wadah yang khusus menghimpun para tunadaksa. Sampai suatu saat ia diajak seorang temannya untuk bergabung dengan Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) pada tahun 1996, yang kini berganti nama menjadi National Paralympic Committee (NPC).

Raih Medali Emas, Perak dan Perunggu

Dua tahun berselang, tepatnya di tahun 1998 merupakan debut awal Nurmala terjun menjadi atlet. Ia terpilih dalam tim inti dan berangkat ke Bandung, Jawa Barat untuk mengikuti pertandingan Pekan Olahraga Cacat Nasional (Pocarnas) cabang olahraga atletik berupa lari 100 meter, lempar lembing dan lempar cakram. Hebatnya, Nurmala langsung memborong tiga medali emas sekaligus.

Namun profesinya sebagai atlet tak didukung penuh oleh keluarga sebab pada saat itu prestasinya tak mendapatkan perhatian dari pemerintah. “Biaya semua sendiri, keluarga enggak ada yang dukung karena cuma-cuma. Enggak ada bonus, enggak ada uang saku. Tetapi karena hobi olahraga, ya dipertahankan. Alhamdulillah, sekarang pemerintah sudah menganakemaskan kami,” ungkap Nurmala.

Tahun 2004 Nurmala kembali berkompetisi di Palembang, Sumatera Selatan, dilanjutkan tahun 2008 di Samarinda, Kalimantan Timur dan berhasil meraih masing-masing medali emas, perak dan perunggu untuk cabang olahraga atletik tolak lempar.

Tak berhenti sampai di situ, tahun 2012 Nurmala ikut bertanding di ajang Pekan Paralimpiade Nasional atau Pekan Paralimpik Indonesia (Peparnas) di Pekanbaru, Riau dan kembali memperoleh medali emas, perak dan perunggu. Begitu juga pada Peparnas tahun 2016, Nurmala konsisten mempertahankan prestasinya.

Berawal Dari Nol Hingga Dapat Bonus

Selama berjuang merebut kemenangan di tahun 1998, kebijakan pemerintah mengenai pemberian bonus bagi peraih medali belum berlaku. Tahun 2004 barulah Nurmala menerima bonus atas kerja kerasnya walaupun nominal yang diterima tidak setara dengan atlet normal.

“Paling bahagia tahun 2004 karena pertama kali dapat bonus, sebelumnya enggak pernah. Padahal saat itu saya lagi hamil anak kedua, karena memang pengin merasakan bonus, saya rahasiakan lima bulan kehamilan saya. Kebetulan saya hamil enggak kelihatan, enggak terlalu besar (perutnya). Jadi pelatih enggak tahu, teman-teman enggak tahu juga,” tuturnya sembari tertawa.

Menurut Nurmala, perhatian yang diberikan pemerintah kepada atlet disabilitas semakin membaik tak terlepas dari campur tangan ketua National Paralympic Committee (NPC) Sumut, Alan Sastra Ginting yang juga berlatar belakang atlet sehingga lebih mengerti kebutuhan para atlet. 

Banyak pengalaman berkesan yang dialami Nurmala selama menjadi atlet. Nurmala yang awalnya diumumkan keluar sebagai pemenang saat di lapangan mendapat informasi yang berbeda di podium. Ia pun menyampaikan keluhannya kepada pelatih dan pengurus berbekal catatan yang selalu ia bawa saat bertanding. Akhirnya, Nurmala pun dinyatakan menang berdasarkan berbagai bukti.

Di tahun 2012 Nurmala juga nyaris tak bisa bernapas begitu masuk lapangan saat perlombaan dimulai, padahal ketika kesehatannya dicek, ia tidak didiagnosis penyakit apapun. Nurmala tak menyerah begitu saja, dengan tekad kuat ia kembali menaklukkan pertandingan dengan raihan medali emas untuk cabang olahraga atletik tolak peluru.

Disabilitas Bukan Beban Apalagi Sampah

Dengan keterbatasan fisik yang dimilikinya, Nurmala tetap merasa beruntung karena diberikan kekuatan mental dan kemauan bekerja keras. Ia tak pernah menganggap dirinya beban dan perlu mendapat belas kasih. 

Namun keadaan berubah setelah ia berumah tangga. Kehadiran dua buah hatinya memberikan nuansa tersendiri. Nurmala yang sebelumnya tidak pernah minder, sempat berkecil hati lantaran sang anak kerap mendapat ejekan tentang kondisi kedua orang tuanya yang disabilitas.

“Bukan hanya karena disabilitas, sebelum perekonomian kami stabil, sering di-bully juga. Sekarang ada yang bisa kami banggakan, tempat tinggal dan kendaraan. Jadi, masyarakat enggak mem-bully lagi,” tutur wanita yang bersuamikan atlet bowling yang juga disabilitas.

Demi memberikan pengertian kepada anak-anaknya, Nurmala sering mengajak buah hatinya ikut latihan dan memperkenalkan mereka dengan rekan-rekan sesama disabilitas. “Dengan kekurangan kami, kami bisa mengharumkan nama daerah. Enggak seperti yang orang bilang, disabilitas itu sampah,” tambah wanita kelahiran Medan, 15 Februari 1975 ini.

Mandiri dan Berdedikasi

Baca Juga:  Ini Sederetan Cedera Jackie Chan Paling Fatal Selama Syuting Film

Nurmala pun sering memotivasi para disabilitas lainnya untuk mengasah bakat diri demi keberlangsungan hidup yang lebih baik. “Saya sering ‘mengayo-ayokan’ Sumut, terutama orang tua yang punya anak disabilitas. Mereka bukan beban, mereka juga bisa jadi tulang punggung keluarga,” ungkapnya.

Tak hanya mengandalkan pendapatan dari profesi sebagai atlet, Nurmala bersama sang suami sepakat membangun sebuah usaha berupa penjualan gas elpiji dan jasa kredit untuk barang elektronik. Uniknya, hal ini pula yang membuat kedua putra mereka tertarik menggeluti bidang wirausaha daripada olahraga. 

Nurmala kini tengah disibukkan dengan persiapan menyambut pertandingan Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 di Papua. Hampir setiap hari Nurmala mengikuti beragam latihan fisik seperti angkat beban, lari, lompat, naik turun tangga, squat dan lain sebagainya. 

“Pelatih kami khusus yang untuk disabilitas, tetapi program atlet normal kami lakukan juga. Dengan keterbatasan kami, pelatih mengerti untuk tangan satu bagaimana latihannya, kami juga enggak ada masalah, karena pelatih mengerti harus kasi materi apa,” pungkasnya.

Penulis: Indriyana Octavia

Fotografer: Vicky Siregar