
Berawal dari “penolakan” anak-anak Kampung Nelayan Belawan terhadap buku tentang lingkungan yang Arnila Melina tulis berjudul Ketika Alam Membisu, menggerakkan hatinya untuk mengajar disana. Letak geografis yang jauh dari pusat kota Medan, membuat warga Kampung Nelayan masih menganut paham “sekolah itu nggak penting, kan ujungnya jadi nelayan juga”. Pola pikir tersebut yang menjadi tantangan bagi perempuan yang akrab disapa Nila ini.
Mengajar anak-anak Kampung Nelayan membaca dan menulis tidak semudah yang ia pikirkan sebelumnya, terlebih harus berhadapan dengan orang tua sang anak yang kerap melarang anaknya mengikuti kelas yang Nila buat. “Dia harus kerja, nangkap ikan, bantu keluarga” kata seorang Ibu.
Nila tidak mengenal kata menyerah. Dara kelahiran Bengkalis, 14 April 1995 ini mulai sering mengunjungi Kampung Nelayan hanya sekadar bercengkrama dengan anak-anak sambil mengajak mereka belajar menulis, membaca, berhitung, menggambar dan mewarnai. Kadang ia juga sengaja menginap disana untuk mempelajari karakter dan membangun kedekatan dengan para anak. Nila pun mulai membuka kelas di depan musola setempat.
“Awalnya banyak yang datang sampai ratusan, makanya Nila pikir harus buat tempat nih” tegasnya. Ia pun mulai mengumpulkan biaya pembangunan Pondok Belajar Arnila dari kantong pribadi. Rela menyisihkan uang sakunya demi cita-cita menyediakan fasilitas ruang belajar yang mumpuni agar kegiatan mengajar semakin digemari.
Saat dikonfirmasi mengenai kecintaannya mengajar anak-anak dari pada memberikan penyuluhan kesehatan sesuai dengan profesinya, perempuan yang sedang koas di Rumah Sakit Haji ini mengatakan bahwa sudah ada Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) yang mengemban tanggung jawab memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat desa sehingga ia bisa fokus untuk mendidik dan mengedukasi para anak.