Belakangan ini, nama pangeran Harry kembali menarik perhatian publik usai dirinya diketahui mengidap salah satu jenis gangguan kecemasan yang bernama agorafobia. Ya, Melalui buku terbaru Pangeran Harry yang belum lama ini terbit, Ia menceritakan banyak hal terkait kondisinya berjuang melawan gangguan tersebut.
Bahkan menurut NBC News, yang menerjemahkan salinan memoar “Spare” dalam bahasa Spanyol sebelum dirilis pada 10 Januari, Harry menulis: “Saya adalah seorang agoraphobe. Yang hampir mustahil mengingat peran publik saya. Bahkan, Ia menceritakan sebuah peristiwa, di mana dia “hampir pingsan” dalam satu pidato yang tidak dapat ia hindari atau batalkan.
Melihat hal ini, lantas apa sih gangguan, agorafobia tersebut?. Pada artikel ini, tim kovermagz akan mengupasnya untuk anda. Simak ulasannya secara mendalam dalam artikel berikut!
Apa Itu Agorafobia?
Secara umum, agoraphobia atau agorafobia ialah gangguan kecemasan yang menyebabkan ketakutan yang intens dalam situasi tertentu, seperti di antara orang banyak. Sedangkan American Psychological Association mendefinisikan agorafobia sebagai ketakutan yang berlebihan dan tidak rasional berada di tempat terbuka atau asing, yang mengakibatkan penghindaran situasi publik yang mungki sulit untuk melarikan diri.
Artinya, hal ini bisa berupa ketakutan akan ruang terbuka atau tertutup, keramaian, transportasi umum atau tempat lain di luar rumah seseorang.
Gangguan ini menimbulkan perasaan ketakutan dan khawatir yang berlebih ketika berada di tempat yang membuat pengidapnya merasa sulit untuk pergi atau merasa tidak dapat meminta pertolongan dari siapapun.
Seorang psikolog klinis, Gregory Jantz, PhD menyebutkan orang dengan gangguan ini merasa semakin jauh dari rumah, semakin tidak aman secara emosional dan semakin merasa akan ada malapetaka yang datang.
Lebih jelasnya, Jantz menjelaskan bahwa seseorang yang mengidap agorafobia mungkin juga mengalami gangguan panik, dengan gejala seperti detak jantung yang cepat, kesulitan bernapas, sakit kepala ringan atau pusing, tiba-tiba memerah atau menggigil, atau berkeringat berlebihan.
Hidup dengan agorafobia disebut sangat melelahkan, karena akan mempersulit seseorang yang mengalaminya untuk terlibat dalam aktivitas sehari-hari, seperti bekerja dan menjaga hubungan sosial dengan teman dan keluarga.
Orang yang mengalami agorafobia dalam kondisi parah akan membuatnya tidak ingin meninggalkan rumah, seringkali disertai dengan perasaan takut pingsan, takut mati, takut menjadi gila, dan takut ditinggal sendirian bila keluar rumah.
Perbedaan Agoraphobia dengan Fobia Sosial
Banyak orang beranggapan bahwa agoraphobia sama dengan fobia sosial. Padahal, jika kita telusuri lebih mendalam terdapat perbedaan antara keduanya.
Ingat, agoraphobia merupakan ketakutan berada dalam situasi yang tidak dikenal, memalukan, atau tidak terhindarkan. Sedangkan fobia sosial adalah ketakutan terhadap interaksi sosial.
Gejala Agorafobia
Seperti yang sudah kami jelaskan, seseorang dengan gangguan agorafobia tidak menutup kemungkinan mengalami serangan panik, perasaan takut yang ekstrim secara tiba-tiba, dengan gejala seperti detak jantung cepat, kesulitan bernapas, sakit kepala ringan atau pusing, tiba-tiba memerah, menggigil, hingga berkeringat berlebihan.
Adapun gejala agorafobia yang umum, selain serangan panik, yaitu:
- Palpitasi (jantung terasa berat dan denyut jantung meningkat)
- Perasaan nafasnya pendek atau tertahan-tahan
- Merasa tercekik
- Mual atau merasa tidak nyaman di perut
- Nyeri dada
- Derealisasi (merasa tidak di dunia nyata) atau depersonalisasi (merasa terpisah dari diri sendiri)
- Takut kehilangan kendali diri atau menjadi gila, hingga takut mati
- Parestesia (menurunnya sensasi)
Faktor Risiko Agorafobia
Melansir dari Healthline, beberapa faktor ini dapat meningkatkan seseorang mengalami agorafobia, antara lain:
- Memiliki gangguan panik atau fobia (reaksi ketakutan yang berlebihan).
- Mengalami peristiwa kehidupan yang penuh tekanan, seperti pelecehan, bencana alam, atau kematian orangtua.
- Memiliki kepribadian gugup atau cemas
- Memiliki kerabat dekat atau keluarga dengan agorafobia
- Mengonsumsi zat-zat yang bisa menginduksi terjadinya serangan panik
Cara Mengatasi Agorafobia
Gangguan mental agorafobia memerlukan perhatian medis, maka mendiagnosis orang dengan gangguan ini perlu secara tepat dan terdeteksi dini, sehingga bisa mempercepat proses penyembuhan dan memastikan kualitas hidup yang baik.
Berdasarkan sumber, mengatasi agorafobia ini bisa anda lakukan dengan terapi, obat-obatan, atau bisa juga kombinasi keduanya. Dengan terapi, seperti terapi perilaku kognitif (CBT) atau terapi perilaku dialektik (DBT), pengidap gangguan ini akan dapat mengidentifikasi pikiran negatif yang terkait dengan situasi pubik dan akhirnya mengatasi ketakutan mereka.
Terapi CBT online atau berbasis web juga akan sangat membantu pengidap yang mengalaminya secara intens dan mungkin takut menjalani terapi secara fisik.
Terlepas dari itu semua, dukungan dari keluarga dan teman juga sangat penting bagi seseorang yang menderita atau pulih dari agorafobia. Ketika mereka harus menghadapi kerumunan, mereka bisa menjadi yakin saat di temani, berbeda bila sendirian, maka gejalanya dapat memburuk.
Berapa Banyak Orang yang Menderita Agorafobia?
Bila mengutip dari National Institute of Mental Health Trusted Source (NIMH), ada sekitar 1,3 persen orang dewasa AS mengalami agorafobia di beberapa titik selama hidup mereka. Dari orang dewasa dengan agorafobia dalam satu tahun terakhir, tujuh dari 10 memiliki gangguan sedang hingga parah.
Agorafobia lebih jarang terjadi bila kita bandingkan gangguan kecemasan lainnya. Misalnya, gangguan kecemasan sosial, yang memengaruhi 12,1 persen orang dewasa AS pada suatu saat dalam hidup mereka.
Selain itu, Para peneliti juga masih mencoba untuk memahami mengapa orang-orang tertentu mengembangkan agorafobia. Kendati begitu, mereka yakin bahwa hal itu melibatkan kombinasi genetika dan pengalaman.