
Varian Mu Masuk Daftar VOI
Dalam perkembangan epidemiologi pandemi COvid-19 belakangan ini, WHO menyebut mutasi ini sebagai “variant of intereset “ (voi) atau varian yang perlu diperhatikan sejak 30 Agustus 2021 lalu. Padahal, rasanya dunia, dan Indonesia khususnya, belum selesai gelombang varian delta yang menghantam negara kita di bulan Juni yang lalu.
Varian baru ini kemudian diberi nama ilmiah B.1.621 dan dikenal dengan nama varian Mu. Varian ini pertama kali diidentifikasi di Kolombia pada Januari 2021, dan sejak itu kasus-kasus telah dilaporkan menyebar secara sporadis di Amerika Selatan dan Eropa, dan menurut data WHO telah menyebar di 40 negara.
Ada empat VOI lain yang diawasi oleh WHO – eta, iota, kappa dan lambda – tetapi tidak satu pun dari mereka yang direklasifikasi sebagai VOC. Itu mungkin juga terjadi pada mu, tetapi dunia hanya bisa menunggu pengumuman lebih lanjut dari WHO.
Belum Ditemukan Di Indonesia
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menegaskan bahwa virus corona varian Mu belum ditemukan di Indonesia. “Data whole genome sequencing per 6 September 2021 menyebutkan bahwa varian ini tidak ditemukan di Indonesia,” kata Wiku dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (7/9/2021).
Untuk meredam penyebaran varian delta dan mencegah masuknya varian Mu ke Indonesia, pemerintah telah memperpanjang PPKM di beberapa provinsi serta melakukan pengetatan kebijakan karantina internasional. Pelaku perjalanan internasional juga harus bebas Covid-19 yang dibuktikan dari tes PCR. Pelaku perjalanan juga sudah harus divaksin dan di seluruh pelosok Indonesia telah dilakukan percepatan vaksinasi.

Sampai saat ini WHO belum menaikkan “kelas”varian Mu sebagai kategori variant of Interest (VoI) atau yang perlu mendapat perhatian, ke kelas di atasnya, seperti halnya dengan varian Delta yang masuk kategori Variant of Concern (VoC) atau yang perlu diwaspadai. Senada dengan pernyataan WHO tersebut, ketua Pokja Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Gunadi, mengatakan varian Mu atau B1621 sebagai penyebab Covid-19 tidak lebih ganas dengan varian delta.
”Hasil riset awal menunjukkan varian Mu menyebabkan penurunan kadar antibodi netralisasi baik karena infeksi alamiah maupun vaksinasi, serupa dengan varian Beta. Namun, diperlukan penelitian lebih lanjut,” kata Gunadi.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam konferensi pers melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (6/9/2021) mengatakan, dalam konteks laboratorium, varian Mu memiliki resistensi terhadap vaksin. Namun, penyebaran varian ini tidak sebesar varian Delta. “Mudah-mudahan varian Mu akan abortif seperti varian Lambda beberapa waktu lalu di Peru,” ujarnya.
Yang Sudah Diketahui dari Varian Mu
Melegakan mungkin, tak seperti Delta yang mudah menyebar dan menular, varian Mu justru memiliki tingkat resiko penyebaran yang tergolong rendah. Hingga kini WHO juga mencatat tingkat penyebaran belum mengalami peningkatan yang melonjak.

Amukan varian delta membawa trauma dan derita yang cukup parah, bukan hanya di India tempat ia pertama ditemukan, tetapi ke banyak negara, terutama di antara masyarakat yang tidak divaksinasi. Ini menunjukkan seberapa cepat dan signifikan varian virus dapat mengubah arah pandemi.
Sayangnya, sebuah studi dari laboratorium di Roma menunjukkan bahwa vaksin Pfizer/BioNTech kurang efektif melawan mu dibandingkan dengan varian lain ketika diuji dalam eksperimen berbasis laboratorium. Meskipun demikian, penelitian ini masih menganggap imunitas yang ditawarkan oleh vaksin tersebut terhadap varian Mu masih lebih baik daripada tanpa vaksinasi.
Vaksin atau Tak Perlu Vaksin?
Tahukah Anda, keputusan Anda untuk divaksinasi atau tidak mempengaruhi perpanjangan pandemi ini? Setiap kali virus bereproduksi di dalam diri seseorang, ada kemungkinan virus itu bermutasi dan varian baru muncul. Memang, ini adalah proses acak, sedikit seperti melempar dadu. Semakin banyak Anda melempar dadu, semakin besar peluang munculnya angka tertentu, sama seperti munculnya varian baru. Cara utama untuk menghentikan varian tidak lain adalah vaksinasi global.
Disinilah perlunya kerjasama negara-negara di dunia. Ketika ada beberapa negara yang tidak menjalankan vaksinasi dengan baik, bukan hanya masyarakatnya saja yang rentan terhadap penyakit COvid-19 ini. Namun dikhawatirkan bisa menimbulkan varian-varian baru di sana.
Sumber: CNN Indonesia, Kompas, WHO, theconversation.com