PENCARIAN INDIA AKAN VAKSIN TERHADAP COVID 19

Seiring dengan gelombang amukan COVID di seluruh dunia yang masih terus menghancurkan aktivitas normal manusia, demikian pula perlombaan untuk menciptakan vaksin telah menjadi semakin genting dan semakin laju. Pandemi telah menciptakan paranoia bagi umat manusia sehingga pencarian vaksin COVID telah menjadi aktivitas tunggal paling ilmiah di antara komunitas peneliti di dunia. Pemerintah di seluruh dunia berusaha keras untuk meningkatkan kegiatan penelitian mereka dalam mencari vaksin yang sulit dipahami ini.

Pandemi COVID di India

Sejak India melonggarkan kebijakan lockdown-nya, India telah menyaksikan peningkatan lonjakan infeksi setiap hari. Sampai saat ini, India telah melaporkan lebih dari 900.000 kasus positif dan 24.000 kematian. Tetapi angka-angka ini menunjukkan banyak sisi positip yakni: pemulihan nasional India terus meningkat. 

Hari ini (25/07/2020) tingkat pemulihannya berada di 63,02%. India memiliki salah satu kasus COVID19 terendah per juta populasi yakni di angka 657 sedangkan rata-rata global adalah di angka 1638. Terhadap 3.11.565 kasus aktif, pemulihannya adalah 1,8 kali jumlah kasus aktif yaitu 5.71.459 pasien telah pulih sejauh ini. Penurunan tingkat pertumbuhan kasus baru COVID19 per hari telah berkurang dari 31% setiap hari di bulan Maret menjadi 3,24% di bulan Juli tahun ini. Mungkin statistik terpenting menyangkut India adalah bahwa rasio kematian per juta adalah terendah, yakni 17,2 dimana rata-rata global adalah 73. 

Meskipun angka-angka ini menggembirakan, karena jumlah penduduk yang besar di India, statistik ini tetap mencemaskan para pembuat kebijakan.

India Adalah Produsen Vaksin Terbesar di Dunia

Saat ini, 23 percobaan klinis dalam mencari vaksin COVID sedang berlangsung di seluruh dunia. Hasil awal dari uji klinis di Inggris, AS, Israel dan Rusia telah meningkatkan harapan untuk vaksin coronavirus yang efektif.

India telah membangun reputasi sebagai apotek global dan pada kenyataannya adalah produsen vaksin terbesar di dunia. India uga adalah produsen obat generik terkemuka di dunia. Beberapa lembaga penelitian di India juga bekerja pada program-program terpisah untuk menemukan vaksin untuk virus tersebut. Serum Institute of India adalah institusi penghasil vaksin terkemuka dan terbesar di seluruh dunia.

Status Perkembangan India Dalam Menemukan Vaksin

Tetapi di sini kita berbicara tentang terobosan ilmiah dan penemuan baru. Jadi, sudah sampai mana upaya India? Dewan penelitian medis India atau Indian Council for Medical Research (ICMR) telah memimpin India dalam penelitian medis ilmiah selama beberapa tahun, dan selama pencarian Vaksin COVID, ICMR telah berada di garis depan.

Pada bulan Juni, National Institute of Virology di bawah ICMR bekerja sama dengan Bharat Biotech Pt Ltd mengembangkan “COVAXIN”, yang telah diizinkan oleh pengawas obat-obatan India atau Drug Controller of India untuk melakukan uji klinis fase I & II pada sampel manusia. Uji klinis manusia diharapkan dilakukan pada bulan Juli itu sendiri.

Perusahaan farmasi swasta India lainnya, Zydus Cadila telah mengeluarkan vaksinnya sendiri yang disebut “ZyCOV-D” yang sebagian didanai oleh Departemen Teknologi di bawah National Biopharma Mission of India. Perusahaan tersebut juga telah diizinkan oleh otoritas regulasi India untuk melakukan uji klinis pada manusia. Zydus Cadila telah memulai uji klinis Fase 1 dan 2 dari vaksin COVID-19 ‘ZyCoV-D bulan ini.

Sebelum mendapatkan anggukan kepala untuk uji klinis manusia, kedua perusahaan ini dalam fase pra-klinis telah menunjukkan bahwa vaksin itu aman, imunogenik, dan dapat ditoleransi dengan baik. Vaksin tersebut juga mampu menghasilkan antibodi dalam penelitian pada studi hewan, persyaratan utama untuk pembuatan vaksin. Dalam uji coba fase I dan II, perusahaan akan kembali menilai keamanan, tolerabilitas dan imunogenisitas vaksin tersebut

Kedua uji pra-klinis ini telah meningkatkan harapan India secara signifikan untuk hasil yang sukses. Tetapi apa sebenarnya makna persetujuan untuk uji klinis manusia bagi India? Persetujuan untuk uji klinis manusia fase I & II yang diberikan oleh Drug Controller General of India membawa India selangkah lebih dekat ke penemuan vaksin Covid-19 di saat kasus-kasus positip di berbagai negara terus melonjak.

Sebagai bagian dari uji klinis fase I & II, ratusan sukarelawan di India akan diimunisasi dengan vaksin yang baru dibuat ini.

Respon India terhadap Covid-19 Sebagai Farmasi Dunia

Sejak krisis coronavirus meletus, India telah berupaya untuk melakukan pendekatan global terkoordinasi dalam mengatasi pandemi. India telah memasok 446 juta tablet Hydroxychloroquine dan 1,54 miliar tablet Paracetamol ke 133 negara, termasuk Indonesia, menuai pujian dari sejumlah pemimpin global.

Krisis COVID-19 telah menunjukkan pentingnya kerjasama internasional dalam masalah kemanusiaan, dan India telah bekerja sama dengan negara-negara G20 dan WHO dalam menemukan cara untuk mengawasi penyebaran virus corona. Meskipun belum ada pengobatan khusus yang terbukti untuk virus corona novel, pasien di India diberikan obat-obatan yang berbeda-beda yang sebenarnya adalah untuk mengobati penyakit lain. Ada beberapa perawatan yang saat ini telah terbukti untuk Covid-19  namun sebagian besar obat-obatan ini hanya untuk membantu pasien yang sakit.

Sebagian besar pasien di India tidak menunjukkan gejala (OTG) dan berangsur sembuh tanpa pengobatan khusus dari para dokter di India. Namun, karena tidak adanya obat-obat spesifik  untuk mengobati pasien COVID positif, India pada umumnya mengandalkan obat-obatan demam generik, Dexamethasone, Remdesivir dan pengencer darah, yang telah terbukti bermanfaat untuk kasus-kasus tertentu. 

Setelah beberapa perusahaan farmasi India meluncurkan versi generik Remdesivir dan Favipiravir untuk pengobatan Covid-19, pada akhirnya ditemukan bahwa obat-obat tersebut hanya membantu mengurangi muatan viral tetapi bukan game changer. Menurut National Institute of Virology, India juga telah mengizinkan penggunaan Tocilizumab dan terapi plasma Convalescent pada kelompok pasien tertentu. Selain itu, India sudah menggunakan Hydroxychloroquine, obat antimalaria yang telah menjadi bahan perdebatan mengenai kemanjurannya terhadap Covid-19, sebagai obat profilaksis. 

Pada 21 Juni, Central Drugs Standard Control Organisation memberikan persetujuan kepada Hetero Drugs Ltd dan Cipla Ltd untuk memproduksi dan memasarkan Remdesivir. Kedua perusahaan tersebut telah menandatangani perjanjian lisensi non-eksklusif dengan Gilead Sciences, yang merupakan pemegang paten Remdesivir. Cipla Ltd sekarang menjual versi generik Remdesivir dengan nama merek Cipremi. 

Glenmark Pharmaceuticals telah meluncurkan obat dengan nama merek FabiFlu, menjadikannya obat oral pertama yang disetujui Favipiravir di India untuk pengobatan Covid-19. Perusahaan telah menetapkan harga pada Rs 100 (Rp20.000) per tablet.

Perusahaan biofarmasi yang berbasis di Bengaluru, Biocon Limited, melaporkan bahwa Drugs Controller General of India telah menyetujui Itolizumab yang diproduksi oleh perusahaan biofarma India yang berbasis di Bengaluru, Biocon Ltd. Demikian pula, Biophore India Pharmaceuticals telah menerima lisensi dari Drug Controller General of India (DCGI) untuk memproduksi Favipiravir. Garam farmasi aktif adalah bagian penting dari formula akhir untuk mengobati kasus Covid-19 yang ringan sampai sedang.

Dari Net importir Hingga Produsen APD Terbesar Ke-2 di Dunia

Baca Juga:  10 Tips Menabung dari Berbagai Negara yang Bisa Kamu Terapkan

Ketika COVID meledak di India sekitar bulan Maret, India mengimpor sebagian besar alat APD dan alat-alat uji dari negara lain. Tetapi India segera menyadari bahwa skala tes diagnostik yang diperlukan pastilah sangat besar untuk mendeteksi infeksi di antara populasi India yang besar, maka impor tidak akan menjadi pilihan jangka panjang. India meningkatkan produksi APD dan alat uji dalam negeri dan dalam waktu dua bulan, India telah menjadi produsen baju APD (Alat Pelindung Diri) terbesar kedua di dunia. Pada 15 Juli, India meluncurkan alat uji diagnostik COVID19 RT-PCR yang paling terjangkau (US $ 7) yang sangat sensitif dan spesifik, dikenal sebagai ‘Corosure” yang dikembangkan oleh Indian Institute of Technology, Delhi.

Bisakah India menghasilkan vaksin?

Pandemi global virus corona telah mengekspos ketergantungan banyak negara pada obat-obatan buatan luar negeri. Sebagai produsen terbesar vaksin dan obat-obatan generik, India akan memiliki peran penting dalam produksi massal obat-obatan dan vaksin untuk infeksi coronavirus begitu obat untuk penyakit mematikan itu ditemukan.

Uji klinis terhadap manusia saat ini sedang berlangsung dan indikasi adalah bahwa hasilnya menggembirakan. Meskipun para ilmuwan dan peneliti India optimis dapat membuat terobosan, euforia mereka tetap terukur. ICMR percaya bahwa jika semuanya berjalan dengan baik, ia optimis bahwa vaksin yang efektif dan teruji dapat diproduksi pada pertengahan 2021, satu tahun dari sekarang.

Mengingat kehebatan India dalam penelitian medis dan kemampuannya untuk produksi massal vaksin dan obat generik, ada harapan besar dari India pada putaran ini. Sedemikian rupa sehingga Bill Gates menempatkan semua taruhannya di India untuk menghasilkan vaksin secepatnya bagi seluruh umat manusia.

Judul asli: INDIA’S SEARCH FOR VACCINE AGAINST COVID 19

Penulis: Raghu Gururaj (Consul General of India to Sumatra, lokasi di Medan)

Penerjemah: Elsa Malona (Kover Magz)