Medan, Kovermagz – Sejak revolusi industri 4.0 mulai digaungkan pada pemerintahan Presiden Joko Widodo, terjadi perubahan masif khususnya pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dalam hal ini, pendidikan menjadi fokus utama agar tercipta sumber daya manusia yang terampil dan ahli dibidangnya, salah satunya melalui pendidikan vokasi.
Untuk menyiapkan sumber daya manusia yang siap menghadapi era Revolusi Industri 4.0, pemerintah sendiri telah membentuk Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Pendidikan Vokasi) di Kemendikbud melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2019 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Diksi) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan dua program yaitu Program Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)–Diploma Dua (D2) Jalur Cepat dan Program Peningkatan Prodi Diploma Tiga (D3) menjadi Sarjana Terapan (Diploma Empat-D4). Program ini sebagai terobosan untuk memaksimalkan penyerapan lulusan vokasi ke Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI).
Pendidikan vokasi sendiri merupakan jenjang pendidikan tinggi yang tujuannya untuk mempersiapkan tenaga ahli yang siap bekerja sehingga dapat bersaing secara global.
Berbeda dengan pendidikan akademis, pendidikan vokasi memiliki ciri khas tersendiri karena dalam penerapan aspek-aspek praktis didukung dengan teori yang tepat. Oleh karenanya, komposisi praktek lebih dominan dibandingkan dengan teori. Kurikulum yang digunakan untuk pembelajaran pendidikan vokasi juga berbeda yaitu dengan menggunakan dual system 3-2-1 yang dipakai pada jenjang pendidikan Diploma III. Sistem ini memberikan kesempatan untuk pelajar/mahasiswa untuk menempuh pendidikan di kampus selama 3 semester, 2 semester magang dan 1 semester menyelesaikan pendidikan di kampus atau industri.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim mengatakan, program tersebut merupakan terobosan baru yang menambah daya tarik pendidikan vokasi dan memberikan kesempatan kepada peserta didik memilih yang terbaik untuk dirinya. Selain itu, program ini memberikan kesempatan pendidikan vokasi untuk mempersiapkan calon tenaga kerja yang andal dan matang. Siswa bebas memilih lulus di akhir tahun ketiga atau melanjutkan ke Diploma Dua jalur cepat.
Ahmad Saufi selaku Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri Kemdikbud, juga mengatakan bahwa persepsi masyarakat terhadap Pendidikan Vokasi harus diubah. Ini dikarenakan, selama ini Pendidikan Vokasi dianggap sebagai pendidikan kelas dua, bukan pilihan utama untuk melanjutkan studi.
Padahal pendidikan vokasi diarahkan untuk menghasilkan lulusan yang terampil, kompeten, berdaya saing, dan berkarakter sesuai dengan kebutuhan DUDI (Dunia Usaha Dunia Industri). “Ini sangat dibutuhkan untuk menghadirkan lulusan yang relevan dengan pasar kerja sehingga keterserapan lulusan lebih terjamin,” jelasnya.
Pendidikan Vokasi dan DUDI adalah dua elemen yang tidak dapat dipisahkan, karena keduanya perlu berjalan beriringan.
Alasannya karena pendidikan vokasi dapat menghasilkan bibit-bibit unggul yang nantinya dapat berkontribusi dalam dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Sementara itu, dunia usaha dan dunia industri (DUDI) juga berperan penting dalam membantu meningkatkan kualitas pelajar/mahasiswa pendidikan vokasi melalui kegiatan praktek atau magang, sertifikasi kompetensi dan penyerapan tenaga kerja.
Maka dari itu, Pendidikan Vokasi dan SMK secara khitahnya memang sejak awal harus sudah terhubung dengan Industri. Namun, dengan adanya pandemi ini membuat lonjakan angka dari lulusan dari Pendidikan Vokasi yang berbanding terbalik dengan penurunan jumlah lapangan kerja dari DUDI.
Program Jalur Cepat SMK-D2 merupakan realisasi skema sambung-suai dunia pendidikan dan DUDI yang melibatkan tiga pihak yaitu SMK, Pendidikan Tinggi Vokasi (PTV), dan DUDI. PTV yang dimaksud bisa berupa politeknik, akademi komunitas, universitas/institut, dan sekolah tinggi yang memiliki program diploma dua (D-2).
Program ini mendorong murid SMK lebih cepat mendapatkan kompetensi yang lebih tinggi melalui mekanisme yang praktis, disertai dengan gelar atau level ijazah yang lebih tinggi. “Skemanya, siswa menempuh enam semester di SMK dan tiga semester menjadi mahasiswa di level pendidikan tinggi. Jadi, pengalaman bekerja di industri akan lebih banyak,” kata Wikan Sakarinto selaku Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi. Untuk tahap awal, tercatat 20 PTV, lebih dari 80 SMK, dan 35 DUDI yang menjadi pionir program ini.
Ada pun program Peningkatan Prodi D3 menjadi Sarjana Terapan D4 memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mendapatkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan lulusannya bisa mengisi posisi supervisor produksi serta pelaksana lapangan andal yang dibutuhkan oleh DUDI.
“Jadi, kalau PTV ingin Prodi D3 ditingkatkan menjadi sarjana terapan, syaratnya memiliki rekam jejak berhasil link and super-matc’ dengan beberapa DUDI yang bereputasi, serta memiliki visi pengembangan prodi yang kuat dan visioner, ” ujar Wikan.
Salah satu program yang saat ini tengah dilakukan untuk revitalisasi kurikulum pendidikan vokasi yaitu Link and Match yang disusun dan disetujui langsung oleh industri.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kini tengah gencar merealisasikan program ini. Program Link and Match ini dibuat untuk mengnyinergikan antara pendidikan vokasi dengan dunia industri guna meningkatkan penyerapan lulusan sekolah vokasi agar dapat menjadi tenaga kerja andal sekaligus menghemat pengeluaran untuk menjadi sumber daya manusia baru yang sesuai dengan kebutuhan industri.
Wikan menjelaskan dua hal yang mendasari munculnya kedua program ini. Pertama Merdeka Belajar untuk memberikan pendidikan yang sesuai dengan keinginan dan bakat peserta didik vokasi di masa depan. Kedua mendorong terwujudnya program sambung- suai (link and super-match) antara dunia pendidikan dan dunia industri.
Dilansir dari laman resmi kemendikbud, dalam program Link and Match terdapat 5 syarat yang harus diwujudkan, di antaranya syarat pertama yaitu :
1. Pembuatan kurikulum bersama. Kurikulum ini harus disetujui oleh industri dan disinkronisasi setiap tahunnya.
2. Pihak industri diwajibkan memberikan guru atau dosen tamu. Guru atau dosen tamu ini wajib memberikan pengajaran minimal 50 jam per semester.
3. Kemberikan kesempatan magang minimal satu semester kepada siswa SMK dan mahasiswa vokasi dari pihak industri yang dirancang bersama.
4. Sertifikasi kompetensi di mana kompetensi ini merupakan hal yang penting untuk lulusan vokasi menurut Wikan.
5. Komitmen menyerap lulusan sekolah vokasi oleh industri.
Dengan 5 syarat ini, Wikan juga menargetkan 80% lulusan pendidikan vokasi dapat terserap ke dunia industri, kemudian sisanya sebanyak 20% dapat berbisnis atau ke pekerjaan lain. Lewat program Link and Match semoga tidak ada lagi stigma bahwa lulusan sekolah vokasi akan menjadi pengangguran melainkan dapat menjadi tenaga ahli dan memiliki kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia industri.
Penulis : Annette Thresia Ginting
Sumber : Tempo, vokasi.kemdikbud.go.id