Lukman Hakim Siagian Membangun Karakter Penggiat Lingkungan 

Jangan Naik Gunung!

Memasuki industri 4.0 yang serba digital dan virtual, sosial media sudah menjadi kebutuhan keseharian. Insan manusia berbondong-bondong unjuk gigi pelesiran ke berbagai objek wisata hanya untuk memuaskan media sosial. Termasuk juga kegiatan yang berhubungan dengan alam seperti naik gunung. Alih-alih mempromosikan gunung sebagai destinasi berlibur, Lukman malah melarang keras para pencinta alam menapakinya.

“Untuk menyelamatkan gunung, kami tidak lagi mengutip sampah di gunung. Jangan naik gunung! Supaya enggak banyak sampah, ya enggak usah naik gunung. Mindset teman-teman yang salah jika menganggap gunung itu tempat hiburan. Hutan itu tempat belajar bukan ajang kompetensi bagus-bagusan foto.Kita naik gunung supaya tahu ada apa saja di gunung, pilar apa fungsinya, tumbuhan ada yang bisa jadi obat, flora dan fauna bagaimana, bukan supaya foto pas sunrise atau sunset. Sekalian aja taklukin itu gunung Everest,” ucapnya menjelaskan.

Lukman juga menyayangkan nihilnya metode konservasi gunung-gunung di Sumatra Utara. Di Pulau Jawa, setiap gunung aksesnya akan ditutup tiga bulan sekali. Biaya masuk yang ditetapkan ke tiap-tiap gunung juga lumayan tinggi, 50 ribuan lebih. Sekilas memang mahal namun sebanding dengan proses perawatannya.

“Tidak seperti di sini, selagi ada tamu ya masuk saja. Tidak ada over kapasitas, selagi ada tempat untuk berdiri ya masuk. Pas rusak baru pusing sendiri. Seharusnya dibatasi 150 orang misalnya per hari yang naik ke Sibayak, kalau lebih besok baru bisa didaki lagi. Bayangkan seribu orang di sana, semak-semak bisa jadi rata karena dipijak,” ungkapnya.

Lukman juga cukup kecewa dengan destinasi wisata yang tidak memiliki regulasi dan solusi. “Orang terlalu latah buka potensi wisata, mereka enggak tahu efek ke depannya seperti apa. Sudah buka yang penting ramai, enggak ada konsep sebab akibat, ketika buka ini bagaimana solusi untuk sampahnya, pengaturan kapasitasnya, syarat masuknya. Itulah makanya kita butuh membangun karakter penggiat alam,” tambah Lukman.

Sebarkan Virus Peduli Lingkungan

Melalui Salam Sumut, Lukman ingin berbagi ‘virus’ mencintai alam dengan membuat beragam kegiatan, salah satunya Ramadan Camp yang tahun ini digelar di Taman Cadika selama 3 hari, dari tanggal 17-19 Mei bersama anak yatim piatu dan duafa. Sesuai dengan judulnya, Ramadan Camp diisi dengan banyak agenda seperti lomba islami, camping ground, tausiyah, tarawih, tadarus, materi islam, renungan suci, games, sahur bersama dan buka puasa bersama.

Sebelumnya, Salam Sumut sukses menyelenggarakan Camp Fun pada tanggal 27-28 April 2019 di Pamah Semilir, Kabupaten Langkat dengan kegiatan camping ground, pemutaran film, diskusi, panggung rakyat, api unggun, penanaman pohon dan ngopi bareng. Kemah Bakti juga digelar pada awal April di Desa Percut, Kabupaten Deli Serdang.

Memperingati hari air sedunia, Salam Sumut mengadakan acara yang bertajuk Save Water, Save World, Save Life pada 23-24 Maret 2019 di Sungai Deli Medan sembari mengajak para peserta membersihkan sampah dan menanam pohon di sekitar sungai. Memperingati hari Sumpah Pemuda, Salam Sumut berhasil mengumpulkan 1.600 pemuda-pemudi di Paropo, Kabupaten Dairi untuk melaksanakan upacara bendera dan berdiskusi.

Setiap kegiatan yang diselenggarakan Salam Sumut selalu melibatkan komunitas dari berbagai daerah karena menurut Lukman dengan semakin banyak berjejaring maka akan mempermudah pelaksanaan acara. “Kami enggak pernah sendiri, kami inisiator dan konseptor, buat acaranya semua gotong royong, semua kami gandeng, undangan kami share, yang mau terlibat silakan. Kami tidak pernah buat proposal, dari teman-teman ada yang nyumbang tenda, nyumbang sound, nyumbang beras. Ketika mereka punya kegiatan, kami juga bantu, kalau diundang selalu kami sempatkan hadir,” tutupnya.