Intip Rekam Jejak Jordi Cruyff Yang Terpilih Jadi Penasihat Teknis Terbaru Timnas Indonesia

Baru-baru ini, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) resmi memperkenalkan Jordi Cruyff sebagai Technical Advisor atau Penasihat Teknis terbaru timnas Indonesia. Penunjukan eks pemain timnas Belanda itu diumumkan oleh Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, di Menara Danareksa, Jakarta, pada 25 Februari 2025. 

“Dengan bangga kami menyambut Jordi Cruyff sebagai Penasihat Teknis PSSI yang baru. Patrick Kluivert dan Jordi saling mengenal satu sama lain, dan ketika beliau merekomendasikannya, saya sangat bahagia,” ucap Ercik.

Perlu anda ketahui, penasihat teknis ini merupakan salah satu posisi penting di dalam sebuah tim nasional. Dia akan berperan dalam strategi pengembangan tim, peningkatan performa para pemain, serta membangun sistem sepak bola nasional yang lebih profesional.

Dalam waktu dekat, Jordi mungkin akan lebih banyak berkomunikasi dengan Patrick Kluivert selaku pelatih kepala timnas senior, terutama menjelang laga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia. Namun, sebenarnya tugasnya tak hanya mentok di timnas utama.

Dia juga akan berkoordinasi dengan pelatih kepala di timnas kelompok umur lain. Kehadirannya diharapkan menjadi jembatan adanya kesinambungan filosofi sepak bola dari timnas kelompok umur ke timnas utama.

Siapa Jordi Cruyff? 

Jordi Cruyff bukanlah nama baru di dunia sepak bola. Pasalnya, dia bisa dibilang memiliki reputasi yang mentereng sebelum ditunjuk PSSI untuk turut mengembangkan skuad Garuda. Jordi Cruyff merupakan anak dari legenda sepak bola Belanda, Johan Cruyff.

Ayahnya merupakan generasi emas Belanda yang berhasil membawa tim tersebut ke final Piala Dunia 1974, meski harus diakui akhirnya kalah 2-1 dari Jerman Barat. Dengan latar belakang tersebut, tak mengherankan bila Jordi memang sudah akrab dengan dunia sepak bola sejak anak-anak. 

Rekam Jejak Jordi Cruyff

Saat masih remaja, Jordi sempat menimba ilmu di akademi Ajax Amsterdam pada 1981-1988 dan Barcelona 1988-1992. Saat menapaki karier profesionalnya, Jordi lebih banyak bermain sebagai gelandang serang. Sesekali, dia juga bermain di posisi second striker. Selama kariernya, Jordi beberapa kali berpindah ke klub-klub besar.

Pada 1994-1996, Jordi sempat bermain untuk Barcelona. Kemudian, pada 1996-2000, dia membela klub raksasa Liga Inggris, Manchester United. Di klub Setan Merah itu, dia mempersembahkan gelar juara pada musim 1996/1997. Dia pun meraih dua gelar FA Charity Shield 1996 dan 1997.

Namun, setelah itu, Jordi justru lebih banyak bermain di klub kasta menengah. Beberapa di antaranya adalah Celta Vigo (1999), Alaves (2000-2003), Espanyol (2003-2004), Metalurh Donetsk (2006-2008), dan Valletta (2009-2010). Jordi diketahui pernah bermain untuk Timnas Belanda pada 1996 dan menyumbangkan satu gol dari sembilan laga.  Dia pun pernah bermain untuk timnas Catalonia dari 1995 sampai 2004.

Setelah pensiun, Jordi fokus membangun karier sebagai pelatih. Dia memulainya dengan menjadi sporting director tim AEK Larnaca di Liga Cyprus, kemudian pindah ke tim Maccabi Tel Aviv untuk jabatan yang sama.

Di klub baru ini, dia mendapat kepercayaan lebih dan menjabat sebagai pelatih kepala tim Maccabi Tel Aviv pada 2017-2018. Dia kemudian berpindah tim dan kembali mengisi posisi pelatih di Chongqing Dangdain Lifan (China) pada 2018-2019.

Karier kepelatihannya mulai menanjak saat dia dipercaya menjadi pelatih kepala timnas Ekuador pada 2020 lalu. Setelah itu, Jordi Cruyff didapuk sebagai penasihat strategis tim Barcelona pada Agustus 2021.

Tak butuh waktu lama, dia dipromosikan menjadi direktur olahraga Barcelona pada Juli 2022. Jordi mengabdi di klub akademinya tersebut selama 2 tahun hingga Juni 2023. Di Barcelona, dia adalah sosok krusial yang menemukan wonderkid Barcelona, Lamine Yamal.

Kini, dia akan menjalani peran baru sebagai technical advisor baru PSSI mulai Maret 2025. Dia bertugas dengan memberi masukan dan arahan untuk membesut sepak bola Indonesia bersama direktur teknis yang akan ditunjuk kemudian. Beberapa fokus utamanya ialah mengenai metodologi pelatihan, pengembangan grassroots, jenjang karir pemain elit, dan pengembangan sistem teknis secara keseluruhan.