Deretan Masalah Perilaku Anak yang Tak Boleh Diabaikan, Bunda Wajib Tahu!

Mungkin sebagian dari anda mengira jika masalah perilaku anak di saat masih belajar berperilaku atau pra sekolah adalah hal yang masih boleh di toleransi. Hal ini dikarenakan anak-anak masih berada di bawah umur sehingga dianggap tidak menyebabkan masalah besar. Padahal anggapan ini salah loh. Justru di saat masa belajar berperilaku, Orang tua  memegang peranan penting dalam membentuk karakter dan perilaku anak. Di usia 3 hingga 4 tahun, orang tua perlu lebih memperhatikan perkembangan sosial anak.

Ingat, masalah perilaku anak yang tak boleh disepelekan. Bila anda kerap menoleransi masalah tersebut, maka itu akan terbawa hingga sang anak beranjak dewasa. Alhasil, sang anak akan memiliki masalah perilaku yang lebih serius dan mengancam masa depannya. Untuk itu, jangan anggap sepele.  Amati sikap anak saat bermain dengan teman atau saat bersosialisasi, serta sikapnya saat berkomunikasi dengan Bunda atau orang dewasa di sekitarnya. 

Melansir dari berbagai sumber, berikut beberapa masalah perilaku anak yang perlu segera diperbaiki dan tak boleh disepelekan, karena rentan menjadi masalah jangka panjang:

Tidak Jujur

Suka berbohong atau tidak jujur merupakan perilaku anak yang mesti anda waspadai. Pastinya bunda tidak ingin bukan sang anak tumbuh menjadi pribadi yang tidak jujur? Oleh karena itu, ajari anak anda tentang betapa pentingnya kepercayaan dan kejujuran dalam hubungan.

Mungkin bunda bisa menerapkan aturan yang sedikit “keras” (bukan hukuman fisik!) kepada anak yang suka berbohong. Namun yang perlu diingat, bunda perlu menghubungi psikolog anak bila kondisi ini terus berlanjut. Pasalnya, hal ini bisa menandai adanya masalah yang lebih serius.

Senang memotong pembicaraan orang lain

Anak mungkin bersemangat untuk memberi tahu Bunda sesuatu atau ingin mengajukan pertanyaan, tetapi membiarkan mereka menyela pembicaraan tidak mengajari cara bersikap terhadap orang lain.

“Akibatnya, anak akan berpikir bahwa mereka berhak mendapatkan perhatian orang lain dan tidak akan mampu menoleransi rasa frustrasi,” ungkap psikolog dan penulis Getting Your Child From No to Yes, Jerry Wyckoff, PhD, dikutip dari laman Parents. 

Lain kali misalnya sedang menelepon atau berbicara dengan orang lain, beri tahu anak sebelumnya. Misalnya, anda dapat mengatakan, ‘Sebentar lagi, ya, Bunda sedang berbicara di telepon. Nanti setelah ini Bunda akan bermain denganmu. Ayo keluarkan dulu krayonnya supaya kamu bisa mewarnai sambil menunggu Bunda kembali’.

Bermain terlalu kasar

Bunda perlu turun tangan ketika Si Kecil terlihat sering memukul teman bermainnya, juga saat ia sering melakukan sikap agresi yang lebih ‘halus’ seperti mendorong atau mencubit. Penting untuk memiliki kebijakan tanpa toleransi dalam menghadapi perilaku agresif.

“Jika orang tua tidak melakukan intervensi, perilaku kasar dapat menjadi kebiasaan mulai pada usia 8 tahun. Perilaku seperti ini jika dibiarkan juga membuat mereka berpikir bahwa menyakiti orang lain adalah hal yang dapat diterima,” ungkap penulis Don’t Give Me That Attitude!: 24 Rude, Selfish, Insensitive Things Kids Do and How to Stop Them, Michele Borba, EdD.

Sulit Memaafkan dan Meminta Maaf

Masalah yang satu ini memang terbilang sulit. Karena bukan hanya anak-anak saja yang sulit melakukannya namun juga orang dewasa. Kendati demikian, anda tetap perlu mengajari mereka untuk kapan waktu yang tepat memaafkan orang lain. Selain itu, ajari pula Si Kecil untuk meminta maaf. Jadikanlah hal ini sebagai suatu kebiasaan dalam keluarga. Andaikan dirinya sulit untuk meminta maaf, cobalah ajak dirinya bicara dan cari tahu hal apa yang membuat anak enggan meminta maaf. Contoh konkret lainnya, cobalah praktikkan cara meminta maaf di depan mereka sebagai contoh perilaku anak yang baik.

Berpura-pura tidak mendengarkan

Memberi tahu anak beberapa kali untuk melakukan sesuatu yang tidak ingin mereka lakukan, seperti masuk ke mobil atau merapikan mainan, mengirimkan pesan bahwa tidak apa-apa untuk mengabaikan orang lain saat bicara. 

“Mengingatkan anak berulang kali hanya melatih mereka untuk menunggu pengingat berikutnya daripada memperhatikan pada saat yang kali pertama,” kata psikolog Kevin Leman, PhD.

Jika orang tua membiarkan perilaku tersebut berlanjut, anak kemungkinan akan menjadi pembangkang dan suka mengontrol. Daripada berbicara kepada anak dari seberang ruangan, berjalanlah ke arah mereka, sejajarkan diri, dan beri tahu apa yang perlu mereka lakukan. Gunakan instruksi yang singkat dan sederhana. 

Tak peduli aturan

Membiarkan anak mengendalikan aktivitas yang seharusnya diatur orang tua mengajarkan bahwa mereka tidak perlu mengikuti aturan. Tetapkan sejumlah aturan di rumah dan bicarakan dengan anak sesering mungkin. Misalnya, jika anak menyalakan televisi tanpa izin, beri tahu mereka untuk mematikannya dan katakan: ‘Kamu harus meminta izin dulu sebelum menyalakan televisi’.

Menyebutkan aturan dengan lantang akan membantu mereka memahaminya. Pada usia ini, usahakan untuk membatasi jumlah aturan rumah menjadi sekitar dua atau tiga saja. Lebih dari itu akan sulit bagi anak untuk mengingatnya.

Bersikap sedikit berlebihan

Perilaku negatif anak saat merespons ucapan orang tua, seperti dengan memutar mata atau menggunakan nada ketus, sering kali dimulai saat usia prasekolah. Hal ini dilakukan untuk menguji reaksi orang tua mereka.

“Beberapa orang tua mengabaikannya karena mereka pikir itu adalah fase yang akan berlalu. Padahal jika diabaikan, sikap demikian sangat mungkin terbawa sampai usia remaja,” kata Borba.

Jangan ragu untuk memberi respons saat melihat anak bersikap demikian. Tujuannya bukanlah untuk membuat anak merasa buruk. Sebaliknya, ini menunjukkan kepada anak bagaimana penampilan atau suara mereka, lalu beritahu mereka cara yang lebih tepat untuk mengekspresikan perasaannya.

Melebih-lebihkan kebenaran

Meskipun mungkin tidak tampak seperti masalah besar jika anak mengatakan bahwa mereka merapikan tempat tidur padahal mereka hampir tidak pernah melipat selimut, penting untuk menghadapi segala bentuk ketidakjujuran. 

Bagi anak usia prasekolah, bereksperimen dengan kebohongan adalah hal yang wajar sesuai dengan perkembangannya, dan Bunda harus menetapkan ekspektasi seputar kejujuran sejak awal.

Anggap ini sebagai kesempatan untuk mengajarkan anak tentang kejujuran daripada sekadar mendisiplinkannya. Anak-anak cenderung terus berbohong ketika mereka takut mendapat masalah atau dihukum.

Manipulasi 

Manipulasi di sini maksudnya Si Kecil menggunakan beragam cara untuk mendapatkan keinginannya. Misalnya, menangis, merengek, ngambek, atau menggunakan metode lain untuk mendapatkan mainan yang diinginkannya. Nah, sebaiknya ingatkanlah mereka bahwa kebiasaan ini tak bisa membangun hubungan yang sehat dengan keluarga atau teman sepermainannya.