Clubhouse, Amankah ?

Apa itu Clubhouse?

Medan,KoverMagz – Clubhouse app adalah aplikasi media sosial yang berbasis obrolan suara. Berbeda dengan LINE atau WhatsApp yang berbasis teks, Clubhouse lebih difokuskan pada konten audio untuk berinteraksi.

Hal yang membedakan Clubhouse dari yang lainnya adalah aplikasi ini tak menyediakan teks, gambar dan video. Aplikasi ini hanya audio saja dan digunakan secara langsung, saat itu juga. Anda bisa membuka ruangan virtual untuk kamu sendiri atau bergabung berbincang dengan orang lain di ruangan lain.

Umumnya, hanya sejumlah orang yang dapat berbicara, sementara yang lainnya hanya memiliki pilihan untuk mendengarkan saja. Tapi Anda bisa melambaikan tangan, dan meminta izin kepada yang punya ruangan untuk ikut berbicara.

Perbincangan berlangsung tanpa direkam atau dapat diputar kembali. Jadi Anda harus mengikuti segalanya saat itu juga.

Untuk memastikan tidak ketinggalan isu-isu yang sedang dibahas, saat bergabung Anda bisa memilih topik yang ingin diikuti, dan akan mendapatkan pemberitahuan saat orang-orang di dalam ruangan virtual itu mulai membicarakan hal yang Anda minati.

Kok, bisa menjadi tren ?

Format audio yang disediakan ini telah memberikan kedekatan tersendiri bagi pendengarnya, seperti mendengarkan sebuah podcast atau perbincangan radio.

Elon Musk juga meyakini aplikasi ini bisa menghindari “perubahan konteks” yang menurutnya sebagai “pembunuh pikiran”. Ini, sejauh yang bisa diketahui siapa pun, adalah cara yang rumit untuk mengatakan “tak ada berita baru setiap 10 detiknya, dengan selingan gambar kucing-kucing, jadi kamu bisa fokus terhadap satu topik.”

Dan meskipun banyak orang menggunakan aplikasi ini hanya untuk ngobrol dengan teman-temannya, tapi kemunculan tokoh seperti Elon Musk berarti bisa mendengarkan suara orang-orang super terkenal dan berpengaruh, ngobrol santai, seakan Anda bersama mereka di dalam satu ruangan.

Keunggulan lain yang tak terduga, sebagai aplikasi baru, Clubhouse berhasil untuk menghindari segala macam aturan sejumlah pemerintah dibandingkan dengan platform media sosial besar lainnya.

Clubhouse diizinkan di China, di saat media sosial asal Amerika Serikat seperti Twitter dan Facebook dilarang.

Situs Quartz melaporkan bahwa pengguna Clubhouse di China “menggunakan aplikasi ini untuk membicarakan topik yang semestinya disensor… seperti demokrasi”, mengubah kode undangan menjadi barang dagangan. Tapi pada awal Februari, pihak berwenang China akhinya melarang penggunaan aplikasi ini. Di banyak negara, Clubhouse menjadi terkenal di kalangan aktivis.

Bagaiman cara mendownloadnya ?

Saat ini aplikasi ini tidak tersedia di Android bahkan untuk pengguna iPhone pun walau bisa mengunduh lewat App Store bukan berarti bisa langsung mendapat akses.

Clubhouse saat ini hanya bisa digunakan ketika Anda mendapat undangan saja. Anda harus menunggu sampai seseorang mengirimkan undangan untuk bergabung dengan klub – dan pengguna yang sudah bergabung hanya punya dua kesempatan mengundang pada awalnya.

Tapi ini bukan berarti tidak akan bisa diakses semudah aplikasi media sosial yang besar saat ini. Ketika mengunduh aplikasi dari App Store, kamu dapat memesan nama pengguna. Dapat mengakses atau tidaknya tanpa undangan, akan bergantung pada berapa banyak teman yang sudah menggunakan Clubhouse. Mereka mungkin akan menerima pemberitahuan yang memberi tahu mereka bahwa kamu telah memesan nama pengguna dan mengunduh aplikasi. Jika hal ini terjadi, mereka akan mendapatkan opsi untuk melambaikan tangan dan mempersilakan kamu masuk.

Facebook saat ini telah menjadi aplikasi global raksasa dengan 1,5 miliar pengguna, tapi awalnya aplikasi ini hanya tersedia untuk ribuan orang yang belajar di kampus-kampus elit Amerika saja.

Bahkan platform surat elektronik Google, yaitu Gmail, hanya menyediakan satu undangan, sebelum menjadi surel arus utama dan digunakan lebih dari 1,5 juta .

Amankah ?

Kebocoran data Clubhouse pertama kali dilaporkan oleh Observatorium Internet Universitas Stanford, namun kepala bagian teknologi aplikasi tersebut, David Thiel menekankan bahwa kebocoran data itu tidak berbahaya atau sebuah “peretasan”.

Sebaliknya, kata Thiel, insiden itu terjadi ketika salah satu penggunanya memutuskan untuk melanggar persyaratan layanan Clubhouse.

Peneliti keamanan siber Australia Robert Potter, yang membangun pusat operasi keamanan cyber Washington Post, setuju dengan pendapat ini.

Dia menjelaskan bahwa “pelimpahan data” berbeda dengan “pelanggaran data”, di mana pelanggaran data disengaja dan biasanya dilakukan oleh seseorang yang meretas sistem untuk mencuri data.

Pelimpahan data, di sisi lain, adalah insiden di mana informasi rahasia dibagikan ke pihak yang tidak berwenang untuk memiliki akses ke informasi tersebut.

Menurut Potter, insiden tersebut terjadi karena pengguna menyadari bahwa ia bisa berada di banyak ruang obrolan dalam waktu bersamaan.

Baca Juga:  Nuansa Baru Prime Bar di Jw Marriott Hotel Medan

Dengan memahami cara kerjanya, pengguna dapat menghubungkan API Clubhouse ke situsnya, dan pada dasarnya “membagikan” loginnya dari jarak jauh dengan siapa pun di internet yang ingin mendengarkan obrolan audio dari aplikasi.

Insiden kebocoran data pada Minggu terjadi setelah Clubhouse membuat jaminan bahwa data pengguna tidak dapat dicuri oleh penjahat dunia maya atau peretas yang disponsori negara, sebagai tanggapan atas peringatan dari Observatorium Internet Universitas Stanford, yang dipimpin oleh mantan kepala keamanan Facebook Alex Stamos.

Peneliti keamanan siber Stanford menemukan beberapa kelemahan keamanan di aplikasi tersebut, termasuk fakta bahwa nomor ID unik pengguna dan nomor ID dari ruang obrolan Clubhouse yang mereka buat bisa dikirim dalam bentuk teks biasa dan ID dapat dihubungkan ke profil pengguna tertentu.

Para peneliti juga khawatir bahwa pemerintah China dapat memperoleh akses ke dokumen audio mentah di server Clubhouse, karena infrastruktur back-end-nya disediakan oleh perusahaan API bernama Agora, yang memiliki kantor di Shanghai dan San Francisco.

Ketika Agora melantai di pasar bursa di Wall Street pada bulan Juni, disebutkan dalam pengajuannya ke Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) bahwa di China, aplikasi ini akan diminta “untuk memberikan bantuan dan dukungan sesuai dengan hukum bagi keamanan publik dan otoritas keamanan nasional untuk melindungi keamanan nasional atau membantu penyelidikan kriminal”.

Stanford Internet Observatory memberi tahu Clubhouse tentang kelemahan keamanan dan pada 12 Februari mengatakan bahwa pihaknya bekerja dengan perusahaan aplikasi untuk meningkatkan keamanannya.

Terancam diblokir di Indonesia?

Sementara itu, pemerintah Indonesia menyatakan aplikasi obrolan radio (radio chat) Clubhouse belum terdaftar di Kementerian Kominfo sebagai penyelenggara sistem elektronik (PSE).

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memberi waktu hingga beberapa bulan ke depan bagi penyelenggara sistem elektronik (PSE), termasuk Clubhouse, untuk mendaftarkan diri.

Juru bicara Kominfo, Dedy Permadi, mengatakan aplikasi yang tidak terdaftar akan mendapatkan pemutusan akses berupa tindakan pemblokiran akses, penutupan akun dan atau penghapusan konten.

“Sesuai Peraturan Menteri Kominfo No 5/2020, PSE yang tidak mendaftar sesuai kebijakan yang berlaku, akan mendapat sanksi administrasi berupa pemutusan akses,” kata Dedy dalam keterangan persnya, Kamis (18/02).

Melalui payung hukum ini kewajiban mendaftar berlaku bagi setiap PSE yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan layanan komunikasi meliputi namun tidak terbatas pada pesan singkat, panggilan suara, panggilan video, surat elektronik, dan percakapan dalam jaringan dalam bentuk platform digital, layanan jejaring dan media sosial.

“Sesuai dengan PM 5/2020, setiap PSE wajib melakukan pendaftaran ke pemerintah,” kata Dedy.

Kewajiban melakukan pendaftaran bagi PSE Lingkup Privat dilakukan sebelum sistem elektronik mulai digunakan oleh pengguna. “Masa pendaftaran adalah 6 bulan sejak PM diundangkan pada tanggal 24 November 2020. Ketentuan ini berlaku untuk semua PSE, tidak hanya Clubhouse,” kata Dedy.

Menurut Dedy Permadi, tujuan pendaftaran itu dimaksudkan untuk menjaga ruang digital Indonesia lebih sehat dan melindungi warganet sebagai pengguna aplikasi.

“Proses pendaftaran ini adalah proses biasa dan wajar, seperti halnya pendaftaran usaha. Pendaftaran ini ditujukan untuk kepentingan warganet dan ruang digital Indonesia yang lebih sehat, seperti terkait dengan pelindungan data pribadi dan keamanan siber,” katanya.

Jubir Kementerian Kominfo menegaskan masyarakat dapat memberikan pengaduan/informasi terhadap PSE lingkup privat yang tidak melakukan kewajiban pendaftaran.

“Warganet tidak perlu khawatir karena proses pendaftaran PSE-PSE telah, sedang, dan akan berjalan sampai batas waktu nanti,” ungkapnya.

Sudah hampir empat tahun sejak aplikasi TikTok diluncurkan, kini saatnya menyambut aplikasi media sosial berikutnya yang tak kalah menarik perhatian dunia: Clubhouse. Kurang dari setahun aplikasi ini telah booming di masyarakat.

Penuh sensasional, penggunanya orang-orang terkenal, kontroversial, dilarang dan penghargaan besar-besaran (meskipun aplikasi ini tak bisa menghasilkan uang, tentunya)

Penggunaan Clubhouse seperti gelombang di seluruh dunia, mulai dari Amerika Serikat (tempat aplikasi ini mulai dikenalkan) sampai ke China, Brasil, dan Turki. Di negara mana pun kamu berada, cepat atau lambat kamu akan segera mendengar tentang aplikasi ini.

Sejumlah tokoh terkenal dan super tajir telah terdaftar di dalam aplikasi ini – Bos perusahaan teknologi raksasa Elon Musk dan pendiri Facebook Mark Zuckerberg, penyanyi rap Drake dan Kanye West; serta bintang media Oprah Winfrey.

Penulis : Annette Thresia Ginting

Sumber : Merdeka, BBC News