
Menggunakan transportasi ojek online kini tengah menjadi pilihan banyak orang, khususnya di Ibukota. Sebab penggunaannya yang mudah dan praktis. Tak hanya itu sejak kemunculannya, pasar ride hailing di Indonesia naik melejit sebab keamanannya juga.
Akhir tahun 2015 lalu merupakan masa di mana bisnis startup transportasi berbasis aplikasi mobile amat menjamur di Ibukota. Di awal kemunculannya, bisnis ini hanya memiliki layanan antar-jemput penumpang dengan motor dan mobil. Lalu dalam waktu singkat, sejumlah fitur ditambahkan seperti delivery makanan, cleaning service, salon online, sampai layanan pembayaran tagihan.
Hingga saat ini ada banyak aplikasi ojek online yang dikenal di tengah-tengah masyarakat. Salah satunya Gojek dan Grab yang mendominasi dan lebih dikenal banyak orang. Namun tak sedikit juga perusahaan sejenis yang cepat gulung tikar.
Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Christiansen Wagey mengatakan sejak beberapa tahun terakhir, ada sederet ojek online dan taksi online gulung tikar. Ketidakmampuan mereka untuk menguasai pasar menjadi penyebab mereka gulung tikar.
Para penantang Grab dan Gojek ini kalah bersaing karena kedua perusahaan ini menerapkan aksi bakar duit melalui diskon tarif dalam jangka waktu lama. Berikut para pemain dalam transportasi online yang kemudian satu per satu tak terdengar lagi namanya:
1. Call Jack
Pada 2010, O’Jack Taxi Motor atau Call Jack juga berdiri menguasai jalanan Yogyakarta. Sekitar lima tahun beroperasi, perusahaan telah mendapat beragam penghargaan nasional. Salah satunya dari MURI (Museum Rekor Indonesia) sebagai “Taxi Motor Pertama dengan Sistem Agrometer. Meskipun berhasil merengkuh prestasi ini, Call Jack terpaksa harus menyerah dan tutup, karena tak kuat bersaing dengan GoJek yang semakin menonjol di tahun-tahun akhir eksistensinya.
2. Ojekkoe
Ojekkoe sempat memiliki 500 orang mitra pengemudi, sebelum akhirnya tidak aktif. Padahal Ojekkoe menjadi ride hailing yang dirilis sebagai bagian dari tugas akhir pendirinya, Katon Muchtar, di mana layanan mereka hanya memungut biaya minim Rp 2.500 per hari untuk mengantar penumpang.
3. Topjek
Saat rilis, TopJek menawarkan tarif murah tanpa promo, dengan fitur unggulan chatroom, yang kala itu belum ada di aplikasi milik Gojek dan Grab. Mereka juga membatasi pengemudi hingga 10.000 driver dengan seleksi ketat. Meski terlihat menjanjikan, nyatanya Topjek tidak bisa bertahan.
4. Uber
Uber angkat kaki dari Asia Tenggara, termasuk Indonesia pada 2018. Sejak itu mereka menjual seluruh bisnis kepada Grab, sehingga mitra pengemudi Uber banyak yang berpindah ke platform Grab atau bahkan Gojek.
5. LadyJek
Dengan warna pink sebagai identitas khasnya, Ladyjek dulu tampil sebagai ojek online khusus wanita dengan pengemudi wanita, sehingga mereka dapat merasa lebih nyaman menggunakan transportasi ini. Tagline yang mereka buat saja ‘Dari Wanita Untuk Wanita’. Sayangnya, konsep ojek online yang cukup unik ini mengalami kegagalan di pasaran. Bukan hanya minimnya jumlah driver wanita, tapi ada satu masalah yang cukup sering dialami pengguna yaitu aplikasinya yang dipenuhi bug.
6. Blujek
Pada awal beroperasi, Blu-Jek sempat sempat menjadi primadona dan banyak memprediksi mampu jadi saingan Gojek dan Grab. Bahkan jumlah armada operasional yang bermitra saat itu cukup banyak. Masih lekat dalam ingatan, aplikasinya juga sempat ramai di-download karena tawaran promo Rp1000. Menurut kabar burung, ojek dengan ciri khas warna biru itu mengalami kerugian dalam perang tarif antar penyedia layanan ojek online, sehingga memaksa mereka untuk vakum sampai waktu yang tidak ditentukan.
7. OjekArgo
OjekArgo sudah tidak aktif sejak 2017. Berbeda dengan aplikasi lain, dahulu pelanggan yang membutuhkan layanan ride hailing ini hanya perlu instal aplikasi dan tidak perlu mendaftarkan diri atau membuat akun di aplikasinya.
Itulah dia tujuh daftar aplikasi ojek online yang terpantau bangkrut sejak kemunculannya hingga saat ini. Kenaikan harga BBM yang berdampak pada kenaikan tarif perjalanan membuat penggunaan aplikasi ojol ini semakin sepi peminat.