INDONESIA RESMI TUTUP PINTU KEDATANGAN WNA
Dalam sebuah virtual press conference Senin, 28 Desember 2020, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi didampingi oleh Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito, mengumumkanVARIAN bahwa Pemerintah resmi menutup sementara seluruh pintu kedatangan Warga Negara Asing (WNA) ke Indonesia, sebagai antisipasi atas kemunculan varian baru virus corona (Covid-19) yang telah terdeteksi di sejumlah negara, mulai dari tanggal 1 sampai dengan 14 Januari 2021. Sebelumnya pemerintah hanya melarang WNA dari Inggris memasuki wilayah Indonesia baik secara langsung maupun transit di negara lain terlebih dulu imbas sebagai akibat dari mutasi jenis baru virus corona (covid-19) di negara tersebut.
“Saat ini telah muncul pemberitaan baru mengenai strain baru virus COVID-19 yang menurut berbagai data ilmiah memiliki tingkat penyebaran yang lebih cepat. Menyikapi hal tersebut, rapat kabinet terbatas tanggal 28 Desember 2020 memutuskan untuk menutup sementara, saya ulangi, untuk menutup sementara dari tanggal 1 sampai 14 Januari 2021 masuknya warga negara asing atau WNA dari semua negara ke Indonesia,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam konferensi pers, Senin (28/12/2020).
VARIANT UNDER INVESTIGATION TIMBULKAN KECEMASAN BARU
Varian baru Corona ini pertama kali muncul pada bulan September dan November pada 28 persen kasus COVID-19 di London. Jenis varian baru virus Corona ini diberi nama B.1.1.7, atau juga ‘VUI – 202012/01’ singkatan dari Variant Under Investigation. Matt Hancock, Menteri Kesehatan Inggris menyebutkan bahwa varian baru virus Corona ini tumbuh lebih cepat dari varian sebelumnya, bahkan dengan cepatnya, pada minggu 9 Desember telah tercatat lebih dari 62 persen kasus COVID-19 London berasal dari varian baru ini.
Dikutip dari berbagai sumber beberapa negara yang telah melaporkan ditemukannya varian ini di negaranya antara lain: Denmark, Italia, Belanda, Jerman, Lebanon, Afrika Selatan, Australia, Irlandia Utara, Perancis, Israel, Hongkong, Filipina dan yang terdekat dengan Indonesia, Malaysia dan Singapura.
Varian baru virus corona ini dikatakan 70 persen lebih cepat daripada strain sebelumnya. Dan jika jenis virus corona sebelumnya lebih sulit menginfeksi anak-anak daripada orang dewasa, dimana salah satunya disebabkan anak-anak mempunyai lebih sedikit reseptor ACE2 yang digunakan virus untuk memasuki sel tubuh, maka varian baru ini justru telah bermutasi dan dapat menyebabkan anak-anak rentan tertular virus tersebut sama seperti orang dewasa. Lebih mematikan? Belum ada data yang cukup untuk menjawab pertanyaan itu.
TERLALU BANYAK YANG BELUM DIKETAHUI
DI UK, para ilmuwan sedang bekerja keras untuk mencoba mencari tahu apakah B.1.1.7 benar-benar lebih mahir dalam penularan dari manusia ke manusia — belum semua orang yakin — dan jika demikian, mengapa. Mereka juga bertanya-tanya bagaimana perkembangannya begitu cepat. B.1.1.7 memperoleh 17 mutasi sekaligus, suatu prestasi yang belum pernah ada sebelumnya. Para peneliti telah mengamati SARS-CoV-2 berevolusi secara real time lebih dekat daripada virus lain dalam sejarah.
Sejauh ini, mutasi telah terakumulasi dengan kecepatan sekitar satu hingga dua perubahan (mutasi) per bulan. Itu berarti jika diurutkan, genom saat ini bisa berbeda sekitar 20 poin dari genom paling awal yang diurutkan di China pada bulan Januari. Namun tentu saja tidak seperti kalkulasi matematika, jauh lebih banyak varian dengan sedikit perubahan yang beredar. para ilmuwan belum pernah melihat virus tersebut memperoleh lebih dari selusin mutasi secara bersamaan. Mereka mengira itu terjadi selama infeksi yang lama pada satu pasien yang memungkinkan SARS-CoV-2 melalui periode evolusi yang cepat, dengan berbagai varian yang bersaing untuk bertahan.
PERUBAHAN GENETIK PADA VIRUS STRAIN BARU
Salah satu alasan untuk khawatir, kata Andrew Rambaut, seorang ahli biologi evolusi molekul di University of Edinburgh, adalah bahwa di antara 17 mutasi ada delapan pada gen yang mengkode protein S pada permukaan virus. Sebuah studi yang Rambaut pimpin bersama 9 ilmuwan lainnya dari dari konsorsium genomik Covid-19 Inggris (COG-UK) berjudul “Preliminary genomic characterisation of an emergent SARS-CoV-2 lineage in the UK defined by novel set of spike mutation” mengatakan bahwa varian ini muncul akibat adanya tiga rumusan mutasi.
Mutasi pertama terjadi di sekuens asam amino yang punya peranan untuk berikatan dengan reseptor di inang, dalam hal ini manusia dan mencit. Mutasi tersebut diidentifikasi sebagai mutasi yang mampu meningkatkan afinitas (kemampuan berikatan) dengan reseptor milik inangnya sehingga membuat virus menjadi lebih mudah masuk ke host atau sel inang, sehingga berpeluang besar meningkatkan risiko penularannya.
Perubahan genetik kedua adalah adanya delesi (hilangnya) asam amino pada urutan ke 69 dan 70 pada protein Spike. Mutasi jenis ini disebut mampu membuat virus dapat terhindar dari sistem pertahanan tubuh inang di beberapa kasus, khususnya pada pasien komorbid.
Kemudian mutasi yang terakhir adalah perubahan asam amino pada daerah di dekat gugus fungsi penting protein SARS-CoV-2. Jenis varian baru ini dikabarkan juga ditemukan di negara-negara lain seperti Belanda, Italia bahkan sampai ke Australia.
APAKAH SISTEM DETEKSI DAN VAKSIN YANG SUDAH ADA TIDAK EFEKTIF TERHADAP VARIAN BARU?
Desas-desus yang beredar selain lebih menular varian baru ini juga bisa lolos dari deteksi paling canggih seperti swab test PCR. Namun kenyataannya rumor tersebut tak sepenuhnya benar.
Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. Dr. Zubairi Djoerban, Sp. PD-KHOM membantah klaim tersebut melalui cuitan di akun Twitternya. “Ada yang bilang varian baru ini tidak bisa terdeteksi dengan tes PCR. Itu tidak benar. Tidak usah khawatir. Tes PCR ini bisa mendeteksi tiga spike (seperti paku-paku yang menancap pada permukaan virus corona) berbeda. Sehingga varian baru ini masih tetap bisa dideteksi tes PCR,” ujar Prof. Zubairi.
PCR merupakan salah satu tools paling sensitif untuk mendeteksi virus penyebab Covid-19 tersebut dengan menggunakan materi genetiknya. Namun hasil dari PCR tidaklah sesederhana seperti rapid test antigen/antibodi yang mengacu pada dikotomi reaktif dan non-reaktif. Hasil tes juga tak segamblang positif atau negatif.
Untuk mendeteksi adanya virus Corona, materi genetik tersebut harus dilipatgandakan untuk mencapai batas ambang tertentu. Batas ambang di sini biasanya disebut sebagai siklus dan dalam medis dilambangkan dengan Ct.
Menurut dokumen Public Health Ontario nilai ambang batas Ct di atas 40 mengindikasikan orang tersebut negatif Covid-19. Pasalnya setidaknya butuh 40 kali siklus amplifikasi materi genetik patogen untuk mendeteksi virus Corona tersebut benar-benar ada.
Apabila seseorang yang dites PCR dan mendapati nilai Ct berada di bawah 40 maka bisa dikatakan positif. Namun ada juga yang disebut sebagai indeterminate zone ketika nilai Ct di bawah 40 tetapi mendekati ambang batas tersebut mulai dari 38,1 – 39,9. Untuk membuktikan apakah orang tersebut benar-benar terinfeksi Covid-19 atau tidak maka spesimennya harus dicek ulang. Bahkan jika perlu dilakukan pengambilan sample ulang.
Namun menurut Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, tes PCR belum dinyatakan valid 100persen untuk mendeteksi varian baru virus corona asal Inggris tersebut. Varian virus ini paling mungkin dideteksi lewat whole genom sequencing (WGS). WGS atau pengurutan seluruh rangkaian DNA adalah prosedur laboratorium untuk menentukan urutan genom/DNA suatu organisme. Sedangkan, penelitian WGS hanya bisa dilakukan di laboratorium riset khusus yang ada di beberapa universitas dan lembaga riset seperti di Universitas Airlangga, UI, atau Lembaga Eijkman.
Hal lain yang dikhawatirkan adalah apakah munculnya varian baru ini membuat vaksin tidak lagi efektif? Jawabannya pun tidak sesederhana efektif atau tidak mengingat vaksin sendiri beragam metode pembuatan (platformnya).
Di sisi lain sekuens genetik hingga isolat virus yang digunakan juga akan sangat mempengaruhi apakah suatu vaksin bisa digunakan untuk melindungi seseorang dari infeksi berbagai varian termasuk mutan virus Corona.
Penyelidikan laboratorium lebih lanjut diperlukan untuk memahami dampak mutasi spesifik pada sifat virus dan keefektifan diagnostik, terapeutik dan vaksin. Penyelidikan ini rumit dan membutuhkan waktu dan kolaborasi di antara kelompok penelitian yang berbeda.
LANGKAH INDONESIA MENGHINDARI GELOMBANG LANJUTAN PANDEMI COVID-19
Yang dikhawatirkan adalah dengan kecepatan penyebaran varian baru ini dikhawatirkan gelombang kedua pandemi ini akan menyapu Indonesia apabila langkah-langkah ketat dan cepat dilakukan. Sejak dilaporkannya kehadiran varian tersebut di Australia dan Singapura beberapa minggu yang lalu, menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan telah melakukan pertemuan tingkat menteri untuk mengantisipasi masuknya jenis baru tersebut ke Indonesia. Luhut juga bekerja bersama ahli-ahli epidemiologi untuk memberikan wawasan dan masukan kepada pemerintah terkait mitigasi COVID-19 di Tanah Air.
Sekalipun mulai tanggal 1 Januari dilakukan penutupan pintu terhadap WNA ke Indonesia, masih ada 3 hari pintu terbuka yang dikhawatirkan membawa seseorang carrier.
Pada intinya masyarakat harus lebih semakin lagi meningkatkan kesadaran untuk melakukan kegiatan sesuai arahan protokol kesehatan 3M (mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak), sementara itu dari sisi pemerintah harus terus menggenjot 3T (tes, track & treatment). Di sisi lain para akademisi, epidemiolog, ahli kesehatan masyarakat hingga dokter harus bekerja sama untuk terus melakukan pemantauan dan penelitian terkait virus corona ini.