Planet Kita Tidak Dapat Lagi Mentolerir Budaya Plastik Sekali Pakai

Dunia kita pantas mendapatkan yang lebih baik, dan kita tidak membutuhkan produk yang menolak untuk beradaptasi.

Sampah plastik telah terakumulasi dengan cepat di lautan. Kira-kira meningkat dua kali lipat dalam setiap dekade. Pada tahun 2014, sebuah analisis global memperkirakan plastik di laut sebanyak seperempat miliar metrik ton, berukuran partikel beras.

Sementara itu lebih dari 200 spesies hewan tercatat memakan plastik, termasuk penyu, paus, anjing laut, burung, dan ikan. Burung laut adalah hewan yang paling berisiko. Bahkan menurut sebuah penelitian yang diterbitkan oleh peneliti Australia, hampir semua burung laut sudah mengonsumsi plastik.

Menurut data lembaga Ocean Conservancy and The McKinsey Center for Business and Environment pada tahun 2015, terdapat lima negara di Asia yang menyumbang 60 persen limbah plastik di lautan. Kelima negara tersebut di antaranya adalah China, Indonesia, Filipina, Vietnam dan Thailand.

Kenapa Hewan Tidak Bisa Membedakan Sampah dengan Makanan ?

Seekor penyu mati mengenaskan dengan sampah plastik tampak keluar dari mulutnya

Para ilmuwan telah lama mengetahui bahwa banyak plastik laut dikonsumsi oleh makhluk laut lantaran terlihat seperti makanan. Contohnya seperti kantong plastik utuh yang mengambang di laut, bentuknya menyerupai ubur-ubur yang jadi incaran penyu. Sampah plastik yang mengambang di lautan menjadikan media yang sempurna bagi ganggang untuk tumbuh subur. Ketika ganggang tersebut terurai dan memancarkan bau DMS (dimethyl sulfide), burung laut akan mengikuti aroma ini. Plastik yang sudah terkena bau DMS ini pun termakan. “DMS mirip seperti bel makan malam,” ucap Matthew Savoca, mahasiswa doktoral University of California, dan pemimpin penelitian ini.

“Ketika orang-orang mendengar bel makan malam, mereka tahun bahwa makanan ada di sekitar mereka. Hal ini serupa dengan gagasan ini. Ketika indra penciuman burung laut sudah berkata bahwa di sinilah tempat mereka menemukan krill, mereka akan langsung mendarat dan mencari krill tersebut.” Contoh lain seperti plastik yang telah terurai menjadi ukuran yang lebih kecil. Akibat sinar matahari, mikroplastik tersebut akan terlihat seperti plankton, yang biasa menjadi santapan ikan-ikan di laut.

Kebobrokan moral manusia sebagai makhluk hidup ciptaan Tuhan yang tertinggi adalah penyebab utama dari semua kasus ini terjadi. Sebut saja sebagai contoh seorang pengunjung di Taman Safari Indonesia, Bogor melemparkan botol minuman ke mulut kuda nil pada hari minggu, 7 maret lalu. Kuda nil tersebut hampir saja menelan sampah botol mineral dan tisu akibat perbuatan para pengunjung. Humas Taman Safari Indonesia Bogor, Yulius H Suprihardo, mengatakan setelah mengetahui kejadian itu, petugas segera memeriksa dan membersihkan sampah yang ada di mulut hewan mamalia tersebut.

“Saat ini satwanya sih aman karena kuda nilnya memuntahkan kembali sampah tersebut. Padahal, kalau sampai tertelan bisa menyebabkan kematian bagi satwa kami, kan botol plastik mineral itu kan terurai ratusan tahun,” sebutnya. Kondisi kuda nil betina yang bernama Ari itu masih dalam pantauan tim medis serta penjaganya. Yulius menerangkan mereka terus mengobservasi kondisi kesehatan satwa tersebut. “Kondisi dan nafsu makan Ari hari ini pun terpantau normal,” lanjutnya

Humas Taman Safari Indonesia Bogor, Yulius H Suprihardo, seperti dilansir Kompas.com, mengatakan setelah mengetahui kejadian itu, petugas TSI segera memeriksa dan membersihkan sampah yang ada di mulut hewan mamalia tersebut.

 

 

belum lagi pembuangan sampah dan limbah sembarangan ke laut lepas.

Contoh lain yang masih segar di dalam ingatan kita saat Paus jenis Sperma (Physeter macrocephalus) terdampar di Perairan Pulau Kapota Resort Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara dalam keadaan sudah mati dalam kondisi perut penuh dengan sampah, dan tenggorok yang tertutup plastik.

Paus itu memiliki panjang 9,5 meter dan lebar 437 sentimeter. Rencananya, bangkai paus akan segera dikuburkan. Sampah yang ada di dalam perut ikan paus tersebut, terdiri dari sampah gelas plastik 750 gram (115 buah), plastik keras 140 gram (19 buah), botol plastik 150 gram (4 buah), kantong plastik 260 gram (25 buah), serpihan kayu 740 gram (6 potong), sandal jepit 270 gram (2 buah), karung nilon 200 gram (1 potong), tali rafia 3.260 gram (lebih dari 1000 potong). Jika ditotal sampah yang ada dalam perut ikan paus sperma tersebut adalah 5,9 kilogram. Miris sekali !.

Sampah plastik 7 kg ditemukan di dalam perut rusa liar yang mati di Thailand (Office of Observation Area via CNN)

Kasus yang lain seperti seekor rusa liar yang ditemukan mati di taman nasional di Provinsi Nan, Thailand bagian utara, sekitar 630 kilometer sebelah utara Ibu Kota Bangkok. Setelah diteliti, ditemukan 7 kilogram sampah dalam perutnya seperti sarung tangan karet, mie instan, handuk kecil, bungkus kopi instan, tas plastik hingga celana dalam pria.

Bayangkan bagaimana sampah-sampah tersebut dapat dicerna dalam tubuhnya. Sungguh mustahil !.

Tidak jauh beda dengan yang terjadi di Jepang, tepatnya di Yayasan Pelestarian Rusa Nara mengaku menemukan sekumpulan kantong plastik dan bungkus makanan di dalam perut sembilan dari 14 rusa yang mati antara Maret dan Juni 2019 yang lalu. Rie Maruko dari Yayasan Pelestarian Rusa Nara mengatakan kepada kantor berita Kyodo bahwa wisatawan kerap membuang bungkus makanan dan kantong plastik di taman nasional tersebut.

Rusa-rusa kemungkinan mengira benda itu sebagai makanan dan menyantapnya. Yayasan Pelestarian Rusa Nara membagikan foto-foto di Twitter yang menampilkan kumpulan kantong plastik di dalam salah satu bangkai rusa.

Dari beberapa kasus di atas marilah kita gunakan akal sehat kita sebagai makhluk hidup yang paling berakhlak, karena dengan memakai logika dan hati nurani maka makhluk hidup yang lain dapat terselamatkan.

Penulis : Annette Thresia Ginting

Berbagai sumber