Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam peringatan Hari Pers Nasional 9 Februari 2021 menyatakan, musuh terbesar pers saat ini, khususnya daring, adalah para “buzzer” yang ia anggap tidak bertanggung jawab.
Maka daripada itu, Haedar berharap, pers tidak terbawa pada suasana yang kontroversial dan menjurus ke konflik sosial.
“Pers Indonesia secara khusus dalam dinamika politik kebangsaan saat ini penting menjalankan fungsi checks and balances sebagaimana menjadi DNA media massa sepanjang sejarah di negeri manapun,” kata Haedar. Lantas sudahkah kita mengerti apa itu Buzzer dan bagaimana sih sebenarnya cara kerja mereka?
Apa itu Buzzer?
Istilah buzzer sudah tidak asing di jagad dunia maya. Orang-orang kini sudah mulai terbiasa dengan adanya fenomena buzzer bahkan kerap kali bisa mengenalinya. Buzzer pun semakin naik daun ketika pemilu 2019 berlangsung. Buzzer dianggap pembentuk opini publik, menyebarkan sejumlah informasi yang sifatnya menggiring maupun hoaks secara masif sehingga seakan-akan semua terlihat organik.
Buzzer berasal dari bahasa Inggris yang memiliki arti bel atau lonceng. Sedangkan dalam Oxford Dictionaries, buzzer diartikan sebagai ‘An electrical device that makes a buzzing noise and is used for signalling’ yakni perangkat elektronik yang digunakan untuk membunyikan dengungan guna menyebarkan sinyal atau tanda tertentu.
Secara harfiah diartikan sebagai alat yang dimanfaatkan dalam memberikan pengumuman atau mengumumkan sesuatu untuk mengumpulkan orang-orang pada suatu tempat.
Dalam ranah media sosial, “buzzer” adalah orang yang mempromosikan, mengkampanyekan atau mendengungkan sesuatu, baik itu produk atau isu tertentu melalui postingan di akun media sosialnya.
Jadi, buzzer adalah orang yang memiliki pengaruh tertentu untuk menyuarakan sebuah kepentingan. Entah orang itu tergerak dengan sendirinya untuk menyuarakan hal tersebut, atau ada imbal baliknya. Cara menyuarakan bisa secara langsung atau secara anonim.
Kapan sih kata buzzer muncul di Indonesia?
Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) pada tahun 2017 pernah melakukan riset soal sejarah buzzer secara keseluruhan di Indonesia. Pada awalnya, keberadaan buzzer di media sosial masih dianggap sebagai hal yang lumrah dan mereka biasa dilibatkan oleh korporat dalam promosi produk.
Namun, maknanya menjadi negatif karena terlibat dalam peristiwa politik sehingga memberikan citra yang tidak bagus di mata khalayak. Sejak saat itu, buzzer mendapat cap negatif sebagai pihak yang dibayar untuk memproduksi konten negatif di media sosial.
Kalau buzzer politik ada mulai kapan?
1. Twitter mulai lahir pada tahun 2006 dan mulai digunakan di Indonesia
2. Buzzer mulai digunakan oleh brand untuk kepentingan promosi
3. Awal keterlibatan buzzer dalam peristiwa politik adalah Pilgub DKI Jakarta 2012. Banyak yang setuju, aktivitas buzzer dalam perpolitikan di Indonesia masif terjadi ketika Pilkada DKI 2012 berlangsung. Contohnya sebut saja saat Joko Widodo berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama berhadapan dengan beberapa pasangan calon gubernur.
Tim Jokowi – Ahok kala itu sangat masif menggunakan strategi komunikasi politik lewat media sosial. Saat itu banyak tokoh-tokoh dengan sukarela menjadi buzzer untuk menyuarakan calon ini. Kebanyakan mereka tergerak dengan sendirinya karena melihat tokoh ini pro perubahan. Juga, menjadi salah satu calon yang banyak disudutkan lewat kabar-kabar hoax maupun disinformasi.
4. Pada Pilpres 2014, buzzer mulai digunakan secara luas untuk kepentingan politik;
5. Pada Pilgub DKI Jakarta 2017, para buzzer kembali dipakai untuk kepentingan politik dimana pada Maret 2019 lalu menjelang pemilihan presiden, dalam wawancara dengan Reuters, lebih dari selusin anggota tim buzzer, konsultan media sosial, dan pakar dunia maya menggambarkan serangkaian operasi media sosial yang mereka katakan menyebarkan propaganda atas nama Jokowi dan penantangnya, Prabowo Subianto.
Tiga buzzer yang terlibat langsung dalam kampanye di media sosial menyebutkan bahwa mereka mengoperasikan ratusan akun media sosial yang dipersonalisasi masing-masing atas nama para kandidat. Meskipun satu tim membantah menyebarkan berita palsu, namun dua mengatakan mereka tidak peduli dengan keakuratan konten yang mereka sebarkan.
Akan tetapi, kedua tim kampanye, baik Jokowi dan Prabowo membantah menggunakan buzzer atau menyebarkan berita palsu sebagai bagian dari strategi kampanye mereka.
Pakar politik dan media di Universitas Nasional Australia, Ross Tapsell mengatakan sudah menjadi hal yang biasa bagi kandidat di Asia Tenggara untuk mempekerjakan ahli strategi kampanye online, kemudian memanfaatkan sekumpulan orang untuk menyebarkan konten di media sosial.
Ciri-ciri Buzzer Apa Saja sih?
Seorang buzzer biasanya memiliki jaringan yang sangat luas. Saking luasnya, biasanya para buzzer ini memiliki sumber informasi A1, alias terpercaya. Para buzzer juga dikenal sebagai orang yang melek isu. Mereka bisa dengan cepat membuat konten berdasarkan isu yang sedang marak saat ini. Oleh karena dibutuhkan untuk meyakinkan ratusan, bahkan jutaan orang, biasanya buzzer dikenal sebagai orang yang cakap bermedia sosial.
Seorang buzzer juga memiliki kemampuan public speaking. Artinya, seseorang yang berprofesi buzzer bila tidak memiliki kemampuan berbicara di depan umum tentu akan menjadi hambatan dalam menyampaikan hasil analisa, review, perbandingan, dan rekomendasi akan kelebihan dan kekurangan sebuah produk maupun jasa.
Selain itu, kemampuan public speaking juga diperlukan untuk mempermudah orang awam untuk lebih mengerti dan mengenal produk supaya lebih tertarik mengetahui produk atau jasa tersebut.
Bagaimana cara kerja buzzer?
Buzzer profesional biasanya terorganisir. Mereka merancang isu tertentu yang harus didengungkan ke publik lewat saluran media sosial. Mereka biasanya sudah memetakan siapa-siapa saja orang yang bisa menjadi perantara pesan itu agar mendengung dan viral. Selain itu buzzer juga mengatur lalu-lintas penyebaran pesan tersebut. Melalui tools-tools atau bot yang mereka punya.
Sarana yang digunakan para buzzer biasanya melalui akun media sosial dengan banyak pengikut seperti Twitter, Facebook, Instagram dan media sosial lainnya. Mereka umumnya selalu online dan terkadang bisa secara cepat memberikan tanggapan kepada warganet dan cepat memviralkan tokoh, produk, atau isu tertentu.
Melansir dari Dream, berdasarkan penjabaran kerja dan pengertiannya, maka buzzer umumnya adalah orang yang memiliki pengaruh di media sosial. Mereka memiliki banyak pengikut, sehingga ketika menyebarluaskan informasi, maka informasi tersebut dapat lebih mudah untuk tersebar lagi dan dipercaya.
1. Berkicau dengan tagar serta membangun percakapan, baik secara alami maupun rekayasa
2. Membuat atau memanfaatkan situs berita untuk meningkatkan kredibilitas konten
3. Memanfaatan jaringan yang dimiliki buzzer dan aplikasi pesan singkat seperti WhatsApp dan Telegram untuk menyebarkan konten.
Penulis : Annette Thresia Ginting
Sumber : Berbagai Sumber