Mengenal 4 Jenis Stress Language saat Menghadapi Konflik

Pernahkah anda mendengar istilah stress language? Stress language atau bahasa stres didefinisikan sebagai cara individu mengalami dan bereaksi terhadap stres. Dengan mengetahui bagaimana seseorang merespons terhadap situasi yang membuat stres, hal ini bisa membantu mengelola hubungan, emosi, termasuk memahami diri sendiri. 

Sebaliknya, menghadapi suatu konflik tanpa tahu tipe stress languange yang kamu atau orang lain miliki akan membuat masalahnya semakin besar atau malah terabaikan tanpa pernah diselesaikan. Perlu diketahui, setiap orang tentunya memiliki bahasa stres yang berbeda-beda. 

Melansir Times of India, pakar kebugaran mental Maya Raichoora menguraikan empat bahasa stres atau “4F of stress languange” yang perlu diketahui.

Flight Response 

Flight response cenderung suka menghindari konflik dengan mengubah topik pembicaraan serta lari dari masalah. Ia akan memilih menjauhi situasi yang bikin stres untuk mencari keamanan di tempat lain, contohnya dengan melakukan silent treatment dan ghosting.

Menurut laman WebMD, ciri fisik dari tipe bahasa stres ini meliputi sering menggoyangkan kaki, telapak kaki, dan lengan, merasa tegang dan cemas, mata melebar dan bergerak cepat, serta mati rasa pada lengan dan kaki. Orang-orang seperti itu cenderung menyingkirkan emosi dan perasaan mereka, dan akan mengalihkannya ke hobi atau pekerjaan yang bisa menyibukkan diri mereka. Tetapi, ini bukanlah praktik yang sehat dalam jangka panjang. Mereka perlu mengakui perasaan, menerima kenyataan, dan kemudian menemukan solusi yang sehat bagi masalah yang sedang dialami.

Fight Response

Orang dengan tipe bahasa stres ‘fight’ akan merespons konflik dengan cara melawan secara lebih agresif. Ia akan mudah untuk marah, berteriak, berdebat, mengontrol, dan menyalahkan orang lain. Tanda lainnya termasuk detak jantung berdebar dan ada keinginan untuk melakukan reaksi fisik seperti memukul, meninju, atau menendang. Orang yang memiliki respons semacam ini cenderung punya amarah terpendam dan merasa sulit untuk segera tenang setelah konflik. Oleh karena itu, mereka harus berlatih kesadaran, meditasi, atau terapi untuk menyeimbangkan emosi dengan baik.

Fawn Response

Jika anda tipe pribadi yang suka mengalah, terlalu banyak minta maaf, dan susah untuk menolak demi menghindari konflik, kamu mungkin memiliki bahasa stres freeze. Seseorang dengan tipe ini biasanya mudah bilang “iya” supaya permasalahan cepat selesai dan berlalu. Ia juga takut untuk mengutarakan opini karena khawatir opini tersebut akan membuatnya menjadi sendirian.

Menurutnya, bersikap menyenangkan orang lain adalah satu-satunya cara untuk bertahan hidup, meski hal tersebut mungkin merugikan kesehatan mental mereka sendiri, bahkan menyebabkan kehilangan rasa identitas. Orang yang memiliki perilaku semacam ini sebaiknya menjalani terapi atau afirmasi positif untuk mengubah konsep diri mereka.

Freeze Response

Orang yang menggunakan ‘freeze’ sebagai bahasa stresnya sering diam, sulit bereaksi apapun, tidak mampu mengambil keputusan, dan merasa terjebak dalam situasi stres. Biasanya, mereka tidak mengerti cara mengeskpresikan perasaannya, sehingga lebih memilih memendam emosi negatif yang sedang dialami.

Tipe pribadi ini cenderung menjauhkan diri dari dunia luar untuk melindungi diri dari rasa sakit. Jika menemukan orang seperti ini, cara mengatasinya adalah dengan memberikan ruang dan waktu sendiri, lalu temukan orang untuk bercerita.

Demikianlah artikel tentang jenis stres language saat menghadapi konflik. Nah dari antara keempat jenis ini manakah yang sesuai dengan sobat kover? Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan anda ya!

Baca Juga:  Catat! Ini 7 Pola Makan untuk Mencegah Jerawat