
Sebagaimana kita tahu, bahwa trading kripto tak pernah sepi peminat. Banyak orang yang berbondong-bondong terjun ke dunia kripto lantaran mengganggap kripto memiliki fluktuasi yang sangat cepat dan untung. Namun, masih banyak pula yang mempertanyakan apakah kripto halal atau tidak untuk digunakan sebagai salah satu instrumen trading maupun investasi.
Pertanyaan itupun akhirnya membuat Majelis Ulama Indonesia alias MUI buka suara. MUI menyampaikan bahwa kripto merupakan aset yang halal untuk dimiliki oleh siapapun. Namun, aset ini bisa pula menjadi haram.
Nah, lantas apa yang mendasari MUI menyebutkannya begitu? Dalam artikel ini, Tim Kovermagz akan mengupasnya untuk anda. Simak ulasannya di bawah ini!
Apakah Kripto Halal?
Mengutip dari beberapa sumber, tertulis di sana bahwa Cryptocurrency mulai di pergunakan sejak 2009 sebagai mata uang visual. Beberapa negara pun sudah menggunakannya untuk banyak hal. Berbeda halnya dengan Indonesia yang menganut paham syariat agama Islam.
Kendati begitu, kepemilikan cryptocurrency atau kripto masih bisa menjadi halal untuk kepentingan trading atau investasi. MUI menjelaskan bahwa kripto masih menjadi halal untuk sebagai kepemilikan aset pribadi.
Selain itu, aset kripto juga masih memenuhi syarat sil’ah atau bisa kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan memiliki manfaat.
Syarat tersebut juga yang memberikan keleluasaan mata uang kripto untuk diperjualbelikan. Serupa dengan emas atau saham, anda tetap bisa membelinya saat harga sedang turun dan menjualnya saat harganya tinggi.
Sisi lain, Nahdlatul Ulama (NU) telah melakukan telaah uang kripto melalui Bahtsul Masail Halal Haram Transaksi Kripto. Dalam hasil Bahtsul Masail telah mereka putuskan:
- Aset kripto adalah kekayaan (mal) menurut fikih. Jadi aset kripto yang sedang kita bicarakan itu harta dalam tinjauan fikih. Pengertiannya adalah kalau harta ini dicuri, maka harus disanksi pencurian, kalau dirusak, maka harus diganti.
- Karena dia kekayaan, maka sah dipertukarkan sepanjang tidak terjadi gharar (ketidakpastian). Kenapa diputuskan demikian? Karena, terjadi perbedaan pandang antara musyawirin (ulama perumus) apakah transaksi cryptocurrency itu terjadi gharar atau tidak. Sebagian mengatakan cryptocurrency terjadi gharar, sebagian yang lain mengatakan cryptocurrency tidak terjadi gharar. Sifat dari gharar ini debatable, ini karena orang melihat dari sudut pandang masing-masing. Meski demikian, para ulama bahtsul masail sepakat bahwa transaksi kripto harus tidak ada gharar, hanya saja terkait hal ini para ulama berbeda pendapat. Sehingga, jika yang mengatakan di dalam cryptocurrency ada gharar, maka itu tidak diperkenankan. Bagi yang mengatakan itu tidak ada gharar, sebagaimana juga didukung ulama bahtsul masail, maka cryptocurrency boleh dipertukarkan.
- Menghimbau kepada masyarakat agar tidak mudah melakukan transaksi ini, jika tidak memiliki pengetahuan tentang cryptocurrency.
- Mendorong pemerintah agar membuat regulasi yang ketat untuk menghindari penyalahgunaan dan penyimpangan transaksi kripto.
Aset Kripto Bisa Menjadi Haram
Alih-alih bisa menjadi halal, baik investasi atau trading kripto nyatanya juga bisa menjadi aset yang haram. MUI menilai bahwa aset kripto mengandung gharar dan dharar di dalamnya. Oleh karena itulah, aset ini bisa menjadi haram sekaligus tidak bisa anda gunakan sebagai alat tukar atau jual beli.
Gharar bermakna ketidakpastian dalam transaksinya. Tentunya hal tersebut tidak memenuhi ketentuan dalam syariah untuk sebagai alat tukar. Bisa jadi, salah satu pihak yang menggunakan kripto mengalami kerugian saat melakukan transaksi.
Sedangkan, dharar berarti aset yang bisa menimbulkan kerusakan, kerugian, atau unsur penganiayaan di dalamnya. MUI menilai kripto bisa mengakibatkan pemindahan hak kepemilikan secara batil.
Bukan hanya itu, kripto sebagai alat tukar dan jual-beli juga bertentangan dengan UU No. 7 Tahun 2011 yang menjelaskan alat pembayaran sah di Indonesia.
Seluruh transaksi jual beli yang berlangsung di Indonesia hanya bisa menggunakan uang rupiah. Selaras dengan Peraturan Bank Indonesia No. 17 Tahun 2015 yang mengatur kewajiban penggunaan rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sedangkan itu, ada pula beberapa negara yang berpendapat bahwa uang kripto adalah haram. Beberapa negara ini yaitu Grand Mufti Mesir, Shaykh Shawki Allam, pemerintah Turki, dan Shaykh Haitam dari Inggris.
Kendati demikian, Intinya Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengharamkan mata uang kripto atau cryptocurrency sebagai mata uang yang di gunakan untuk transaksi jual-beli. Karena mengandung gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia nomor 17 tahun 2015. Namun, jika ingin menyimpan kripto sebagai aset trading atau investasi dan memperjual belikan maka itu termasuk halal.