Wilda Rosalina Wakkary Prestasi Dibalik Prostitusi

Keresahan Wilda terhadap dunia prostitusi membuatnya tergerak membentuk himpunan untuk mengedukasi para perempuan pekerja seks. Baginya, masa lalu yang kelam tak melulu menghasilkan masa depan yang suram. Lewat P3M, Wilda dan para relawan berupaya menyelamatkan “kehormatan” generasi penerus bangsa.

Pekerja seks merupakan salah satu pekerjaan yang disinyalir sebagai pilihan kebanyakan perempuan jika diterpa kesulitan. Tak butuh modal dan keahlian khusus menjadikan para wanita ini mudah terjerumus ke lingkaran prostitusi.

Bisnis prostitusi memang penuh kontroversi. Tidak sedikit pelaku yang mengaku melakukannya demi keberlangsungan hidup. Ada pula yang berdalih untuk memenuhi gaya hidup.

Namun ternyata, dibalik seluruh alasan berkedok ekonomi tersebut, terdapat satu alasan miris yang menjadi latar belakang seseorang memilih menjajakan diri mereka. Merasa tidak berharga karena pernah dilecehkan atau mendapat perlakuan tidak pantas oleh keluarga adalah jawabannya.

Mantan Pekerja Seks 

Seperti yang dialami Wilda Rosalina Wakkary atau yang akrab disapa Wilda. Sejak remaja ia telah memiliki pengalaman yang tak menyenangkan. Mengalami pelecehan seksual oleh ayah tirinya di tempat tinggalnya sendiri membuat Wilda kehilangan kepercayaan diri dan merasa tak berharga lagi.

Karena terganggu dan tidak nyaman, Wilda pun jarang pulang ke rumah dan memilih menginap di rumah temannya. Pengaruh pergaulan bebas inilah yang mendukung Wilda terjebak dalam dunia prostitusi.

“Jadi aku ngalami kayak enggak berharga, enggak disayang, enggak mendapatkan perlindungan di rumah. Pacaran-pacaran di luar enggak virgin lagi. Terus ketemu teman yang ‘begitu’, prostitusi itu jadi kayak pintu terbuka. Enggak tahu mau cerita sama siapa. Orang tua enggak melindungi. Sekarang ‘ngerjai’ hal yang sama dapat uang lagi, kenapa enggak?” tutur Wilda.

Wilda menjalani profesi sebagai pekerja seks sejak berusia 15 tahun. Tahun 2001 merupakan titik balik Wilda. Ia mengalami pendarahan hebat setiap kali melakukan hubungan seks dengan pelanggannya selama enam bulan lamanya. Tak berani periksa ke dokter, Wilda memilih menghentikan aksinya karena kekhawatirannya.

“Waktu itu ada juga kakak teman satu gereja yang suka doain aku, suka main ke rumah aku, ngobrol, kasi motivasi dan konseling aku. Waktu kami selesai berdoa, aku putuskan mau sekolah Alkitab, jadi 9 bulan di Siantar, taubat di Bible School. Syukurnya walaupun aku enggak pernah berobat, pendarahan itu sembuh sendiri, enggak keluar lagi,” ungkapnya.

Mendirikan P3M

Berbekal pengalaman pahit, tak menyurutkan semangat Wilda untuk meneruskan hidup yang lebih baik lagi. Ia pun bertekad untuk menyelamatkan para perempuan pekerja seks lainnya dari pusaran prostitusi.

Tanggal 21 April 2012, Wilda menggagas dibentuknya Lembaga Swadaya Masyarakat bernama “Pedila” yang merupakan singkatan dari “Perempuan yang Dilacurkan”. Kini, Pedila berganti nama menjadi Perkumpulan Peduli Perempuan Medan (P3M).

P3M bergerak menjangkau dan mendampingi komunitas pekerja seks serta mengedukasi dan memberikan pelatihan keahlian demi tercapainya kualitas hidup yang lebih baik. 

“Dengan keberadaan P3M, kami bisa memberdayakan teman-teman perempuan yang ada di prostitusi dan membantu mereka untuk keluar dari prostitusi, itu goals besarnya,” tutur Wilda.

Wilda bersama relawan P3M lainnya rutin mengunjungi losmen, spa, kusuk lulur bahkan jalanan. Hingga sekarang P3M fokus di dua lokasi yakni Sambu dan Nibung karena selain lokasinya di inti kota, jumlah pekerja seks di sana juga cukup ramai.

“Sudah ada 80 lokasi yang pernah didatangi dengan jumlah sekitar 860 orang. Kalau di Sambu dan Nibung perempuannya bisa 50-70 orang. Di sini harga mereka juga sangat murah. Mulai dari Rp20.000 sampai Rp100.000 per short time. Untuk umur 69 tahun itu masih ada loh harganya Rp25.000,” ungkap Wilda.

Agenda kegiatan yang digelar P3M setelah menjangkau lokasi yakni memberikan alat kontrasepsi secara gratis untuk mencegah penularan penyakit kelamin dan HIV/Aids serta mengadakan sesi konseling dari sisi keagamaan.

Gelar Pelatihan Skill

Baca Juga:  Ketahui Jejak Profil Raline Shah, dari Model hingga Jadi Stafsus Komdigi

Melalui P3M, selain menargetkan para perempuan pekerja seks bebas dari jeratan prostitusi, Wilda juga memberdayakan mereka agar mandiri secara finansial dengan memberikan beberapa pelatihan yang bisa mendatangkan pendapatan.

“Dari mereka yang enggak tahu jadi tahu soal informasi kesehatan, bagaimana bisa mengembangkan diri, kami bantu buatkan CV dan surat lamaran kerja, ajarin interview, belakangan buka beauty class supaya bisa kerja di salon. Kebetulan aku punya basic salon, kenapa enggak aku bagiin aja ke mereka,” ucapnya.

P3M juga pernah berkolaborasi dengan Kementerian Sosial dengan memberikan bantuan  berupa modal untuk membeli peralatan masak agar bisa dimanfaatkan untuk berjualan kue. International Church Medan juga pernah mendanai kegiatan kelas make up P3M dengan memberikan jasa salon kecantikan gratis.

Jerih payah Wilda dan P3M berbuah manis. Tahun 2018, tiga perempuan memutuskan berhenti sebagai pekerja seks. Dua orang memilih menjadi asisten rumah tangga, dan satunya lagi bekerja di organisasi sukarela. 

“Jadi memang untuk bisa kerja di luaran itu dilihat dari bakat dan kemampuan mereka juga. Enggak mudah karena mereka enggak bisa punya banyak pilihan. Tetapi apa yang P3M ajarkan ini bukan enggak ada tujuan. One day kalau dibutuhkan, mereka bisa diajak kerja karena mereka ada skill-nya,” ungkap Wilda.

P3M tak hanya menangani kasus perempuan dengan prostitusi, tetapi juga perempuan yang sudah terinfeksi HIV, perempuan yang alami KDRT, perempuan yang terlibat perdagangan manusia, hingga perempuan dengan ketergantungan narkoba.

Khusus untuk kasus HIV, P3M sudah berhasil mendamping 31 perempuan yang terinfeksi HIV, empat diantaranya telah berpulang ke hadapan Yang Maha Kuasa, delapan orang hilang kontak, dan 19 lainnya masih saling berkomunikasi. Setiap tiga bulan sekali, P3M juga mengadakan pertemuan tertutup dengan para perempuan yang terinfeksi HIV ini.

Berikan Parenting & Sex Education 

Selama enam bulan terakhir, P3M mulai fokus memberikan informasi terkait parenting dan sex education. Bagi Wilda, materi tersebut penting diangkat mengingat banyaknya dampak buruk yang ditimbulkan jika orang tua tidak mengawasi perkembangan buah hatinya.

“Ketika perempuan ini kerja, kan anak mereka diurus nenek atau keluarga. Kadang ada yang cuma kirim uang, jumpa juga jarang sama anak. Zaman sekarang sudah beragam, ada pemerkosaan, pelecehan sampai trafficking. Dan kasus pemerkosaan pada anak-anak, 80% pelakunya adalah keluarga atau orang terdekat,” tegas Wilda.

Wilda pun berharap para perempuan lebih peduli dengan anak-anaknya, menjaga, merawat, melindungi juga memberikan pendidikan seksual sedini mungkin karena mereka adalah cikal bakal generasi penerus bangsa.

P3M sempat mengadakan penelitian kecil untuk mengetahui latar belakang para pekerja seks komersial di Kota Medan. Sebesar 80% mengaku pernah mengalami pelecehan seksual saat masih remaja, sisanya karena faktor ekonomi, tulang punggung keluarga, perceraian, ditinggal suami, mengurus banyak anak hingga tingkat pendidikan yang rendah. 

Wilda berharap dengan hadirnya P3M dapat memfasilitasi perempuan berkebutuhan khusus agar dapat berdikari. “Tidak ada satu pun perempuan yang punya cita-cita di prostitusi, semua karena keadaan dan banyak hal,” tutup wanita kelahiran Medan, 4 Februari 1977 ini.

Penulis: Indriyana Octavia, Fotografer: Vicky Siregar