Berapa lama Anda menatap layar smartphone atau komputer dalam sehari? Pernahkah Anda mengingat atau menghitungnya. Banyak kasus yang terjadi menunjukkan jika pengguna gadget secara berlebihan akan mengakibatkan kerusakan pada mata secara permanen.
Tak bisa dipungkiri jika pesatnya perkembangan terknologi membuat aktivitas masyarakat menjadi lebih efisien. Beragam vendor perangkat teknologi terus berlomba menghadirkan komputer maupun telepon pintar aneka tipe dengan keunggulan masing-masing. Masyarakat sebagai konsumen hanya perlu memilih dan menyesuaikan kebutuhan. Meski menguntungkan, perangkat teknologi yang dikenal dengan sebutan gadget nyatanya malah membuat masyarakat kecanduan dan ketergantungan.
Pertanyaannya, berapa lama Anda menatap layar smartphone atau komputer dalam sehari? Pernahkah Anda mengingat atau menghitungnya? Banyak kasus yang terjadi menunjukkan jika penggunaan gadget berlebihan malah mengakibatkan kerusakan pada mata secara permanen.
Kover Magazine membahasnya dengan salah satu Dokter dari RSUD Dr. Pirngadi Medan, Dokter Nova Arianti, SpM. Dokter yang akrab disapa dengan panggilan Dokter Nova tersebut membenarkan jika menatap layar smartphone atau komputer selama berjam-jam dapat menimbulkan masalah pada mata.
“Biasanya efek yang timbul baru mulai terasa dan akan menimbulkan masalah pada mata. Apalagi di tempat gelap, minim cahaya sambil tidur-tiduran, itu benar-benar bisa merusak, yang juga membuat mata bekerja lebih berat dari biasanya,” katanya.
Dokter Nova prihatin dengan kebiasaan sebagian orang tua yang cenderung membiarkan anaknya menggunakan smartphone terlalu lama. Mereka cenderung lebih senang anaknya di rumah. Berdiam diri usai pulang sekolah di kamar dibandingkan harus melakukan aktivitas outdoor.
“Anaknya enggak ke mana-mana, lebih milih seharian main smartphone dari pada keluar jalan-jalan ke pantai atau mendaki gunung. Ternyata efeknya ke mata, tiba-tiba si anak enggak nampak tulisan di papan tulis padahal sudah duduk paling depan. Gurunya melapor ke orang tua dan setelah diperiksa ternyata matanya sudah minus tiga. Orang tuanya terkejut, kok bisa?” katanya.
Mata Minus Sejak Dini
Ia menambahkan jika di Indonesia, mayoritas pasien baru memeriksakan diri ke dokter jika keadaannya sudah parah. Pasien sudah dalam keadaan minus dua atau tiga dengan riwayat belum pernah menggunakan kaca mata sama sekali.“Kalau sudah begitu, kita berikan suplemen dan obat tetes. Susah untuk disembuhkan kecuali yang masih di bawah minus satu. Contohnya minus 0,75 masih ada harapan. Namun untuk tiga ke atas susah menurunkannya. Apalagi jika sudah minus lima atau enam, harus operasi lasik (laser) untuk menghilangkannya,” tambah dokter yang juga menjadi dosen di Fakultas Kedokteran UISU tersebut.
“Kalau sudah begitu, kita berikan suplemen dan obat tetes. Susah untuk disembuhkan kecuali yang masih di bawah minus satu. Contohnya minus 0,75 masih ada harapan. Namun untuk tiga ke atas susah menurunkannya. Apalagi jika sudah minus lima atau enam, harus operasi lasik (laser) untuk menghilangkannya,” tambah dokter yang juga menjadi dosen di Fakultas Kedokteran UISU tersebut.
“Kalau sudah begitu, kita berikan suplemen dan obat tetes. Susah untuk disembuhkan kecuali yang masih di bawah minus satu. Contohnya minus 0,75 masih ada harapan. Namun untuk tiga ke atas susah menurunkannya. Apalagi jika sudah minus lima atau enam, harus operasi lasik (laser) untuk menghilangkannya,” tambah dokter yang juga menjadi dosen di Fakultas Kedokteran UISU tersebut.
Layar gadget baik smartphone maupun komputer memiliki sinar biru yang dapat merusak retina bila terpapar terus menerus. Jangankan sepanjang hari, satu jam saja melihat layar smartphone menurut Dokter Nova sudah bisa menyebabkan mata kering dan otot mata tegang.
Solusinya, sesuai peraturan American Optometric Association (AOA) Dokter Nova menganjurkan untuk menerapkan konsep 20-20-20. Artinya setelah 20 menit melihat layar, alihkan pandangan pada objek yang berada pada jarak sejauh 20 feet (6 meter) selama 20 detik. Langkah ini dapat melemaskan otot mata, sekaligus menyeimbangkan kinerja mata.
“Lihat apa saja, lihat dinding atau lihat asbes karena ketika melihat jarak jauh mata akan beristirahat. Dulu orang tua suka berpesan kalau terlalu lama di depan komputer sebaiknya diselingi dengan melihat awan. Sebetulnya mungkin maksud melihat awan itu adalah melihat yang jauh,” anjur dokter yang juga berpraktik di Klinik Mata Yose tersebut.
Ia mengingatkan pula untuk memperhatikan jarak antara mata dengan layar gadget. Baiknya adalah 50 hingga 70 cm, jangan begitu dekat. Kemudian, jika menggunakan komputer usahakan agar monitor berlayar LCD (Liquid Crystal Displayled). “Kalau bisa jangan yang layarnya cembung seperti televisi lama,” katanya.
Pada beberapa kasus, dampak negatif lain yang bisa muncul akibat terlalu lama di depan gadget adalah mata lelah dan berair, sakit kepala, nyeri leher dan pegal. Bahkan pada beberapa orang dengan daya tahan tubuh lemah juga bisa menyebabkan mual dan muntah.
“Brightness-nya juga jangan membuat mata silau, itulah mengapa mata bisa tiba-tiba blur, gelap sekali. Selain itu AC atau kipas angin juga berpengaruh karena bisa menyebabkan mata kering. Kadang pula tanpa disadari, mata kurang berkedip akhirnya iritasi. Ketika mata berkedip ada cairan seperti pelumas yang akan membasahi mata agar senantiasa lembap,” katanya.
Awas Terserang Glaukoma
Cobalah untuk mulai memanfaatkan gadget dengan lebih wajar. Bila memang sudah tuntutan pekerjaan menggunakannya dalam jangka panjang, usahakan mengikuti semua anjuran di atas. Rutinlah memeriksakan diri minimal 6 bulan sekali dan jika merasa memiliki masalah pada mata, lebih baik untuk tak menunda-nunda melakukan pemeriksaan ke dokter. Jangan menganggap sepele dengan mengatakan gejala yang timbul adalah masalah biasa sebab pada level yang lebih tinggi seperti kecanduan, gadget bisa mengakibatkan kebutaan.
Kebutaan tersebut terjadi salah satunya akibat naiknya tekanan pada bola mata. Kenaikan tersebut bisa mengakibatkan kerusakan pada saraf optik yang bisa membuat anda terserang Glaukoma dan kehilangan penglihatan. Tekanan bola mata normal antara 10-21 milimeter raksa (mm Hg). Glaukoma merupakan keadaan dimana tekanan bola mata naik ditandai dengan hilangnya lapangan pandang (di atas 30 mm Hg).
“Ada pasien saya yang menderita Glaukoma akibat terlalu sering bermain game di warnet. Berjam-jam ketika disuruh orang tuanya pulang enggak mau. Sayang sekali karena itu tidak bisa sembuh permanen. Dokter hanya dapat menjaga tekanannya saja agar stabil. Serupa dengan penyakit Hipertensi (darah tinggi),” ceritanya.
Glaukoma sendiri terbagi tiga jenis yaitu Glaukoma Kongenital, Glaukoma Juvenil dan Glaukoma Sekunder. Glaukoma Kongenital merupakan penyakit bawaan, terjadi sewaktu bayi lahir. Gejalanya berupa bola mata terlalu besar dengan pembengkakan pada kornea yang disertai air mata berlebih. Glaukoma Juvenil menyerang anak pada usia 3-15 tahun (remaja). Sementara itu, Glaukoma Sekunder cenderung menyerang pasien usia tua.
“Jadi memang ada yang primer karena bawaan orang tua, juga ada yang sekunder. Sekunder ini bisa akibat penyakit atau kelainan mata yang lain misalnya katarak, uveitis (peradangan di bagian dalam mata), perdarahan, tumor mata, atau riwayat cedera mata sebelumnya,” imbuhnya.
Penulis: Imada Lubis
Narasumber: dr. Nova Arianti, SpM.