Ini 10 Makanan Yang Dahulunya Murah Kini Mahal

Sobat kover, tahukah kamu bahwa dahulu  wagyu dan kaviar merupakan salah satu makanan mahal yang tergolong murah meriah loh. Namun entah bagaimana kedua makanan itu pun kini menjadi makanan yang super mahal. Bahkan tak hanya itu, masih terdapat beberapa makanan lainnya yang dulunya murah namun kini terbilang mahal. 

Kendati begitu, makanan-makanan tersebut masih tetap menjadi primadona oleh banyak orang. Sebab, bagi mereka, memakan daging wagyu atau mencicipi kaviar atau jenis makanan lainnya merupakan hal yang eksklusif dan mewah. Apalagi harganya yang mampu mencapai jutaan. Nah, kira-kira, apa ya yang membuat makanan-makanan itu menjadi mahal? 

Dalam artikel kali ini, tim kovermagz akan membeberkan sejumlah faktanya yang telah kami rangkum berdasarkan laman Chef’s Pencil. Simak selengkapnya disini! 

Foie gras 

Berasal dari hati angsa atau bebek yang digemukkan ternyata memiliki sejarah yang kontroversial loh. Konon, Foie gras pertama kali ditemukan di Mesir Kuno, saat itu terjadi pemberian makan paksa kepada unggas air.

Di zaman pertengahan, foie gras menjadi santapan petani Yahudi sebagai sumber lemak kosher yang terjangkau. Namun, setelah memasuki zaman Renaisans, foie gras mulai digemari oleh kalangan bangsawan dan banyak dicari. Orang-orang kaya akan mengirim pelayan mereka ke ghetto Yahudi di Roma untuk mendapatkan foie gras.

Namun, metode produksinya yang kontroversial yakni melalui pemberian makan paksa telah menjadi perdebatan terkait etika dan kesejahteraan hewan. Maka dari itu, banyak negara yang mulai melakukan pengaturan dan pembatasan produksi foie gras. Ditambah lagi, persediaan yang terbatas dan sifat produksi yang memakan waktu membuat foie gras memiliki harga selangit.

Jamur Ulat

Jamur ulat (Cordyceps sinensis) atau “yartsa gunbu”, merupakan jenis jamur unik yang menginfeksi ulat-ulat di alam. Dalam dunia pengobatan China, jamur ini sangat berharga karena dapat memberikan pengobatan vertigo, penyakit ginjal, dan lemah syahwat.

Jamur ulat tumbuh di sekitar dataran tinggi Tibet dan Himalaya. Sebelumnya, jamur ini digunakan masyarakat setempat untuk pengobatan tradisional dan cenderung terjangkau. Namun, seiring meningkatnya permintaan dan popularitasnya sebagai obat, jamur ini menjadi salah satu jamur termahal di dunia, bahkan melebihi jamur truffle putih.

Wagyu

Seperti kita tahu bahwa Wagyu kerap dianggap sebagai daging premium dengan harga termahal di dunia, dan potongan steak A5 Kobe Wagyu adalah steak termahal di dunia. Namun faktanya, pada awal abad ke 20, wagyu dianggap sebagai daging yang kualitasnya lebih rendah dibandingkan sapi impor dari Amerika Serikat dan Eropa.

Setelah Restorasi Meiji pada 1868 di Jepang, sapi asing diimpor sehingga menyebabkan terjadinya perkawinan silang dengan sapi asli Jepang. Lalu, pada tahun 1944, sapi wagyu hasil kawin silang diakui secara resmi, yakni: Japanese Black (Kuroge Washu), Japanese Brown (Akage Washu), Japanese Shorthorn (Nihon Tankakushu), dan Japanese Polled (Mukaku Washu). Di antara keempat jenis ini, Japanese Black, khususnya jenis Tajima, menjadi jenis sapi wagyu paling banyak atau sekitar 90 persen dari populasi.

Barulah pada tahun 1980-1990 an, daging sapi wagyu khususnya daging kobe wagyu mendulang popularitas. Bahkan, pada tahun 1983, Asosiasi Promosi Pemasaran dan Distribusi Daging Sapi Kobe didirikan untuk mempromosikan merek dagang daging sapi Kobe, dengan menetapkan standar khusus sapi mana saja yang bisa digolongkan sebagai daging kobe wagyu.

Lobster 

Pada era Dunia Baru, ketersediaan lobster sangat melimpah di lautan, sehingga dianggap sebagai sumber daya laut biasa. Bahkan, lobster adalah hidangan yang disajikan untuk para tahanan dan pekerja kontrak, dan beberapa orang memandang lobster sebagai “kecoak laut”.

Namun, seiring berjalannya waktu, lobster mengalami peningkatan permintaan. Namun, faktor-faktor seperti penangkapan ikan berlebihan dan degradasi habitat membuat lobster menjadi langka. Akhirnya, lobster mulai dianggap sebagai makanan mewah.

Sekarang, di restoran-restoran seafood, lobster selalu menjadi protein laut dengan harga tinggi. Adapun faktor yang mempengaruhi tingginya harga lobster, seperti lokasi geografis, musim penangkapan, metode penangkapan, dan ukuran lobster.

Kaviar 

Sekitar 300 tahun lalu, kaviar adalah kudapan dengan harga yang sangat murah. Biasanya, kaviar disajikan sebagai pelengkap minuman di bar, yang secara tidak langsung juga meningkatkan penjualan dan popularitasnya. Kaviar dianggap sebagai makanan pendamping dari ikan setur (sturgeon) yang memiliki harga fantastis saat itu. Bahkan, kaviar yang diekspor ke Eropa oleh Amerika hanya dihargai 1 USD per pon.

Namun, pada awal tahun 1900-an, ikan setur menjadi langka akibat penangkapan ikan berlebihan dan imbas dari revolusi industri. Seiring berkurangnya pasokan ikan setur, harga kaviar meroket. Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi alasan kaviar ikan setur menjadi makanan eksklusif dan mewah.

Hingga saat ini, kaviar asli dan berkualitas tinggi memang memiliki harga fantastis karena persediaannya terbatas, metode panen dan pemrosesan yang rumit, dan peraturan ketat atas penangkapan ikan setur dan produksi kaviar. Kaviar termahal di dunia dapat dibanderol dengan harga 500 USD (Rp7,8 juta) per sendok teh. Naik turunnya harga kaviar juga bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor spesies ikan, kualitas telur, dan permintaan pasar.

Sushi

Meski tak semahal wagyu atau kaviar, sushi bukanlah tipe makanan dengan harga yang cenderung terjangkau. Dulunya, sushi adalah jajanan pinggir jalan yang biasa disantap oleh pekerja Jepang, karena bentuknya yang praktis dan mengenyangkan. Namun, di pertengahan abad 20, sushi mulai dipertimbangkan sebagai menu yang elegan, utamanya di negara-negara Barat.

Pergeseran tren ini mulai mendorong permintaan untuk bahan berkualitas tinggi dan pembuat sushi andal, sehingga mempengaruhi harganya. Kini, meskipun bisa menyantap sushi dengan harga terjangkau, tak jarang kita temukan restoran sushi premium dengan harga ratusan ribu hingga jutaan, misalnya Omakase.

Siput

Di Indonesia sendiri, siput bukanlah menu makanan yang umum dikonsumsi dan cenderung memiliki harga yang terjangkau. Namun di beberapa belahan dunia seperti Prancis dan Yunani, hidangan siput atau escargot menjadi menu yang mewah. Daging siput darat seperti siput Burgundy memiliki rasa yang unik dan tekstur yang lembut, sehingga harganya tergolong mahal.

Harga siput bervariasi tergantung jenis dan kualitas siput, ketersediaannya, wilayah, dan permintaan pasar. Umumnya, harga siput berkisar dari beberapa dolar per pon hingga 30 USD (sekitar Rp472 ribu) per pon atau lebih.

Salmon Putih

Umumnya anda sering melihat daging salmon berwarna merah, bukan? Padahal, tak hanya merah, ada pula salmon berwarna putih yang memiliki sensasi rasa dan tekstur yang berbeda dari salmon merah. Warna merah dari salmon kebanyakan dihasilkan dari makanan yang dikonsumsi, yakni udang-udang kecil.

Sedangkan, beberapa salmon tidak bisa menghasilkan pigmen tersebut, sehingga warna dagingnya putih. Ternyata, dulunya salmon putih dianggap menjadi ikan yang “unik”, sehingga jarang diminati dan memiliki harga yang cenderung lebih rendah.

Namun, seiring berkembangnya preferensi kuliner, permintaan salmon putih meningkat. Para koki dan pencinta makanan laut menyukai rasa dagingnya yang ringan dan lembut seperti mentega. Maka dari itu, harganya menjadi lebih mahal dibandingkan jenis salmon lainnya.

Monkfish

Monkfish ternyata memiliki sejarah unik dalam dunia kuliner loh. Dahulu, monkfish dianggap tidak menarik karena wujudnya yang menakutkan dan tidak biasa. Bahkan, ikan ini sempat dilarang dijual di pasar ikan Prancis.

Namun, penemuan para koki bahwa tekstur kokoh dan rasa yang lembut pada ekor monkfish sangat mirip dengan lobster, sehingga dijuluki dengan “lobster orang miskin.” Penemuan ini memicu lonjakan permintaan monkfish, yang membuat ikan ini menjadi salah satu hidangan termahal di dunia.

Tiram

Dahulu kala, budidaya tiram dipelopori oleh Sergius Orata, insinyur dan pedagang Romawi yang menemukan teknologi pemanas untuk mengatur suhu air. Semenjak itu, budidaya tiram menjadi sangat menjanjikan. Lalu, pada abad ke-19 popularitas tiram semakin meroket. Tiram menjadi makanan kaki lima di kota-kota besar seperti London, Paris, dan New York.

Sayangnya, industrialisasi dan pengerukan air menyebabkan penangkapan ikan berlebihan, sementara wilayah pesisir mengalami pembuangan limbah akibat pertumbuhan populasi. Faktor-faktor ini menyebabkan wabah penyakit tifus yang mendorong penutupan budidaya tiram. Selain itu, musim dingin yang ekstrim dan munculnya penyakit baru membuat populasi tiram asli menurun.

Untuk mempertahankan harga tiram yang terjangkau, pekerja anak menjadi opsi. Sayangnya, anak-anak sering kali mendapatkan tugas-tugas berat seperti mengupas tiram dalam jumlah yang banyak tanpa henti. Namun, seiring berkembangnya masyarakat dan meningkatnya kesadaran terkait praktik-praktik etis, pekerja anak untuk tiram diberhentikan.

Tetapi, memastikan praktik etis dan berkelanjutan dalam produksi tiram memerlukan biaya. Perawatan cermat dalam budidaya tiram membuat tiram mengalami kenaikan harga dari waktu ke waktu. Lingkungan tempat tiram tumbuh memegang peran penting, utamanya ketersediaan air bersih.

Kini, secara umum tiram dianggap sebagai makanan laut premium dengan harga yang bervariasi berdasarkan jenis tiram, asal usulnya, ukurannya, dan tempat tiram dibeli. Tiram paling mahal adalah Coffin Bay King Oysters, dimana harganya dapat mencapai 380 USD (sekitar Rp5,9 juta) per pon.

Baca Juga:  6 Rekomendasi Camilan Enak dan Rendah Kalori, Cocok Untuk Diet!