4 Desa di Asia Tenggara Masuk dalam Daftar Desa Wisata Terbaik Dunia

Sudah tahukah anda sobat kover bahwa empat perwakilan desa dari Asia Tenggara masuk ke dalam daftar 55 Desa Wisata Terbaik di dunia loh. Hal ini berdasarkan penilaian oleh Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation World Tourism Organization/UNWTO). 

Di Asia Tenggara sendiri, penghargaan “Desa Wisata Terbaik Dunia” tahun 2024 diberikan pada 15 November kepada dua desa di Indonesia, yaitu Desa Jatiluwih dan Wukirsari di Indonesia, Desa Bo Suak di Thailand, dan Desa Tra Que di Vietnam. Perlu diketahui, untuk bisa memenangkan penghargaan tersebut, setidaknya ada sembilan poin yang menjadi penilaian dalam penghargaan desa wisata terbaik ini.

Pertama ada sumber daya budaya dan alam; kedua ada promosi dan konservasi sumber daya budaya; ketiga ada keberlanjutan ekonomi; keempat ada keberlanjutan sosial; dan kelima ada keberlanjutan lingkungan. Keenam ada pengembangan pariwisata dan integrasi rantai nilai; ketujuh ada tata kelola dan prioritas pariwisata; kedelapan ada infrastruktur dan konektivitas; serta kesembilan ada kesehatan, keselamatan, dan keamanan.

Menurut Sekretaris Jenderal UN Tourism Zurab Pololikashvili, pariwisata adalah sesuatu yang penting untuk inklusi dan pemberdayaan masyarakat untuk melindungi serta menghargai warisan kebudayaan, sembari mendorong pembangunan yang berkelanjutan. 

“Kami merayakan desa-desa yang telah merangkul pariwisata sebagai jalur menuju pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat, yang menunjukkan bahwa praktik berkelanjutan dapat menghasilkan masa depan yang lebih cerah bagi semua,” tuturnya, seperti dikutip dari UN Tourism, pada Sabtu (16/11/2024).

Pada daftar ini, UNWTO mengevaluasi lebih dari 260 aplikasi dari 60 negara untuk mengidentifikasi desa-desa yang unggul dalam menegakkan tiga pilar pariwisata berkelanjutan, yaitu keadilan sosial, pertumbuhan ekonomi, dan pelestarian lingkungan. Penghargaan “Desa Wisata Terbaik” juga menyoroti peran pariwisata dalam  melestarikan daerah pedesaan, termasuk lanskap alam, tradisi, keanekaragaman hayati, budaya, dan kegiatan lokal seperti pertanian, kehutanan, perikanan, dan kuliner. 

Nah penasaran bukan dengan keempat desa tersebut? Dalam artikel kali ini tim kovermagz telah merangkumnya untuk anda. Simak selengkapnya disini!

Desa Jatiluwih 

Desa Jatiluwih terletak di ketinggian 700 meter di pulau wisata Indonesia, Bali, dekat Gunung Batukaru, gunung berapi tertinggi kedua di pulau tersebut sekaligus terkenal dengan warisan budaya dan pemandangannya. Desa ini mencakup lahan pertanian seluas 53.000 hektar yang didominasi oleh hamparan sawah yang indah.

Desa yang sudah diakui UNESCO sebagai situs Warisan Budaya Dunia ini juga merupakan rumah bagi sistem irigasi Subak, yang menekankan keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritualitas. Petani padi di sini menggunakan sistem irigasi tradisional berbasis masyarakat yang dikenal sebagai subak, yang diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda pada 2012. 

Sebagai desa wisata, Jatiluwih memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk terlibat dalam praktik pertanian tradisional dan belajar tentang pentingnya sistem irigasi Subak.  Pemandangan alam desa yang asri dan udaranya yang segar menjadikannya destinasi populer untuk trekking, berkemah, dan bersepeda. Pengunjung juga dapat menikmati kafe dan restoran lokal yang menyajikan hidangan khas yang dibuat dengan hasil bumi segar yang ditanam secara lokal.

Desa Wukirsari 

Desa Wukirsari, yang terletak di daerah Kota Bantul yang tenang di Kota Yogyakarta, merupakan pusat seni dan kerajinan tradisional Indonesia. Bisa dibilang, desa ini menjadi tempat untuk melestarikan seni tradisionalnya sembari memprioritaskan dan memberdayakan penduduk setempat dan juga pengunjung.

Pengunjung dapat menjelajahi seni pembuatan batik yang rumit, kerajinan kuno wayang kulit, dan ukiran kayu. Yang menjadi sorotan dari desa ini adalah Program Wayang Wukirsari, yang menawarkan pengalaman mendalam dalam seni wayang kulit Indonesia. Peserta dapat mempelajari tari tradisional, pertunjukan teater, dan musik gamelan, yang diakhiri dengan pertunjukan langsung epos Ramayana di Panggung Pendopo dengan kostum lengkap.

Kemudian, sebagai desa wisata, Wukirsari memberikan pengalaman bagi pengunjung untuk mengikuti lokakarya batik secara langsung. Dengan aktif mempromosikan pembuatan batik sebagai pengalaman wisata budaya, desa ini berhasil menumbuhkan kebanggan dan partisipasi di masyarakat.

Tak hanya itu, desa yang hanya 17 kilometer di selatan Yogyakarta ini telah menjadi model pariwisata berkelanjutan dengan inisiatif “Becik Resik Karangkulon” atau pengelolaan sampah dan kebijakan nol plastik. Mereka menggunakan daun dan pembungkus alami untuk menghindari plastik, serta menekankan konservasi air dan perlindungan keanekaragaman hayati. Selain itu, Wukirsari juga memiliki sistem manajemen mutu berdasarkan pedoman ISO 9001:2015, sehingga pengunjung merasakan masa inap yang terorganisir, ramah, dan berkesan.

Berlatarbelakang perbukitan dan lembah, para pengunjung juga tidak hanya merasakan pengalaman traveling yang berkesan dan menyaksikan berbagai pusat seni dan kerajinan tradisionalnya namun juga keindahan alamnya yang luar biasa. Tidak heran bila desa satu ini dinobatkan sebagai salah satu desa di Asia tenggara yang terbaik di dunia. 

Desa Bo Suak 

Desa Bo Suak di Distrik Mueang Nan, Thailand utara, telah menjadi destinasi Thailand pertama yang menerima penghargaan “Desa Wisata Terbaik”. Terletak hanya 15 menit berkendara dari Kota Nan, desa ini dihuni oleh lebih dari 6.500 penduduk dan menawarkan sekilas budaya dan kehidupan masyarakat Thailand yang autentik. Pengunjung dapat merasakan langsung rasanya menjadi “penduduk lokal” dan terlibat pengalaman berkesan dalam proses membuat tembikar dan aktivitas menenun.

Desa Sayur Tra Que 

Terakhir, ada satu-satunya wakil Vietnam dalam daftar Desa Wisata Terbaik menurut  UNWTO. Dia ialah Desa Tra Que. Berlokasi 3 kilometer dari Kota Tua Hoi An, desa ini berdiri sejak abad ke-16 dan dikelilingi oleh Sungai Co Co dan Laguna Tra Que. Iklim desa yang sedang dan tanahnya yang subur membuat Tra Que menjadi lokasi ideal untuk menanam sayuran organik.

Dulu, kebun sayur tersebar di antara rumah-rumah, dan sawah tidak rata akibat adanya praktik penggalian kolam untuk irigasi. Lebih dari 20 tahun yang lalu, pemerintah mulai mengembangkan model ekowisata di Tra Que. 

Sebagai bagian dari upaya ini, rumah-rumah direlokasi, kolam-kolam diisi untuk menciptakan ladang sayuran berbentuk persegi, dan jalan datar dibangun untuk meningkatkan aksesibilitas. Desa ini menawarkan pengalaman bertani dan kehidupan pedesaan yang otentik bagi pengunjung.

Baca Juga:  Ketahui Arti 4 Warna Pada Kemasan Makanan Jemaah Haji Indonesia