Tahun ini, peringatan hari Maulid Nabi Muhammad akan jatuh setiap tanggal 12 Rabiul Awal. Apabila mengacu pada Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2023 M (1444 H-1445 H), maka peringatan hari besar yang satu itu akan dilaksanakan tepat pada Kamis, 28 September 2023.
Menyambut hari besar tersebut, tentulah terdapat ragam tradisi unik dari seluruh Indonesia. Pasalnya, ragam tradisi ini telah dilakukan secara turun temurun atau setiap tahunnya. Melansir dari berita satu.com, perayaan Maulid Nabi pertama kali dilaksanakan pada abad ke-14 atau 1404 Masehi dalam budaya Jawa yang saat itu disebut dengan Sekaten.
Namun, seiring berkembangnya zaman, perayaan ini tersebar dan menjadi beragam sesuai dengan tradisi setiap daerah. Nah, kali ini tim kovermagz akan mengajak Anda untuk mengenal lebih dalam ragam tradisi unik memperingati hari Maulid Nabi di Indonesia. Simak selengkapnya di sini!
1. Tradisi Maulod di Aceh
Peringatan Maulid Nabi di Aceh dikenal dengan sebutan maulod. Setiap pelaksanaannya, tradisi maulod dilakukan dengan meriah oleh masyarakat Aceh. Berdasarkan laman Dinas Dayah Provinsi Aceh, dalam pelaksanaan tradisi maulod ini masyarakat menggelar kenduri yang besar. Masyarakat mengundang anak yatim dan para kerabat.
Di Aceh, maulod tidak hanya digelar pada hari yang telah ditetapkan di kalender saja. Melainkan, maulod di Aceh digelar hingga beberapa bulan lamanya. Merujuk pada penanggalan kalender Islam, tradisi maulod dimulai pada bulan Rabiul Awal kemudian berlanjut pada Rabiul Akhir hingga Jumadil Awal.
Pada bulan Rabiul Awal perayaan maulid disebut dengan Maulod Awai, Rabiul Akhir disebut dengan Maulod Teungoh, dan kemudian Jumadil Awal disebut dengan Maulod Akhe. Kemudian, dalam kenduri maulod, ada keunikannya tersendiri juga. Warga yang kenduri, membawa makanan menggunakan tempat khusus yang disebut dengan dalong. Tempat ini untuk mengisi nasi dan lauk.
Nasi yang dikendurikan dalam tradisi maulod ini bentuknya juga berbeda dengan yang lain. Nasi ini sering disebut dengan bu kulah. Nasi untuk kenduri maulod ini dibungkus daun pisang dengan bentuk seperti piramida
2. Tradisi Bungo Lado dari Sumatera Barat
Sumatera Barat ada tradisi tersendiri untuk memperingati Maulid Nabi. Tradisi itu bernama Bungo Lado yang digelar masyarakat di beberapa dari di Sumatera Barat, khususnya di wilayah Padang Pariaman. Tradisi Bungo ini seperti infak tang diberikan orang-orang dengan beragam tujuan. Mulai untuk orang yang membutuhkan dan pembangunan sarana ibadah.
Bungo Lado dibuat seperti pohon yang berdaun uang. Adapun uang yang dikaitkan ke pohon beragam nominalnya. Tradisi ini dianggap sebagai bentuk dari saling tolong menolong dan sifat gotong royong yang kuat khusus untuk kegiatan beribadah.
3. Tradisi Jambar Uang dari Bengkulu
Di Bengkulu, ada tradisi pula tradisi Jambar Uang saat perayaan Maulid Nabi. Tradisi ini merupakan salah satu kearifan lokal, yang masih dilestarikan warga setiap tahunnya di Kelurahan Bajak Kecamatan Teluk Segara.
Jambar Uang didekorasi dengan menggantungkan uang di tanaman, atau tangkai yang sudah dihias dan dilengkapi dengan vas, seperti pot bunga. Jambar Uang lantas diarak dari masing-masing rumah warga, menuju masjid yang dituju. Kemudian, uang yang didapat nanti diinfaqkan ke masjid.
4. Tradisi Panjat Jimat
Tradisi perayaan Panjat Jimat dilakukan serentak oleh tiga keraton yang berada di Cirebon. Keraton Kanoman, Kasepuhan dan Kacirebonan dan digelar di makam Sunan Gunung Jati. Acara dilakukan dengan pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW, sholawat Nabi, mengucapkan kalimat thayyibah dan ditutup dengan doa bersama.
5. Tradisi Sekaten
Merupakan perayaan Maulid Nabi yang pertama kali diselenggarakan oleh para Wali Songo, pada abad ke-14. Perayaan ini dilaksanakan selama sebulan penuh. Namun sekarang, hanya dilaksanakan kurang lebih 1 minggu yang berlangsung dari tanggal 5 sampai 12 Rabiulawal. Tradisi Sekaten dilaksanakan di wilayah Yogyakarta dan Surakarta.
6. Tradisi Grebeg Maulid Yogyakarta
Tradisi Grebeg Maulid tentunya sudah tak asing bagi masyarakat khususnya di Yogyakarta. Dahulu, tradisi Grebeg dikenal dengan keluarga Sultan dari istana memberikan gunungan atau bantuan kepada rakyatnya. Ada tiga tradisi Grebeg yaitu Grbeg Syawal, Grebeg Maulud, dan Grebeg Besar. Ketiganya dilaksanakan dengan hari besar agama Islam.
Grebeg Maulud sendiri diadakan untuk merayakan dan memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad. Biasanya tradisi Grebeg diawali dengan parade prajurit Keraton yang keluar lengkap dengan senjata khusus, dan alat musik. Gunungan yang isinya makanan ditumpuk berbentuk gunung dibawa untuk melengkapi Grebeg Maulid. Gunungan itulah sebagai simbol kemakmuran Yogyakarta yang dibagikan kepada rakyat.
7. Tradisi Ampyang Maulid
Berasal dari Desa Loram Kulon di Jati, Kudus, Jawa Tengah. Ampyang Maulid merupakan tradisi yang dilakukan dengan cara arak-arakan. Ampyang dapat diartikan sebagai kerupuk, dan Maulid adalah kelahiran. Tradisi ini pertama kali dikenalkan pada abad ke-15 saat era Tjie Wie Gwan, pendakwah Islam keturunan Tiongkok.
Tradisi Ampyang Maulid dilakukan dengan membuat gunungan yang berisi nasi dan dibungkus daun jati, kemudian diisi hidangan hasil Bumi dan ampyang itu sendiri. Hidangan tersebut dibawa oleh warga untuk dilakukan kirab atau arak-arak dan didoakan oleh pemuka agama setempat lalu dibagikan kepada warga.