Retas Sejarah Kantor Dinas Pariwisata Medan

Masa penjajahan Indonesia dengan kurun waktu 3,5 abad dijajah oleh Belanda dan 3,5 tahun di jajah oleh Jepang ternyata masih memiliki rekam jejak yang nyata. Medan,  sebagai salah satu kota di Indonesia juga ikut merasakan jatuh bangunnya penjajahan tempo dulu. Tak sedikit bukti-bukti peninggalan masa kolonial ada di beberapa tempat di kota Medan.

Bangunan yang terletak di Jl. Prof. HM. Yamin SH No.40, Gg. Buntu, Kec. Medan Timur, Kota Medan ini merupakan salah satu bekas peninggalan bangunan Belanda tempo dulu. Bangunan dengan gaya arsitektur kuno ala Belanda dengan kasat mata saja sudah menandakan itu adalah salah satu bangunan peninggalan bersejarah.

Bangunan ini kabarnya merupakan villa milik Deli Spoorweg Matschappij (Perusahaan kereta Api Deli). Dengan paduan gaya arsitektur Melayu dan Eropa, gedung bersejarah ini sekarang berfungsi sebagai Kantor Dinas Pariwisata Kota Medan Dahulu bangunan tersebut bernama Loge Deli. Pada suatu masa, bangunan ini adalah tempat suatu organisasi freemasonry melaksanakan aktivitas beribadah pada zaman Hindia Belanda.

Freemasonry adalah perkumpulan atau organisasi rahasia yang bermula sejak akhir abad ke-16 hingga kini. Mereka mengklaim mengajarkan sekularisme, kebebasan berpikir, dan antidogma.

Jejak Peninggalan

Cerita tentang Jejak-jejak peninggalan gedung pariwisata Medan dimulai di areal pintu masuk utama terpampang tulisan Loge Deli. Loge atau Loji merupakan bahasa Belanda dengan pengertian rumah pertemuan Vrijmetselarij atau Freemasonry atau tempat beribadah Freemasonry.

Pada sisi kanan dan kiri terdapat sepasang tiang besar, tiang tersebut merupakan ciri khas tertentu aliran freemasonry. Mereka meyakini bahwa tiang besar bernama Boaz dan Jachin itu menyimbolkan kekuatan dari dua orang raja yang sangat berpengaruh dalam merancang dan mendirikan peribadatan Yahudi. Memasuki di Ruang Informasi, tepat di bawah plafon terlihat relief tak biasa, yaitu kepala manusia seperti biarawati dengan sayap merentang. Melihat ke arah lantainya memiliki warna hitam-putih seperti papan catur. Corak papan catur (checkerboard pattern) adalah salah satu simbol penting bagi aliran Illuminati. Mereka sering menggunakan tempat tersebut untuk upacara ritual. Hitam dan putih yang berarti gelap dan terang berarti simbol campuran antara kebaikan dan kejahatan, Menurut teori konspirasi, corak papan catur berasal dari corak yang mewakili corak pada karpet Istana Nabi Sulaiman. Sampai saat ini, corak papan catur masih dijadikan corak pada lantai lodge-lodge Freemason di seluruh dunia.

Menulusuri aula utama kantor Dinas Pariwisata Medan terlihat sangat jelas jejak peninggalan Freemasonry tersebut. Dua tiang dan kalimat berbahasa Belanda betuliskan “ Ken U Zelven” yang mengartikan “kenalilah dirimu”. Pada aula tersebut juga ada semacam podium atau panggung kecil, dulu aula tersebut merupakan tempat berkumpulnya orang-orang untuk mendengarkan pengajaran atau perintah. Dua tiang yang tidak menyatu dengan bangunan juga berkaitan dengan simbol kekhasan freemasonry. Kabarnya di dalam aula tersebut ada lubang yang berhubungan ke stasiun kereta api.

Simbol freemasonry yang terpampang hingga sekarang ada di kantor kerja Kadis Pariwisata dan juga di beberapa pintu yang dulunya terhubung ke aula utama. Drs. Agus Suriono, Kepala Dinas Pariwisata Medan membenarkan bahwa kantor Dinas Pariwisata adalah tempat berkumpulnya aliran freemasonry semacam sekte yang anggotanya adalah teknokrat ataupun pengusaha besar yang melakukan pemujaan terhadap suatu hal. “Ada banyak simbol dan bentuk infrastruktur yang harus dipertahankan agar tempat ini bisa menjadi bagian dari history dan cagar budaya kota Medan. Tercatat pada tahun 2010 kantor Dinas Pariwisata sudah menjadi cagar budaya kota Medan” pungkasnya.

Rencananya pada tahun 2020 kantor dinas pariwisata Medan akan dijadikan museum digital kota Medan. Agus Suriono juga berharap agar semakin banyak bangunan-bangunan heritage yang dipelihara bentuk asli bangunannya dan dikelola dengan baik agar semakin banyak destinasi wisata heritage di kota Medan

Asal Muasal aliran Fremansonry

Berbicara tentang sejarah freemasonry sendiri merupakan sejarah yang panjang. Martum Pulungan, seorang pemerhati arsitektur bangunan tua menceritakan sejarah umum tentang freemasonry. Bermula pada masa perang Salib di Yerusalem, Palestina. Saat Paus Urbanus II pada tahun 1095, usai Konsili Clermont menyerukan Perang Suci atau Crusade dan memobilisasi kaum Kristiani di seluruh Eropa untuk turut berperang merebut Yerusalem kembali dari kekuasaan Muslim. Tahun 1717. Mereka telah berkembang dalam jumlah dan kekuatan, dan mereka telah siap menggunakan identitas baru, bebas dari reputasi masa lalu mereka dan diberikan kredibilitas oleh para raja dan bangsawan Inggris. Dan nama yang mereka pilih, adalah nama yang banyak diketahui oleh orang, tapi hanya dimengerti oleh sedikit orang dengan nama "The Freemason".

Dalam buku Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764- 1962, karya Dr Th Steven dijelaskan misi organisasi yang memiliki simbol Bintang David ini: ”Setiap insan Freemason mengemban tugas, dimanapun dia berada dan bekerja, untuk memajukan segala sesuatu yang mempersatukan dan menghapus pemisah antar manusia.” Paham yang dikembangkan Freemason adalah humanisme sekular. Semboyannya: Liberty, Egality, Fraternity.

Aura Mistis Yang masih Terasa

Ntah mengapa gedung-gedung tua sarat akan kejadian-kejadian mistis. Tak jarang beberapa pekerja di kantor dinas Pariwisata Medan sering mengalami hal-hal mistis atau penampakan seperti biarawati ataupun orang-orang Belanda.

Baca Juga:  Ketahui Pemilik Maskapai Penerbangan Yang Ada di Indonesia, Siapa Saja?

Pak Sitompul, seorang penjual minyak yang sudah berjualan sejak tahun 1980-an itu memiliki pengalaman yang membuat bulu kuduk berdiri. Ia bercerita sejak tahun 1980-an gedung depan Dispar Medan merupakan rumah pribadi milik seorang wanita bersuku Jawa. Sedangkan gedung belakangnya merupakan kantor DPK Deli Serdang.

Sebelum ia berprofesi sebagai penjual minyak, pak Tompul juga tinggal di situ. “Di pintu masuk aula itu, saya disuruh pasang tenda. Suatu waktu saya beristirahat untuk ambil minum, setelah itu kembali ke aula tersebut. Saat itu terlihat jelas di mata kepala saya sendiri sosok orang besar seperti orang barat ada di dalam aula, setelah saya lihat lagi ke arah atas dan bawah ternyata sudah tidak ada,” katanya.

Cerita lain datang dari salah satu pegawai kantor yang pernah melihat sosok perempuan cantik membawa anak kecil. Dan cerita yang sama juga pernah dirasakan pegawai lainnya “Ketika saya sedang mengetik, lalu menengadah, tiba-tiba terlihat wajah muncul di jendela,” pungkasnya.

Walaupun hal-hal itu sering terjadi, aktivitas perkantoran di Dinas Pariwisata Medan tetap berjalan seperti biasanya, seakan-akan kejadian-kejadian itu adalah bagian tak terpisahkan dari gedung Loge Deli.