Konsul Jenderal Malaysia di Medan, Aiyub Omar, resmi bertugas sejak 1 November 2019 dan menaungi delapan provinsi di Pulau Sumatera yakni Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung dan Lampung.
Hubungan diplomatik antara Malaysia dengan Indonesia sudah dimulai sejak 1957 saat Malaysia merdeka. Ketika itu Malaysia membuka Kedutaan Besar di Jakarta dan berencana mendirikan Konsulat yang baru diresmikan pada tahun 1982.
Aiyub sudah menjelajahi foreign service sejak 2001, berawal saat Aiyub bertugas di Kementerian Perdagangan Antarabangsa, Malaysia. Tahun 2003, ia dipindahkan ke United Nations General Assembly (UNGA), United States selama beberapa bulan. Tahun 2004 hingga 2008, Aiyub beralih ke Spanyol sebagai Second Secretary.
Aiyub kembali ke Malaysia pada tahun 2008 dan ditawarkan untuk mengikuti kursus Diploma in Diplomacy di University of Oxford, United Kingdom. Setelah tamat, Aiyub langsung bertugas di Kementerian Luar Negeri selama tiga tahun dari tahun 2009 hingga 2012.
Selanjutnya Aiyub ditempatkan di Islamabad, ibu kota Pakistan sejak 2012 sampai 2016 sebagai Counsellor. Selesai dari Pakistan, ia pun kembali ke Malaysia pada Februari 2016. Barulah Aiyub ditugaskan sebagai Konsul Jenderal Malaysia di Medan mulai 1 November 2019 hingga 1 November 2022.
Bertugas di Kota Medan memberikan tantangan dan pengalaman tersendiri bagi Aiyub. Menurutnya, Indonesia berhasil membentuk satu kesatuan melalui bahasa Indonesia. Ia pun kagum dengan semangat nasionalisme yang tinggi dari masyarakat Indonesia.
“Saya melihat Indonesia ini mempunyai berbagai suku dan beratus etnik. Tetapi bagusnya, Indonesia berjaya membentuk nation state. Semuanya berkomunikasi dalam bahasa Indonesia,” ungkap Aiyub.
Namun dibalik rasa setia pada negara tersebut, Aiyub menyayangkan jika isu kecil terlalu dipermasalahkan, menyebabkan hubungan kedua negara menjadi kurang harmonis.
“Saya pikir begini, kita itu diperintah oleh penjajah. Indonesia oleh Belanda, Malaysia oleh Portugis, Belanda pun ada juga. Mungkin saja Malaysia dan Indonesia itu pada awalnya satu negara. Saya coba memberikan pemahaman yang lebih bijak antara Malaysia dan Medan,” tuturnya.
Peran Konsulat Jenderal Malaysia di Medan utamanya adalah menjaga kepentingan rakyat Malaysia, termasuk perihal perkawinan, pengurusan paspor, melakukan kunjungan pendidikan, pemberian bantuan hukum hingga sebagai narahubung keluarga warga Malaysia.
“Mahasiswa Malaysia di Sumatera Utara jumlahnya terbesar di seluruh Indonesia, 736 orang yang tersebar di Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Negeri Medan (UNIMED) dan Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU). Selain Sumatera, Jawa ada, Sulawesi ada, Kalimantan ada,” tutur Aiyub.
Tak hanya itu, melalui Konsulat Jenderal, Malaysia berhasil menjadi investor terbesar kelima di Sumatera Utara pada tahun 2019 dengan total sebanyak 21 juta dolar Amerika Serikat dalam bidang perdagangan berupa ekspor makanan, besi, alumunium dan mesin. Ada pula investasi perbankan, industri F&B, layanan telekomunikasi hingga kelapa sawit.
Selama menjalankan program sebagai Konsul Jenderal Malaysia di Medan, Aiyub pun memiliki target untuk meningkatkan jumlah perdagangan dengan Sumatera Utara, mempererat hubungan antara Malaysia dan Medan, dan meningkatkan kedatangan wisatawan Indonesia ke Malaysia.
“Tahun 2018 wisatawan Indonesia 3,8 juta. Tahun 2019 2,79 juta. Sasaran tahun 2020 yaitu 4 juta. Cabaran juga dengan adanya coronavirus yang very global dan sangat berbahaya. Jadi mungkin perjalanan ditangguhkan dahulu,” ucapnya.
Aiyub pun menambahkan bahwa untuk meningkatkan aktivitas diplomasi jangka panjang, ia akan melakukan pertemuan dengan Dinas Perdagangan, menyelenggarakan diskusi tentang perdagangan, dan mempromosikan Malaysia dalam semua aspek, salah satunya melalui media.
Bagi Aiyub, bertugas di Kota Medan serasa bertugas di kampung sendiri. Tidak ada kecanggungan, Aiyub mudah beradaptasi dengan budaya dan warga Medan.
“Bahasa sama, bangsa sama, makanan sama, jadi enggak merasa bertugas di luar negara dan enggak timbul kesukaran dari segi hubungan. Saya enggak anggap ini asing. Ngobrol-ngobrol sudah jadi kawan. Yang menjadi tantangan adalah menjaga sensitivitas agar jika ada isu kita tidak berantakan,” pungkasnya.
Penulis: Indriyana Octavia
Fotografer: Vicky Siregar